ANTARA NATAL DAN MAULID NABI Saw.
Natal
Tidak di ketahui secara pasti
kapan Nabi Isa Dilahirkan, walaupun para penganut Kristiani mengklaim bahwa
kelahiran Al Masih adalah tanggal 25 Desember namun keyakinan itu sama sekali
tidak bisa dipertanggung-jawabkan secara pasti. Yang jelas Nabi Isa dilahirkan
pada musim panas, sebagaimana dikisahkan dalam Al Qur'an bahwa setelah
melahirkan putranya, sang ibu Maryam bersandar di sebuah pohon kurma lalu di
wahyukan kepadanya agar menggoyang batang kurma itu,maka berjatuhanlah rutob
dari atas pohon tersebut. Rutob adalah buah korma yang telah masak
(empuk), dan buah kurma tidak akan bisa matang jika tidak ada angin panas yang
bertiup. Jika ada yang berkeya-kinan bahwa Nabi Isa lahir pada musim salju
(dingin) maka itu adalah salah.
Jangankan sampai sedetil
tanggal lahirnya, tahun kelahirannya saja antara Biebel dan pencetus kalender
Masehi yang dipakai saat ini ada perbedaan. Dalam Matius sebutkan bahwa Isa
dilahirkan pada masa raja Herodas dari Roma. Sementara itu para pakar sejarah
mereka mengatakan bahwa raja Herodas mati pada tahun 4 sebelum Masehi, artinya
4 tahun sebelum kelahiran nabi Isa. Jika Biebel memang benar maka seharusnya tahun
Masehi (yang sekarang 2001) seharusnya sudah 2005. dan jika yang benar adalah
pencipta kalender maka Bibel (kitab suci) mereka yang salah. Ada kemungkinan
juga kedua-duanya salah, dan tidak mungkin keduanya benar.
Sitem Kerahiban dan Taklid Buta
Sungguh kacaunya sebuah agama
desebabkan karena sumber asli (kitab suci) dari agama tersebut telah
diacak-acak dan diputar balikan oleh orang-orang yang menamakan dirinya atau
dinamai ahli ilmu dan ahli ibadah. Dengan seenaknya orang-orang semacam ini
membuat fatwa dan hukum yang menyelisihi sumber otentik dari agama itu sendiri.
Mereka dianggap sebagai wakil Tuhan dan orang suci yang tidak punya salah atau
ma'shum. Sehingga ucapan mereka ibarat wahyu yang harus ditaati meskipun itu
mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram.
Jika demikian maka ini berarti
telah menjadikan orang alim (baik itu ulama, pendeta, rahib dan sebagainya)
sebagai tuhan-tuhan selain Allah. Mungkin mereka beralasan dengan mengatakan:
"Kami kan tidak menyembah mereka!" Alasan serupa juga pernah
disampaikan oleh seorang Ahlu Kitab yang masuk Islam, Adiy bin Hatim, tatkala
ia mendengar Nabi Shallallaahu alaihi wa salam membaca firman Allah, yang
artinya: "Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka
sebagai rabb-rabb selain Allah, dan (juga mereka menjadikan Rabb) Al-Masih
putera Maryam; padahal mereka hanya disuruh menyembah Ilah Yang Maha Esa; tidak
ada Ilah (yang berhak disembah) selain Dia. Maha suci Allah dari apa yang
mereka persekutukan." (QS. 9:31)
Mendengar pembelaan diri dari Adiy, Rasulullah
Shallallaahu alaihi wa salam lalu bertanya: "Tidaklah mereka itu
mengharamkan apa yang telah dihalalkan Allah lalu kamu pun mengharamkannya? Dan
tidaklah mereka itu menghalalkan apa yang telah diharamkan Allah lalu kamupun
(ikut) menghalalkannya?"
Semua pertanyaan Nabi
Shallallaahu alaihi wa salam dibenar-kan oleh Adiy, maka beliaupun bersabda: "Itulah
ibadah (penyembahan) kepada meraka." (HR. Imam Ahmad dan At-Tirmidzi
dengan mengatakan hasan)
Fenomena seperti ini ternyata
juga merebak di kalangan kaum muslimin dimana masih banyak diantara mereka
terjebak dalam kultus Individu, menganggap wali ma'shum terhadap seseorang yang
segala tingkah laku dan ucapannya tidak boleh disalahkan, dengan alasan takut
kuwalat (tertimpa bencana), atau beranggapan mereka memiliki maqom
(kedudukan) yang tidak bisa dimengerti dan dicapai orang awam.
Demikianlah sistem kerahiban
dalam agama Nashara telah menjadikan penganutnya dicap Allah sebagai orang
dloollin (sesat). Sistem ini sebagaimana disebutkan dalam firman Allah surat Al
Hadid ayat 27 merupakan perkara yang diada-adakan dan sama sekali tidak pernah
diperintahkan oleh Allah. Artinya: "Dan mereka mengada-adakan
rahbaniyyah padahal kami tidak mewajibkannya kepada mereka tetapi (mereka
sendirilah yang mengada-adakannya) untuk mencari keridhaan Allah, lalu mereka
tidak memeliharanya dengan pemeliharaan yang semestinya. Maka Kami berikan
kepada orang-orang yang beriman di antara mereka pahalanya dan banyak di antara
mereka orang-orang yang fasik." (QS. 57:27)
Dengan kata lain mereka telah
membuat bid'ah dalam tata cara agama mereka,sehingga mereka menjadi
sesat. Oleh karena itu Rasulullah, jauh-jauh sudah mengingatkan, agar Islam
terjaga kemurniannya maka beliau bersabda, yang artinya: "Setiap hal
yang baru (dalam urusan agama adalah bid'ah, dan setiap bid'ah adalah sesat."
(HR. Imam Ahmad, Abu Dawud, At-Tirmidzi, Ibnu Majah).
Bagaimana Dengan Maulid Nabi ?
Maulid (peringatan Hari kela-hiran) Nabi
Shallallaahu alaihi wa salam sudah menjadi tradisi bagi sebagian besar kaum
muslimin di Indonesia. Hari tersebut dianggap sebagai hari besar (hari raya)
yang harus diperingati secara rutin tiap tahun. Peringatan secara rutin dan
terus menerus dalam istilah Arab disebut dengan Ied, sedang kalau
kita mau meneliti dalam kitab-kitab hadits bab tentang hari raya disana
biasanya tertulis Kitabul Idain (kitab tentang dua hari raya atau hari besar),
maksudnya Iedul Fithri dan Iedul Adha. Dari sini jelas sekali bahwa hari Besar
dalam Islam yang diperingati secara rutin tiap tahun hanya ada dua hari saja.
Sekiranya ada hari besar lain yang waktu itu dirayakan oleh Rasulullah dan para
sahabatnya, tentu kaum muslimin mulai zaman shahabat, tabiin dan tabiut-tabiin
sudah lebih dahulu melakukannya. Sebagaimana mereka merayakan Idain secara
mutawatir, tanpa ada khilaf, dan sudah barang tentu juga dijelaskan
adab-adabnya dan bagaimana prakteknya.
Sedangkan dalam tinjauan syar'i peringatan maulid
Nabi sebagaimana di kemukakan syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz
Rahimahullaah dalam kitabnya At Tahdzir minal Bida', adalah merupakan hal baru
dalam Islam, yang tidak pernah di contohkan oleh Rasulullah, para shahabat dan
tabi'in. Ada beberapa alasan mengapa beliau tidak memperbolehkan peringatan
semacam ini
Pertama : merupakan amalan baru yang tertolak,
sebagaimana sabda Nabi n, yang artinya: "Barangsiapa mengada-adakan
(sesuatu hal baru) adalam urusan (agama) kami, yang bukan merupakan ajarannya
maka akan ditolak" (Muttafaq Alaih).
Kedua : Menyelisihi Sunnah Nabi dan Khulafaur
Rasyidin. Nabi Shallallaahu alaihi wa salam bersabda, artinya: "Kamu
semua harus berpegang teguh pada sunnahku (setelah Al-Qur'an) dan sunnah
khulafaur Rasyidin yang mendapat petunjuk Allah setelahku." (HR. Abu
Dawud dan At Tirmidzi).
Ketiga : Mengambil ajaran bukan dari Nabi, Firman
Allah. Artinya : "Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia.
Dan apa yang dila-rangnya bagimu maka tinggalkan-lah; dan bertaqwalah kepada
Allah. Sesung-guhnya Allah sangat keras hukuman-Nya." (QS. 59:7)
Keempat : Tidak pernah dicon-tohkan dan
diteladankan oleh Nabi Shallallaahu alaihi wa salam padahal sebisa mungkin kita
harus meneladani beliau, Firman Allah, artinya: "Sesungguhnya telah ada
pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang
yang mengharap (rahmat) Allah dan (keda-tangan) hari kiamat dan dia banyak
menyebut Allah." (QS. 33:21)
Kelima : Agama Islam telah sempurna tidak perlu penambahan
ajaran baru lagi. Firman Allah, artinya : "Pada hari ini telah
Kusempurnakan untuk kamu agamamu dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan
telah Ku-ridhai Islam itu jadi agamamu." (QS. 5:3)
Keenam : Bahwa Rasulullah telah menunjukan seluruh
kebaikan kepada umatnya dan telah memperingatkan dari kejahatan yang beliu
ketahui, sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Muslim. Beliau tidak pernah memberi
petunjuk tentang peringatan maulid ini, bahkan sebaliknya memperingatkan dari
perkara-perkara baru dalam Islam.
Ketujuh : Membuat ajaran baru dalam Islam
merupakan seburuk-buruk perkara, sebagaiaman penggalan sabda beliau
Shallallaahu alaihi wa salam dalam sebuah khutbahnya, yang artinya: "
Dan seburuk-buruk perkara(dalam agama) ialah yang di ada-adakan (bid'ah), dan
setiap bid'ah itu kesesatan." (HR. Muslim)
Kedelapan : Merupakan sikap tasyabuh
(meniru-niru) ahli kitab dari kaum Yahudi dan Nashrani dalam hari-hari besar
mereka.
Belum lagi jika dalam acara tersebut terdapat ghuluw
(sikap berlebihan) terhadap Nabi Shallallaahu alaihi wa salam misalnya
berkeyakinan kalau Nabi datang dalam acara tersebut dan bisa menjawab do'a, ikhtilath
yaitu bercampur baur pria dan wanita yang bukan muhrim, atau diselingi
dengan pentas musik dan sebaginya.
Kalau kita selidiki kedua
kasus di atas baik itu natal maupun maulid Nabi n, ternyata sumber
kekeliruannya adalah sama yaitu Niat baik yang salah cara penyalurannya.
Padahal Islam telah mengajarkan bahwa suatu amal dikatakan Shalih dan akan
diterima oleh Allah selain diniatkan dengan ikhlas juga harus mengikuti cara
dan petunjuk yang dibawa oleh Nabi n. Karena kalau kita lihat dalam Al-Qur'an,
orang kafir yang dikatakan oleh Allah sebagai orang yang paling rugi amalnya
ternyata dikarenakan salah prediksi (perkiraan). Mereka sangka apa yang mereka
lakukan adalah kebaikan-kebaikan sebagaimana yang mereka niatkan, padahal
sebenarnya adalah kesesatan, firman Allah, artinya : "Katakanlah :
"Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling
merugi perbuatannya. Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam
kehidupan dunia ini, sedang mereka menyangka bahwa mereka berbuat
sebaik-baiknya." (QS. 18:103-104)
Janganlah kita seperti mereka, cocokkan cara
ibadah kita dengan cara ibadah Nabi Shallallaahu alaihi wa salam dan para
sahabatnya, dan sertailah dengan niat ikhlas karena Allah. (Dept. Ilmiah)
Sumber:
- Waspada
Terhadap Bid'ah, Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baaz, Yayasan Al-
Sofwa, cet. 2, 1997.
- Kitab Tauhid, Syaikh At-Tamimi.
- Benarkah Al-Qur'an mengatakan Bibel Sudah Berubah?, HM. Thaha Suhami,
- Kitab Tauhid, Syaikh At-Tamimi.
- Benarkah Al-Qur'an mengatakan Bibel Sudah Berubah?, HM. Thaha Suhami,
Yayasan Kebangkitan Kaum Muslimin.
- Al-Qur'an dan Terjemahannya, cetakan Madinah Munawwarah.
- Al-Qur'an dan Terjemahannya, cetakan Madinah Munawwarah.
BERTOBAT DARI MEROKOK
Fakta-fakta
Rekomendasi WHO, 10/10/1983
menyebutkan seandainya 2/3 dari yang dibelanjakan dunia untuk membeli rokok
digunakan untuk kepentingan kesehatan, niscaya bisa memenuhi kesehatan asasi
manusia di muka bumi.
WHO juga menyebutkan bahwa di Amerika, sekitar 346 ribu orang meninggal tiap tahun dikarenakan rokok.
90% dari 660 orang yang terkena penyakit kanker di salah satu rumah sakit Sanghai Cina adalah disebabkan rokok.
Prosentase kematian disebabkan rokok adalah lebih tinggi dibandingkan karena perang dan kecelakaan lalulintas.
20 batang rokok per hari menyebabkan berkurangnya 15% haemoglobin, yakni zat asasi pembentuk darah merah.
Prosentase kematian orang yang berusia 46 tahun atau lebih adalah 25 % lebih bagi perokok.
WHO juga menyebutkan bahwa di Amerika, sekitar 346 ribu orang meninggal tiap tahun dikarenakan rokok.
90% dari 660 orang yang terkena penyakit kanker di salah satu rumah sakit Sanghai Cina adalah disebabkan rokok.
Prosentase kematian disebabkan rokok adalah lebih tinggi dibandingkan karena perang dan kecelakaan lalulintas.
20 batang rokok per hari menyebabkan berkurangnya 15% haemoglobin, yakni zat asasi pembentuk darah merah.
Prosentase kematian orang yang berusia 46 tahun atau lebih adalah 25 % lebih bagi perokok.
Dugaan-dugaan Dusta
Merokok membantu berfikir,
padahal kenyataannya merokok bisa menceraiberaikan pikiran, mengurangi
konsentrasi berfikir karena rokok menyebabkan penyempitan nafas dan keringnya
tenggorokan.
Merokok membantu menenangkan
urat saraf, padahal sebaliknya rokok berpengaruh buruk pada urat saraf,
sebagaimana ia menyebabkan kencangnya detak jantung dan itu sangat berbahaya.
Merokok memperbanyak teman
dengan saling menawarkan rokok dan berbasa-basi di dalamnya. Ternyata inipun
keliru, sebab pada kenyataannya teman-teman yang dimaksud adalah teman-teman
buruk.
Merokok menghilangkan
rasa lelah, padahal justru menambah kelelahan dan kepayahan karena terganggunya
banyak organ tubuh, seperti urat saraf, alat pencernaan dsb.
Merokok bisa mengusir
kesedihan dan kegalauan, padahal ia mendatangkan kesedihan, kegalauan dan
bencana, di antaranya karena ia harus terus merogoh kantongnya, dan dengan
merokok berarti ia secara terang-terangan melakukan maksiat kepada Allah.
Bahaya Merokok
Merokok sangat berbahaya dan
merusak kesehatan. Di antara bahaya merokok adalah:
·
Melemahkan iman dan menjauhkan diri dari Tuhan.
·
Mengurangi nafsu makan.
·
Menyebabkan penyakit TBC.
·
Menyebabkan sesak nafas.
·
Menyebabkan sulitnya pencernaan makanan.
·
Menyebabkan rusaknya hati.
·
Menyebabkan berhentinya detak jantung.
·
Menyebabkan penyakit kanker.
·
Menyebabkan batuk dan lendir.
·
Menyebabkan lemas dan kurus.
·
Menyebabkan luka lambung.
·
Menyebabkan kebakaran.
·
Menyebabkan keengganan isteri terhadap suaminya.
Mungkin beberapa penyakit di atas belum tampak
pada masa muda karena daya tahan tubuh yang diberikan Allah Subhannahu wa
Ta'ala. Tetapi pada masa tua, berbagai penyakit itu akan bereaksi kecuali jika
Allah menghendaki yang lain.
Bagaimana Memerangi Rokok ?
Tak disangsikan bahwa setiap
penyakit ada obatnya. Adapun untuk mengatasi kecanduan merokok di antaranya
adalah hal-hal berikut:
·
Tarbiyah (pendidikan) keimanan yang
sungguh-sungguh untuk setiap individu masyarakat.
·
Adanya teladan yang baik saat di rumah, sekolah
dan lingkungan lainnya.
·
Melarang para guru merokok di depan murid-muridnya
terutama yang masih berusia belia.
·
Penerangan yang gencar dan intensif tentang bahaya
merokok.
·
Membebankan pajak yang tinggi terhadap berbagai
jenis rokok.
·
Melarang merokok di tempat-tempat kerja, stasiun,
bandara dan tempat-tempat umum lainnya.
·
Menyebarkan fatwa para ulama yang menjelaskan
tentang haramnya rokok.
·
Menyebarkan nasihat-nasihat dan
peringatan-peringatan para dokter tentang bahaya rokok.
·
Peringatan tentang bahaya rokok dalam
ceramah-ceramah, khutbah dan lainnya.
·
Nasihat secara pribadi kepada perokok.
Serba-serbi Rokok
Setiap harinya ada 44 orang
meninggal dunia di Inggris akibat rokok.
Setengah batang terakhir rokok
mengandung zat yang jauh lebih berbahaya dari setengah yang pertama.
Pemerintah Italia pada tahun
1962 melalui UU. No. 65 melarang melakukan iklan rokok dan berbagai hal yang
berkaitan dengannya.
Sebagian dokter berkata,
dalil-dalil sangat kuat sehingga sampai pada tingkat tidak ada jalan lain
menurut perasaan kita sebagai dokter yang bertanggung jawab terhadap kesehatan
umat manusia kecuali kita harus memperingatkan masyarakat dari bahaya rokok
yang mengancam mereka. Karena itu mereka harus berhenti merokok!
Syaikh Muhammad bin Abdullah
Al-Masuti sangat keras dalam hal rokok, sehingga buku-buku yang ditulisnya
banyak membahas tentang haramnya rokok, di antaranya :
"Pemahaman dan Penjelasan tentang Bahaya Tembakau yang
"Pemahaman dan Penjelasan tentang Bahaya Tembakau yang
dikenal dengan Nama Rokok".
"Mutiara-mutiara Pilihan dalam Penjelasan
Tentang Haramnya Tembakau yang dikenal dengan Nama Rokok."
"Penjelasan dan Keterangan Tentang Haramnya Merokok."
Dan dikatakan bahwa rokok dikenal di dunia Arab dan dunia Islam pada umumnya sekitar tahun 1012 H.
"Penjelasan dan Keterangan Tentang Haramnya Merokok."
Dan dikatakan bahwa rokok dikenal di dunia Arab dan dunia Islam pada umumnya sekitar tahun 1012 H.
Perlakuan Terhadap Perokok Tempo Dulu
Syaikh Abdullah bin Muhammad rahimahullah
berkata: "Adapun orang yang mengisap rokok, jika ia mengisapnya setelah
mengetahui hukumnya haram, maka ia dicambuk 80 kali dengan cambukan ringan yang
tidak membahayakannya. Dan jika dia mengisapnya karena kebodohannya maka tidak
ada sangsi atasnya dan ia diperintahkan bertobat dan beristighfar. Dan jika ada
orang mengatakan, rokok itu tidak haram, juga tidak halal, maka dia adalah
orang bodoh yang tidak mengerti apa yang dikatakannya. Beliau juga mengatakan,
'Orang yang menanam tembakau harus dihukum, juga orang yang menyimpannya di
dalam rumah atau mengisapnya, dia harus dihukum.'
Fatwa-fatwa
Ditanyakan kepada Syaikh Muhammad bin Shalih
Al-Utsaimin, 'Apa hukum mengisap rokok berikut dalilnya dari Al-Qur'an dan
Al-Hadits?'
Jawab: Rokok adalah haram. Dalilnya adalah firman
Allah :
"Dan janganlah kamu membunuh dirimu sendiri. Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepada mu." (An-Nisa: 29)
"Dan janganlah kamu membunuh dirimu sendiri. Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepada mu." (An-Nisa: 29)
"Dan janganlah kamu menjerumuskan
dirimu sendiri dalam kebinasaan." (Al-Baqarah: 195)
"Dan janganlah kamu serahkan kepada
orang-orang yang belum sempurna akalnya harta (mereka yang ada dalam
kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan." (An-Nisa: 5)
Lalu Allah dalam banyak
ayatNya melarang kita berlaku boros. Dan, tak diragukan lagi membeli rokok
adalah pemborosan dan sekaligus perusakan kesehatan, sehingga termasuk hal yang
dilarang. Dalam Sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melarang
membuang-buang harta. Dan tentu membelanjakan uang untuk rokok adalah membuang
uang. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :
"Tidak boleh mendatangkan bahaya dan
membalasnya dengan bahaya."
Dan semua tahu, merokok sangat
membahayakan. Di samping itu, jika telah kecanduan rokok, seseorang akan sakit
dan sesak dadanya jika tak mendapatkannya. Padahal itu sama dengan memaksakan
untuk dirinya sesuatu yang tidak ia perlukan.
Akhir yang Memilukan
Ia seorang pemuda berusia 25
tahun dan pecandu rokok selama bertahun-tahun. Suatu ketika ia masuk ke rumah
sakit karena sakit mendadak, yakni lemah jantung. Selama berhari-hari ia
dirawat di ruang gawat darurat dengan berbagai peralatan kedokteran yang
canggih. Dokter yang menangani pasien tersebut menyarankan kepada para perawat
agar pasiennya itu dijauhkan dari rokok, karena rokok itulah penyebab utama
sakitnya, bahkan dokter memerintahkan agar setiap yang besuk diperiksa agar tidak
secara sembunyi-sembunyi memberikan rokok kepadanya. Selang beberapa lama
kesehatannya pulih lagi. Ia kembali melakukan kegiatan-kegiatannya. Namun satu
hal, ia tidak mengindahkan nasihat dokter agar berhenti merokok.
Suatu hari, pemuda tersebut
hilang, orang-orangpun sibuk mencarinya. Mereka akhirnya menemukan pemuda
tersebut tergeletak tewas di sebuah kamar mandi dengan memegang rokok. Kita
berlindung kepada Allah dari kesudahan yang demikian.
Bagaimana Meninggalkan Kebiasaan Merokok?
Sekarang, Anda insya Allah
telah terbuka untuk meyakini haramnya rokok. Juga, Anda telah meyakini
bahaya-bahayanya, baik terhadap diri Anda sendiri maupun terhadap masyarakat.
Mudah-mudahan Allah memudahkan Anda bertobat. Inilah yang diharapkan dari Anda.
Jika Anda telah berusaha kuat meninggalkan kebiasaan merokok, maka ikutilah
langkah-langkah berikut ini :
·
Setelah engkau ketahui bahaya-bahaya rokok,
mulailah berfikir untuk meninggalkannya dan kuatkan keyakinanmu untuk itu
dengan bertawakkal penuh kepada Allah.
·
Buatlah evaluasi harian tentang
keburukan-keburukan rokok terhadap dirimu, teman-temanmu, anak-anakmu,
tetangga-tetanggamu dan lainnya.
·
Jauhkanlah dirimu semampu mungkin dari merokok dan
asap rokok. Usahakan untuk selalu berada pada udara yang bersih dan sibukkanlah
dirimu dengan hal-hal yang bermanfaat.
·
Jika engkau telah mengetahui bahaya rokok dan
engkau yakini haramnya, maka hendaknya engkau membenci dan meninggalkannya
karena Allah, dan jauhilah dari berteman dengan para perokok.
·
Pakailah sikat gigi, siwak atau sejenisnya jika
engkau diserang keinginan merokok kembali.
·
Kurangilah minum teh dan kopi, perbanyak makan
buah-buahan dan makanan yang bergizi lainnya.
·
Usahakan setiap pagi setelah sarapan engkau minum
juice jeruk, apel atau buah-buahan lainnya karena ia bisa mengurangi keinginan
merokok.
Ketahuilah, barangsiapa meninggalkan sesuatu
karena Allah, niscaya Allah akan menggantinya dengan sesuatu yang lebih baik
daripadanya, dalam waktu dekat atau jauh.
Dan terakhir, hendaknya semua itu dilakukan dengan
ikhlas, serta keinginan kuat untuk meninggalkannya yang terbit dari dalam
hatimu sendiri. (ain).
Disadur dari kitab :
RASA'ILUT TAUBAH MINAT TADKHIN MUHAMMAD BIN IBRAHIM AL-HURAIQI
HUKUM MUSIK DAN LAGU
Pandangan Al Qur'an Dan As Sunnah :
Allah Ta'ala berfirman :
"Dan di antara manusia (ada) yang
mempergunakan lahwul hadits untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa
pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu bahan olok-olokan." (Luqman: 6)
Sebagian besar mufassir
berkomen-tar, yang dimaksud dengan lahwul hadits dalam ayat tersebut
adalah nyanyian. Hasan Al Basri berkata,ayat itu turun dalam masalah musik dan
lagu. Allah berfirman kepada setan :
"Dan hasunglah siapa yang kamu sanggupi di
antara mereka dengan suaramu." Maksudnya dengan lagu (nyanyian) dan musik.
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam
telah bersabda:
"Kelak akan ada dari umatku beberapa kaum yang menghalalkan zina, sutera, minuman keras dan musik." (HR. Bukhari dan Abu Daud)
"Kelak akan ada dari umatku beberapa kaum yang menghalalkan zina, sutera, minuman keras dan musik." (HR. Bukhari dan Abu Daud)
Dengan kata lain, akan datang
suatu masa di mana beberapa golongan dari umat Islam mempercayai bahwa zina,
memakai sutera asli, minum-minuman keras dan musik hukumnya halal, padahal
semua itu adalah haram.
Adapun yang dimaksud dengan
musik di sini adalah segala sesuatu yang menghasilkan bunyi dan suara yang
indah serta menyenangkan. Seperti kecapi, gendang, rebana, seruling, serta
berbagai alat musik modern yang kini sangat banyak dan beragam. Bahkan termasuk
di dalamnya jaros (lonceng, bel, klentengan).
"Lonceng adalah nyanyian setan." (HR.
Muslim)
Padahal di masa dahulu mereka
hanya mengalungkan klentengan pada leher binatang. Hadits di atas menun-jukkan
betapa dibencinya suara bel tersebut. Penggunaan lonceng juga ber-arti
menyerupai orang-orang nasrani, di mana lonceng bagi mereka merupakan suatu yang
prinsip dalam aktivitas gereja.
Imam Syafi'i dalam kitabnya Al
Qadha' berkata: "Nyanyian adalah kesia-siaan yang dibenci, bahkan
menyerupai perkara batil. Barangsiapa memperba-nyak nyanyian maka dia adalah
orang dungu, syahadat (kesaksiannya) tidak dapat diterima."
Nyanyian di masa kini :
Kebanyakan lagu dan musik pada saat ini di adakan
dalam berbagai pesta juga dalam tayangan televisi dan siaran radio. Mayoritas
lagu-lagunya berbicara tentang asmara, kecantikan, ketampanan dan hal lain yang
lebih banyak mengarah kepada problematika biologis, sehingga membangkitkan
nafsu birahi terutama bagi kawula muda dan remaja. Pada tingkat selanjutnya
membuat mereka lupa segala-galanya sehingga terjadilah kemaksiatan, zina dan
dekadensi moral lainnya.
Lagu dan musik pada saat ini
tak sekedar sebagai hiburan tetapi sudah merupakan profesi dan salah satu lahan
untuk mencari rizki. Dari hasil menyanyi, para biduan dan biduanita bisa
mem-bangun rumah megah, membeli mobil mewah atau berwisata keliling dunia, baik
sekedar pelesir atau untuk pentas dalam sebuah acara pesta musik.
Tak diragukan lagi hura-hura
musik --baik dari dalam atau manca negara-- sangat merusak dan banyak
menimbul-kan bencana besar bagi generasi muda. Lihatlah betapa setiap ada pesta
kolosal musik, selalu ada saja yang menjadi korban. Baik berupa mobil yang
hancur, kehilangan uang atau barang lainnya, cacat fisik hingga korban
meninggal dunia. Orang-orang berjejal dan mau saja membayar meski dengan harga
tiket yang tinggi. Bagi yang tak memiliki uang terpaksa mencari akal apapun
yang penting bisa masuk stadion, akhirnya merusak pagar, memanjat dinding atau
merusak barang lainnya demi bisa menyaksikan pertunjukan musik kolosal
tersebut. Jika pentas dimulai, seketika para penonton hanyut bersama alunan musik.
Ada yang menghentak, menjerit histeris bahkan pingsan karena mabuk musik. Para
pemuda itu mencintai para penyanyi idola mereka melebihi kecintaan mereka
kepada Allah Ta'ala yang menciptakannya, ini adalah fitnah yang amat
besar.
Tersebutlah pada saat terjadi
perang antara Bangsa Arab dengan Yahudi tahun 1967, para pembakar semangat
menyeru kepada para pejuang: "Maju terus, bersama kalian biduan fulan dan
biduanita folanah ... ", kemudian mereka menderita kekalahan di tangan
para Yahudi yang pendosa.
Semestinya diserukan : Maju terus, Allah bersama
kalian, Allah akan menolong kalian." Dalam peperangan itu pula, salah
seorang biduanita memaklumkan jika mereka menang maka ia akan menyelenggarakan
pentas bulanannya di Tel Aviv, ibukota Israel -padahal biasanya digelar di
Mesir-. Sebaliknya yang dilakukan orang-orang Yahudi setelah merebut kemenangan
adalah mereka bersimpuh di Ha'ith Mabka (dinding ratapan) sebagai tanda
syukurnya kepada Tuhan mereka.
Semua nyanyian itu hampir
sama, bahkan hingga nyanyian-nyanyian yang bernafaskan Islam sekalipun tidak
akan lepas dari kemungkaran. Bahkan di antara sya'ir lagunya ada yang berbunyi:
"Dan besok akan dikatakan, setiap nabi berada
pada kedudukannya ... Ya Muhammad inilah Arsy, terimalah ..."
Bait terakhir dari sya'ir tersebut adalah suatu kebohongan besar terhadap Allah dan RasulNya, tidak sesuai dengan kenyataan dan termasuk salah satu bentuk pengkultusan terhadap diri Rasul Shallallahu 'Alaihi Wasallam, padahal hal semacam itu dilarang.
Bait terakhir dari sya'ir tersebut adalah suatu kebohongan besar terhadap Allah dan RasulNya, tidak sesuai dengan kenyataan dan termasuk salah satu bentuk pengkultusan terhadap diri Rasul Shallallahu 'Alaihi Wasallam, padahal hal semacam itu dilarang.
Kiat Mengobati virus nyanyian
dan musik diantara beberapa langkah yang dianjurkan adalah :
Jauhilah dari mendengarnya baik dari radio,
televisi atau lainnya, apalagi jika berupa lagu-lagu yang tak sesuai dengan
nilai-nilai akhlak dan diiringi dengan musik.
Di antara lawan paling jitu untuk menangkal
ketergantungan kepada musik adalah dengan selalu mengingat Allah dan membaca Al
Qur'an, terutama surat Al Baqarah. Dalam hal ini Allah Ta'ala telah
berfirman :
"Sesungguhnya setan itu lari dari rumah yang
di dalamnya dibaca surat Al Baqarah." (HR. Muslim)
"Hai manusia sesungguhnya telah datang
kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan sebagai penyembuh bagi penyakit-penyakit
(yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang
beriman."(Yunus: 57)
Membaca sirah nabawiyah (riwayat hidup
Rasul Shallallahu 'Alaihi Wasallam) , demikian pula sejarah hidup para
sahabat beliau.
Nyanyian yang diperbolehkan
Ada beberapa nyanyian yang diperbolehkan yaitu:
Menyanyi pada hari raya. Hal itu berdasarkan hadits A'isyah:
"Suatu ketika Rasul Shallallahu 'Alaihi
Wasallam masuk ke bilik 'Aisyah, sedang di sisinya ada dua orang hamba sahaya
wanita yang masing-masing memukul rebana (dalam riwayat lain ia berkata:
"... dan di sisi saya terdapat dua orang hamba sahaya yang sedang menyanyi."),
lalu Abu Bakar mencegah keduanya. Tetapi Rasulullah malah bersabda:
"Biarkanlah mereka karena sesungguhnya masing-masing kaum memiliki hari
raya, sedangkan hari raya kita adalah pada hari ini." (HR. Bukhari)
Menyanyi dengan rebana ketika berlangsung pesta
pernikahan, untuk menyemarakkan suasana sekaligus memperluas kabar
pernikahannya. Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda :
"Pembeda antara yang halal dengan yang haram
adalah memukul rebana dan suara (lagu) pada saat pernikahan." (Hadits
shahih riwayat Ahmad). Yang dimaksud di sini adalah khusus untuk kaum wanita.
Nasyid Islami (nyanyian Islami
tanpa diiringi dengan musik) yang disenandungkan saat bekerja sehingga bisa
lebih membangkitkan semangat, terutama jika di dalamnya terdapat do'a. Rasulullah
Shallallahu 'Alaihi Wasallam menyenandungkan sya'ir Ibnu Rawahah dan
menyemangati para sahabat saat menggali parit. Beliau bersenandung:
"Ya Allah tiada kehidupan kecuali kehidupan akherat maka ampunilah kaum Anshar dan Muhajirin."
"Ya Allah tiada kehidupan kecuali kehidupan akherat maka ampunilah kaum Anshar dan Muhajirin."
Seketika kaum Muhajirin dan Anshar menyambutnya
dengan senandung lain:
"Kita telah membai'at Muhammad, kita
selamanya selalu dalam jihad."
Ketika menggali tanah bersama
para sahabatnya, Rasul Shallallahu 'Alaihi Wasallam juga bersenandung
dengan sya'ir Ibnu Rawahah yang lain:
"Demi Allah, jika bukan karena Allah,
tentu kita tidak mendapat petunjuk, tidak pula kita bersedekah, tidak pula
mengerjakan shalat. Maka turunkanlah ketenangan kepada kami, mantapkan langkah
dan pendirian kami jika bertemu (musuh). Orang-orang musyrik telah mendurhakai
kami, jika mereka mengingin-kan fitnah maka kami menolaknya."
Dengan suara koor dan tinggi mereka balas bersenandung "Kami menolaknya, ... kami menolaknya." (Muttafaq 'Alaih)
Dengan suara koor dan tinggi mereka balas bersenandung "Kami menolaknya, ... kami menolaknya." (Muttafaq 'Alaih)
Nyanyian yang mengandung pengesaan Allah,
kecintaan kepada Rasululah Shallallahu 'Alaihi Wasallam dengan
menyebutkan sifat-sifat beliau yang terpuji; atau mengandung anjuran berjihad,
teguh pendirian dan memper-baiki akhlak; atau seruan kepada saling mencintai,
tomenolong di antara sesama; atau menyebutkan beberapa kebaikan Islam, berbagai
prinsipnya serta hal-hal lain yang bermanfaat buat masyarakat Islam, baik dalam
agama atau akhlak mereka.
Di antara berbagai alat musik
yang diperbolehkan hanyalah rebana. Itupun penggunaannya terbatas hanya saat
pesta pernikahan dan khusus bagi para wanita. Kaum laki-laki sama sekali tidak
dibolehkan memakainya. Sebab Rasul Shallallahu 'Alahih Wasallam tidak
memakainya, demikian pula halnya dengan para sahabat beliau Radhiallahu
'Anhum Ajma'in.
Orang-orang sufi
memperbolehkan rebana, bahkan mereka berpendapat bahwa menabuh rebana ketika
dzikir hukumnya sunnat, padahal ia adalah bid'ah, Rasulullah Shallallahu
'Alaihi Wasallam bersabda :
"Jauhilah perkara-perkara yang diada-adakan,
karena sesungguhnya setiap perkara yang diada-adakan adalah bid'ah. dan setiap
bid'ah adalah sesat." (HR. Turmudzi, beliau berkata: hadits hasan shahih).
HUKUM
PATUNG DAN GAMBAR
Islam datang menyeru
manusia untuk menyembah Allah semata, dan meninggalkan penyembahan kepada
selain Allah, baik itu kepada wali atau orang-orang shaleh lainnya. Dalam
bentuk patung, gambar, kuburan atau lainnya yang merupakan fenomena fisik
penyebab timbulnya kesyirikan.
Dakwah semacam ini telah ada
sejak lama, yakni sejak Allah mengutus para rasul untuk memberi petunjuk kepada
manusia. Allah berfirman:
"Dan sesungguhnya kami telah mengutus
rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): "Sembahlah Allah (saja) dan
jauhilah thaghut (segala yang disembah selain Allah dengan secara
sukarela)." (An
Nahl: 36)
Masalah penyembahan patung-patung
ini telah disebutkan kisahnya dalam surat Nuh. Dalil dan bukti yang
paling kuat bahwa patung-patung itu merupakan personifikasi dari orang-orang
shaleh, sebagaimana disebutkan dalam hadits riwayat Bukhari dari Ibnu Abbas
tentang firman Allah Ta'ala:
" Dan mereka berkata: "Janganlah
sekali-kali kamu meninggalkan (pe-nyembahan) tuhan-tuhan kamu dan janganlah
pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) Wadd, dan jangan pula Suwa',
Yaghuts, Ya'uq dan Nasr." (Nuh: 23-24)
Ibnu Abbas berkata: "Wadd,
Suwa', Yaghuts, Ya'uq dan Nasr adalah nama-nama orang shaleh pada zaman Nabi
Nuh. Ketika mereka telah meninggal dunia, setan membisikkan kepada kaumnya agar
di majlis yang biasa mereka duduk dibangun patung-patung peringatan dan
dinamakan dengan nama-mana mereka. Lalu mereka mela-kukan hal itu. Pada pertama
kalinya, mereka tak menyembah patung-patung tersebut. Sampai setelah generasi
mereka meninggal semua (generasi pembikin patung-patung) dan ilmu telah
dilupakan, maka mulai saat itulah patung-patung tersebut disembah."
Kisah di atas menunjukkan
bahwa penyebab utama timbulnya syirik adalah patung-patung dan gambar-gambar
yang dipersonifikasikan dengan para pemimpin dan orang-orang yang mereka
muliakan.
Banyak orang menyangka,
patung-patung dan gambar-gambar itu hukum-nya halal. Mereka beralasan, sebab
patung-patung dan gambar-gambar tersebut tidak lagi disembah pada zaman modern
ini. Argumen itu terpatahkan dengan beberapa dalil sbb:
Sesungguhnya patung-patung dan
gambar-gambar pada saat ini masih tetap saja disembah oleh manusia. Gambar Isa
Al Masih dan ibundanya Maryam misalnya, keduanya dijadikan sembahan selain
Allah di gereja-gereja bahkan mereka menyembah gambar salib. Di pasar-pasar,
banyak pula dijual lukisan-lukisan Isa dan Maryam yang dijual dengan harga
sangat tinggi. Gambar-gambar itu kemudian digan-tungkan di rumah untuk disembah
dan diagungkan.
Patung-patung orang besar di berbagai negara maju (secara materi, tetapi pada hakekatnya mereka sangat terkebelakang secara rohani) amat diagungkan. Banyak orang mengangkat topi untuk penghormatan dan banyak pula yang membungkukkan badan saat lewat di depan atau samping patung-patung tersebut. Misalnya patung George Washington di Amerika Serikat, patung Napoleon di Perancis, patung Stallin di Rusia dan patung-patung lain yang diletakkan disamping jalan protokol. Yang amat menyedihkan, adalah pemikiran pembuatan patung itu telah menjalar ke negara-negara Islam. Mereka mengikuti jejak orang-orang kafir, mendirikan patung-patung di pinggir jalanraya. Kini, banyak negara-negara Arab dan Islam memiliki patung-patung yang diletakkan ditempat umum tersebut. Semestinya dana pembuatan patung itu dialokasikan untuk pemba-ngunan masjid, madrasah, rumah sakit dan lembaga-lembaga sosial lain, sehingga manfaatnya lebih dirasakan oleh umat Islam, bahkan madrasah atau rumah sakit itu bisa mereka namakan dengan nama-nama mereka sendiri.
Patung-patung orang besar di berbagai negara maju (secara materi, tetapi pada hakekatnya mereka sangat terkebelakang secara rohani) amat diagungkan. Banyak orang mengangkat topi untuk penghormatan dan banyak pula yang membungkukkan badan saat lewat di depan atau samping patung-patung tersebut. Misalnya patung George Washington di Amerika Serikat, patung Napoleon di Perancis, patung Stallin di Rusia dan patung-patung lain yang diletakkan disamping jalan protokol. Yang amat menyedihkan, adalah pemikiran pembuatan patung itu telah menjalar ke negara-negara Islam. Mereka mengikuti jejak orang-orang kafir, mendirikan patung-patung di pinggir jalanraya. Kini, banyak negara-negara Arab dan Islam memiliki patung-patung yang diletakkan ditempat umum tersebut. Semestinya dana pembuatan patung itu dialokasikan untuk pemba-ngunan masjid, madrasah, rumah sakit dan lembaga-lembaga sosial lain, sehingga manfaatnya lebih dirasakan oleh umat Islam, bahkan madrasah atau rumah sakit itu bisa mereka namakan dengan nama-nama mereka sendiri.
Patung-patung yang telah didirikan di
negara-negara Islan itu, suatu saat nanti bakal di sembah oleh manusia. Orang
kelak akan mengangkat topi kepadanya, akan mengagungkan dan menyembahnya,
seperti yang telah kita saksikan di Eropa, Amerika dan di negara-negara
lainnya. Ini adalah kenyataan sejarah. Kaum Nabi Nuh 'Alaihis Salam
dahulunya juga hanya sekedar mendirikan patung-patung pemimpin mereka untuk
sekedar peringatan, tetapi pada akhirnya mereka mengagungkan dan menyembah
patung-patung tersebut.
Rasululllah Shallallahu
'Alaihi Wasallam memerintahkan Ali dengan sabdanya:
"Janganlah engkau tinggalkan patung kecuali
engkau menghancurkannya, dan (jangan engkau sisakan) kuburan yang ditinggikan
kecuali engkau meratakannya dengan tanah. (HR. Muslim)
Seandainya orang yang berakal
mau sedikit berfikir dan merenungkan satu saja dari bahaya beredarnya
gambar-gambar pada saat ini, niscaya dia mengetahui hikmah mengapa
gambar-gambar itu diharamkan dalam Islam.
Renungan itu adalah betapa saat ini kita saksikan gambar-gambar telah membuat banyak kerusakan tatanan umat. Gambar-gambar porno merebak di mana-mana. Gambar-gambar itu merangsang dan membangkitkan nafsu hewani manusia, sehinggga tak jarang gara-gara melihat pengaruh gambar porno tersebut, orang kemudian nekat melakukan zina bahkan perkosaan anak-anak di bawah umur. Na'udzubillah...
Ada yang mengatakan, patung-patung atau gambar-gambar itu hanya sebagai tanda kenang-kenangan.
Tidak, sebab mengenang, misalnya kepada keluaraga atau saudara sesama muslim adalah di dalam hati, dengan mendo'akan agar mereka diampuni oleh Allah dan diberi rahmatNya. Lebih dari itu, berapa banyak patung-patung atau gambar-gambar yang kemudian mengakibatkan sikap saling takabur.
Renungan itu adalah betapa saat ini kita saksikan gambar-gambar telah membuat banyak kerusakan tatanan umat. Gambar-gambar porno merebak di mana-mana. Gambar-gambar itu merangsang dan membangkitkan nafsu hewani manusia, sehinggga tak jarang gara-gara melihat pengaruh gambar porno tersebut, orang kemudian nekat melakukan zina bahkan perkosaan anak-anak di bawah umur. Na'udzubillah...
Ada yang mengatakan, patung-patung atau gambar-gambar itu hanya sebagai tanda kenang-kenangan.
Tidak, sebab mengenang, misalnya kepada keluaraga atau saudara sesama muslim adalah di dalam hati, dengan mendo'akan agar mereka diampuni oleh Allah dan diberi rahmatNya. Lebih dari itu, berapa banyak patung-patung atau gambar-gambar yang kemudian mengakibatkan sikap saling takabur.
Hadits-hadits tentang patung dan gambar:
Telah diriwayatkan dari
Abdullah bin Mas'ud, bahwa Rasul Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:
"Sesungguhnya orang yang paling sakit
dan keras siksanya pada hari kiamat nanti adalah para perupa (tukang
gambar)." (HR. Bukhari)
Abu Hurairah meriwayatkan, bahwasanya Rasulullah Shallallahu
'Alaihi Wasallam bersabda:
"Allah berfirman: "Siapakah
orang yang lebih zhalim daripada orang yang menciptakan (sesuatu) seperti
ciptaan Ku, maka hendaknya mereka mencipta-kan sebutir biji atau sebutir jagung
..."(HR. Bukhari)
Hadits marfu' dari Ibnu Abbas Radhiallahu
'Anhuma menuturkan:
"Setiap perupa ada di neraka,
diciptakan untuknya setiap gambar yang ia bikin sebuah nyawa, sehingga ia
diazab di Jahannam."
Dalam hadits marfu' lain riwayat Bukhari
disebutkan:
"Malaikat tidak akan masuk ke dalam
rumah yang di dalamnya terdapat anjing dan gambar-gambar."
Dari Abu Sa'id, Rasul Shallallahu 'Alaihi
Wasallam bersabda:
"Sungguh kamu akan mengikuti (dan
meniru) tradisi umat-umat sebelum kamu bagaikan bulu anak panah yang serupa
dengan bulu anak panah lainnya, sampai kalaupun mereka masuk ke liang biawak
niscaya kamu akan masuk ke dalamnya pula." Sebagian sahabat bertanya:
" Ya Rasulullah, orang-orang Yahudi dan Nasranikah?" Beliau menjawab:
"Siapa lagi (kalau bukan mereka) ?" (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadits dimuka menjelaskan di antaranya tentang
haramnya gambar dan patung, sebab kita ketahui orang-orang Yahudi dan Nasrani
amat mengagungkan dan menyembah patung-patung dan gambar-gambar. Juga
menandakan betapa ucapan Nabi yang berdasarkan wahyu itu, kini telah
menjadi kenyataan. Banyak orang Islam yang mengikuti tradisi umat Yahudi dan
Nasrani.
Dalam shahihnya Al Barqani meriwayatkan:
"Dan yang sangat aku khawatirkan
terhadap umatku tiada lain adalah para pemimpin yang menyesatkan, dan apabila
pertumpahan darah telah menimpa umatku maka tidak akan berakhir sampai hari
kiamat. Kiamat tidak akan terjadi sebelum ada seuatu kaum dari umatku mengikuti
orang-orang musyrik dan beberapa kelompok dari umatku menyembah berhala. Dan
sesungguhnya akan ada di antara umatku tiga puluh pendusta yang semuanya
mengaku sebagai nabi, padahal aku adalah penutup bagi para nabi, tidak ada nabi
lagi sesudahku. (Sungguhpun demikian) akan tetap ada dari umatku segolongan
yang tegak membela Al Haq dan mendapat pertolongan (dari Allah), mereka tidak
tergoyahkan oleh orang-orang yang menghinakan mereka sampai datang keputusan
Allah Ta'ala.
Bentuk-bentuk gambar dan patung yang
dibolehkan:
Dibolehkan membuat patung dan gambar berbentuk
pohon, bintang, matahari, bulan, gunung, batu, laut, sungai, pemandangan indah
dan tempat-tempat suci seperti Ka'bah, kota Medinah, Masjidil Aqsha dan
masjid-masjid lain. Semua itu dengan catatan, tidak disertai dengan gambar
manusia, binatang atau lainnya yang memiliki nyawa. Dalilnya adalah perkataan
Ibnu Abbas Radhiallahu 'Anhuma:
"Jika engkau harus mengerjakan-nya (menggambar) maka buatlah pohon dan semua yang tidak memiliki nyawa." (HR. Bukhari)
"Jika engkau harus mengerjakan-nya (menggambar) maka buatlah pohon dan semua yang tidak memiliki nyawa." (HR. Bukhari)
Potret-potret yang ditempelkan di dalam KTP,
paspor, SIM dan sebagainya, karena hal-hal tersebut merupakan hal yang
diharuskan dan terpaksa. Jadi, dibolehkannya karena kepentingan dan
keterpaksaan.
Memotret para penjahat, misalnya pembunuh, pencuri
dan lainnya untuk memudahkan pelacakan dan penangkapan, sehingga selanjutnya
bisa dilakukan qishash atasnya, demikian pula kebutuhan pemotretan dalam
ilmu kedokteran atau disiplin ilmu lainnya.
Dibolehkan bagi anak-anak kecil perempuan bermain
boneka, dengan memberinya pakaian, membersihkan dan menidurkannya. Hal itu agar
ia bisa belajar bagaimana kelak ketika ia harus menjadi seorang ibu. Dalil dari
diboleh-kannya hal tersebut adalah perkataan Ummul Mukminin
Aisyah:
"Aku dulu pernah bermain dengan boneka (anak-anakan) perempuan di sisi Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam." HR. Bukhari)
"Aku dulu pernah bermain dengan boneka (anak-anakan) perempuan di sisi Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam." HR. Bukhari)
Sumber dari:
Rasa'ilut Taujihat Al Islamiyah; Oleh As
Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu
Muharramat Istahana Bihannas; Oleh As Syaikh Muhammad bin Shaleh Al Munajjid.
Muharramat Istahana Bihannas; Oleh As Syaikh Muhammad bin Shaleh Al Munajjid.
KEKELIRUAN SIKAP DI MASA MUDA
Masih amat banyak para pemuda
yang jatuh dalam pergaulan yang salah, senang dengan tindakan brutal dan
kekerasan, ugal-ugalan, hura-hura dan bahkan kemaksiatan seperti, minum minuman
keras, pergaulan bebas dan sebagainya. Termasuk tingkat yang mengkhawatirkan
adalah meninggalkan kewajiban yang seharusnya dilaku-kan oleh setiap muslim
yang telah baligh, seperti shalat dan puasa Ramadhan. Alasannya sangat
sederhana, yakni memang begitulah seharusnya seorang pemuda itu, kalau tidak
demikian namanya bukan anak muda.
Kita semuanya tanpa kecuali
pasti menyadari, bahwa masing-masing kita mempunyai kesalahan dan pernah
berdosa, terlupa serta khilaf. Hanya saja orang yang mendapatkan taufiq dan mau
menyadari kekeliruannya pasti akan bersegera untuk bertaubat dan minta ampun
kepada Allah. Menyesali perbuatan itu dan berusaha sekuat tenaga untuk tidak
mengulangi-nya, sebagaimana difirmankan Allah :
“Dan (juga) orang-orang yang apabila
mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri mereka ingat akan
Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat
mengampuni dosa selain dari pada Allah- dan mereka tidak meneruskan perbuatan
kejinya itu, sedang mereka mengetahui. Mereka itu balasannya ialah ampunan dari
Rabb mereka dan Surga yang di dalamnya mengalir sungai-sungai, sedang mereka
kekal di dalamnya; dan itulah sebaik-baik pahala orang-orang yang beramal. (QS. 3:135-136)
Betapa Maha Besarnya Allah!
Seseorang telah melakukan tindak kekejian, menganiaya diri sendiri, kemudian
mau bertaubat, menyesal, minta ampunan dan meninggalkan kemaksiatan itu lalu
Allah mengampuni dan memberikan untuknya kenikmatan abadi di Surga.Mengalir di
bawahnya sungai-sungai, disediakan buah-buahan ranum tak kenal musim, keteduhan
dan kedamaian, bidadari yang jelita dan memandang wajah Allah Yang Agung lagi
Mulia yang merupakan nikmat paling besar bagi penduduk Surga.
Pangkal Kekeliruan
Berbagai tindakan menyimpang
yang dilakukan para pemuda ternyata memiliki muara yang boleh dikatakan sama,
yaitu kekeliruan dalam memaha-mi dan menyikapi masa muda. Hampir sebagian besar
pemuda memiliki persangkaan dan persepsi, bahwa masa muda adalah masa
berkelana, hura-hura, bersenang-senang, main-main, berfoya-foya dan mengabiskan
waktu untuk bersuka ria semaunya.
Untuk menimbang dan meman-dang
dari sudut syar’i dikatakan belum waktunya dan bukan trendnya. Padahal
kenyataannya syari’at berbicara lain, yaitu masa muda adalah masa dimulainya
seseorang untuk memikul suatu beban tanggung jawab sebagaimana yang disebutkan
dalam sebuah hadits riwayat At-Tirmidzi, bahwa ada tiga golongan yang pena
diangkat (tidak ditulis dosanya) yang salah satunya adalah seorang anak hingga
ia dewasa (menjadi pemuda). Maka bagaimana-kah seorang pemuda muslim yang
ketika itu catatan keburukan sudah mulai ditulis malah justru memperbanyak
keburukannya?
Yang sebenarnya adalah, masa muda merupakan masa
dimulainya seseorang memulai menumpuk dan memperbanyak amal kebajikan, masa
menghitung dan introspeksi diri, masa penuh semangat dan jiwa membara untuk
membangun dan beramal seba-nyak-banyaknya. Masa di mana sege-nap kemampuan dan
tenaga dicurahkan serta masa yang penuh dengan kesem-patan emas untuk melakukan
berbagai ketaatan dan kebaikan.
Bentuk-Bentuk Kesalahan yang Sering Dilakukan
Pemuda
1. Meremehkan Kewajiban
Banyak sekali di antara
para pemuda yang meremehkan kewajiban-kewajiban yang telah di tetapkan oleh
Allah Subhanahu wa Ta'ala , mereka lupa, bahwa Allah menciptakan manusia tidak
lain adalah agar beriba-dah kepada-Nya. Allah telah berfirman,
“Dan Aku tidak menciptakan
jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku. Aku tidak menghendaki
rezeki sedikit pun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya memberi Aku
makan”. (QS. 51:56-57)
Allah Subhanahu wa Ta'ala
dalam hadits qudsi, berfirman,
“Tidaklah hamba-Ku
melakukan taqarrub (ibadah) dengan sesuatu yang lebih Aku cintai daripada
apa-apa yang telah Aku wajibkan kepadanya.” (HR. Al-Bukhari)
Kewajiban paling pokok
yang sering dilupakan oleh kebanyakan anak-anak muda adalah shalat (lima waktu)
yang merupakan ibadah paling agung setelah syahadatain. Nabi telah menegaskan
dalam sabdanya,
“Pemisah antara seseorang
dengan kemusyrikan dan kekufuran adalah (dalam hal) meninggalkan shalat.” (HR Muslim). Dan sabdanya yang lain, “Perjanjian
antara kita (muslimin) dengan mereka (orang kafir) adalah shalat, maka barang
siapa meninggalkannya ia telah kafir.” (HR. Ahmad, At-Tirmidzi dan An-Nasai
dishahihkan oleh Al-Albani).
Apabila seseorang telah
menyia-nyiakan shalatnya, maka terhadap selain shalat biasanya lebih
menyia-nyiakan lagi.
2. Terlalu Menuruti Hawa Nafsu
Yakni dengan tanpa
memperhati-kan halal dan haram lagi, yang penting kemauannya terpenuhi. Jika
saja ia mau bersungguh-sungguh memegang aturan Islam serta mau berpegang dangan
talinya, maka tentu Allah akan menjaganya dari hal-hal yang haram. Kemudian
Allah akan memberikan untuknya kesenangan yang halal yang dapat mencukupinya.
Namun karena keimanan yang lemah dan rasa malu yang tipis, maka ia malah enggan
dengan pemberian Allah tersebut dan lari darinya sehingga melanggar batas-batas
yang telah ditetapkan Allah. Maka ia berhak mendapatkan celaan dari Allah
dalam firmanNya,
“Maka datanglah sesudah
mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan
hawa nafsunya, maka kelak mereka akan menemui kesesatan.” (QS. 19:59)
3. Menyia-Nyiakan Waktu/Umur.
Hal ini disebabkab
karena kitidak-tahuan terhadap hakekat fase masa muda, serta tujuan dari
kehidupan. Seandainya para pemuda menyadari, bahwa waktu adalah kehidupannya
dan umur adalah segala-galanya, tentu mereka tidak akan membuangnya dengan
percuma.
Sebagian salaf
berkata,”Wahai anak Adam! kalian adalah hari-hari yang berputar, tatkala lewat
satu hari, maka bagian dari dirimu telah hilang.”
4.Mabuk-Mabukan dan Mengkonsumsi Narkoba
Ini merupakan bala’
yang sangat besar bagi kawula muda, karena dengan terjurumus di dalamnya
berarti ia telah menyerahkan jiwanya untuk dikendali-kan setan dan hawa nafsu
yang buruk.
Khamer adalah biang
kekejian sedangkan narkoba tak ada bedanya dengan khamer karena sama-sama
memabukkan dan merusak akal. Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam dalam sabdanya
telah menegaskan,
“Setiap yang memabukkan
adalah khamer dan setiap yang memabukkan adalah haram.” (Muttafaq ‘alaih).
5. Merokok
Merokok memang bukan
kategori miras atau narkoba, namun tetap saja merupakan sesuatu yang
membahayakan ditinjau dari berbagai segi, baik kesehatan, kejiwaan, sosial dan
ekonomi. Oleh karena itu banyak ulama yang menyatakan keharamannya berdasarkan
banyak dalil yang terkait dengan bahaya-bahaya tersebut. Di antara dampak
negatif merokok adalah membahayakan kesehatan, jika dilaku-kan di tempat umum
asapnya mengganggu dan membahayakan orang lain serta termasuk menyia-nyiakan uang
untuk sesuatu yang tidak berguna.
6. Kebiasaan Rahasia (Onani)
Biasanya para pemuda
yang melakukan ini karena khawatir terjerumus ke dalam dosa zina, maka dengan
itu ia berharap agar dapat meredam gejolak syahwatnya. Namun kenyataannya tidak
sesuai yang di harapkan, malahan justru menambah besar dorongan hawa nafsunya.
Ia bukanlah obat penyembuh, dan bukanlah cara penyaluran yang sesuai syariat.
Obat yang dianjurkan
adalah menikah, menjaga pandangan, puasa, menyibukkan diri dengan kegiatan
positif, mencari teman yang baik, menjauhi tempat-tempat yang banyak fitnah,
tidak menonton acara-acara yang merusak dll.
7. Suka Meniru Trend Orang Kafir (Tasyabbuh)
Masalah ini cukup
serius dan membahayakan, muncul akibat pera-saan kurang dan rendah kemauan yang
membawanya berputar dalam lingka-ran keburukan. Tidak mau menghiasi diri dengan
tingginya akhlak yang diajarkan oleh agamanya sendiri. Mereka lupakan sabda
Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam ,
“Barangsiapa menyerupai
suatu kaum, maka ia termasuk golongannya.” (HR Ahmad dan Abu Dawud dishahihkan oleh
Al-Albani)
8. Hobi Mengumbar Lisan
Bentuknya berupa
mengejek dan mengolok-olok orang, menggunjing dan adu domba, dusta, mencela dan
melaknat serta mengucapkan perkataan perkataan buruk dan jorok. Di antara
firman Allah yang melarang hal-hal tersebut adalah surat Al-Hujurat :11-12.
9.Durhaka Kepada Kedua Orang Tua
Allah telah mengingatkan kita
semua dengan firman-Nya
“Dan Kami perintahkan
kepada manu-sia (berbuat baik) kepada dua orang ibu bapanya” (QS.Luqman :14)
Dan sabda Nabi Shallallaahu
alaihi wa Sallam , “Terlaknatlah siapa saja yang mendurhakai
kedua orang tuanya.” (HR. Ath-Thabrani dishahihkan oleh
Al-Albani)
10. Mendengarkan Nyanyian dan Musik
Para pemuda dan juga
kebanyakan manusia amat perhatian dengan musik dan nyanyian-nyanyian, hingga
rumah-nya penuh dengan koleksi lagu-lagu yang boleh dibilang sebagian besarnya
berbicara tentang cinta, syahwat dan segala yang memancing tindakan buruk.
Nabi telah mensinyalir melalui
sabdanya, “Sungguh akan datang suatu zaman pada umatku ini dimana saat
itu orang-orang menganggap halal perzina-an, sutra, khamer dan musik.”(HR.
Al-Bukhari)
11.Bangga dengan Perbuatan Dosa
Amat banyak anak muda yang
merasa bangga apabila dapat mencelakai sesamanya, memukul atau menghajar hingga
terluka, kuat minum sekian botol, tidak puasa Ramadhan dan lain sebagainya.
Andaikan ia tidak terang-terangan dan merasa bangga dengan dosanya, maka besar
kemungkinan Allah akan mengampuninya, karena dalam Hadits Muttafaq
‘Alaih, Nabi n telah bersabda, bahwa seluruh umatnya akan diampuni kecuali al-mujahirun
(orang yang terang-terangan dalam berbuat dosa).
12. Tidak mensyukuri nikmat Allah dan
menyia-nyiakannya.
13. Mengganggu
dan menyakiti orang lain, tidak menghormati yang tua.
14. Memutuskan hubungan silatur rahmi.
15. Suka
mengikuti program obrolan dengan lawan jenis via telepon.
16. Menunda taubat dan panjang angan-angan.
17. Terlalu banyak tertawa dan bercanda
18. Bergaul dengan teman yang buruk perangai.
19. Tidak perhatian dengan urusan-urusan kaum
muslimin.
Sumber: Kutaib “Min Akhtha’ Asy Syabab” Qism
Al-Ilmi Darul Wathan Riyadh.
KEMUSYRIKAN DAN ZIARAH KUBUR
Menziarahi kubur orang Islam
itu disyari'atkan bahkan disunnahkan. Karena Nabi shallallahu 'alaihi wasalam
menziarahi kuburan di Baqi' (kuburan kaum muslimin di Madinah), dan demikian
pula kuburan para syuhada' perang Uhud. Nabi Nabi shallallahu 'alaihi wasalam
berkata:
|
artinya:
"Semoga keselamatan (dilimpakan) atas kalian wahai penghuni kubur dari orang-orang Mukmin dan Muslim, sedangkan kami insya Allah akan menyusul kalian, kami mohon kepada Allah (semoga) untuk kami dan kalian (diberi) afiat. " (Hadits dikeluarkan oleh Muslim 975 dari Buraidah).
"Semoga keselamatan (dilimpakan) atas kalian wahai penghuni kubur dari orang-orang Mukmin dan Muslim, sedangkan kami insya Allah akan menyusul kalian, kami mohon kepada Allah (semoga) untuk kami dan kalian (diberi) afiat. " (Hadits dikeluarkan oleh Muslim 975 dari Buraidah).
Pada mulanya dulu Nabi shallallahu 'alaihi wasalam
melarang ziarah kubur, kemudian beliau membolehkannya dengan sabdanya:
|
artinya: "Dahulu saya telah melarang kalian
ziarah kubur, maka (kini) ziarahlah kalian padanya karena sesungguhnya itu
mengingatkan kematian." (HR Muslim 977, At-Tirmidzi 1054, At-Thayalisi
807, Ibnu Hibban 3168, Al-Hakim 12/375, Abu Daud 3235, dan Ahmad 5/359).
Dan dalam riwayat yang lain:
Dan dalam riwayat yang lain:
|
artinya:"...maka (kini) ziarahlah kalian
padanya karena sesungguhnya (ziarah kubur) itu menzuhudkan (menjauhkan diri
dari kecintaan) terhadap dunia dan mengingatkan akhirat." (HR Ibnu Majah
dalam sunannya, nomor 1571).
Hadits-hadits tentang ziarah kubur itu diriwayatkan dalam kitab Shahihain —Al-Bukhari dan Muslim—, Sunan At-Tirmidzi dan lainnya. Keseluruhan hadits-hadits tersebut ada di kitab Misykatul Mashabih 1/154.
Ziarah kubur itu ada dua macam: Syar'iyah (di-syari'atkan) dan syirkiyah (termasuk kemusyrikan).
Hadits-hadits tentang ziarah kubur itu diriwayatkan dalam kitab Shahihain —Al-Bukhari dan Muslim—, Sunan At-Tirmidzi dan lainnya. Keseluruhan hadits-hadits tersebut ada di kitab Misykatul Mashabih 1/154.
Ziarah kubur itu ada dua macam: Syar'iyah (di-syari'atkan) dan syirkiyah (termasuk kemusyrikan).
Ziarah kubur yang Syar'iyah
Ziarah kubur yang disyari'atkan dalam Islam adalah berziarah ke kubur
Muslimin, dan mengucapkan salam atas mereka, mendo'akan untuk mereka agar
diberi ampunan dan maghfirah, sebagaimana terdapat dalam hadits-hadits. Dan
hendaklah kamu mengambil pelajaran (i'tibar) dengan keadaan mereka dahulunya
bahwa mereka dulu begini dan begitu, mereka adalah nabi-nabi, wali-wali,
orang-orang shalih, raja-raja, umara' (pemimpin pemerintahan) dan orang-orang
kaya. Mereka telah mati, telah dipendam, telah menjadi tanah, dan mereka telah
menjumpai apa yang telah mereka perbuat baik berupa kebaikan atau keburukan.
Jadi, ziarah kubur itu tidak untuk mengambil pelajaran dan menebalkan sikap meterialistis yang mementingkan kehidupan dunia ini. Karena kehidupan di dunia ini adalah tipuan dan tidak kekal, sedangkan kita semua akan mati dan akan dikubur. Maka sebaiknya kita tidak tertipu oleh gebyar dan kesenangan dunia. Inilah hakikat ziarah kubur yang syar'i itu.
Jadi, ziarah kubur itu tidak untuk mengambil pelajaran dan menebalkan sikap meterialistis yang mementingkan kehidupan dunia ini. Karena kehidupan di dunia ini adalah tipuan dan tidak kekal, sedangkan kita semua akan mati dan akan dikubur. Maka sebaiknya kita tidak tertipu oleh gebyar dan kesenangan dunia. Inilah hakikat ziarah kubur yang syar'i itu.
Ziarah kubur yang syirkiyah
Adapun ziarah kubur yang
syirkiyah atau menyekutukan Allah dan sangat dilarang dalam Islam adalah
apabila peziarah menciumi kuburan, atau sujud di atasnya, atau mengusap-usapnya,
atau memanggil-manggil penghuninya, atau minta pertolongan padanya (istighatsah
dengan kubur), atau minta keselamatan (istinjad) padanya, atau bernadzar
(misalnya kalau sukses usahanya maka akan mengadakan penyembelihan) untuk
kubur, atau menyangka/ meyakini bahwa (mayit) yang dikubur itu bisa memberi
manfaat atau mudharat padanya.
Ziarah kubur yang model ini
adalah bertentangan dengan hikmah disyari'atkannya ziarah kubur itu sendiri.
Bahkan itu adalah kenyataan yang dulunya diperbuat oleh ahli jahiliyah. Oleh
karena itu dulu Nabi shallallahu 'alaihi wasalam melarang ziarah kubur.
Menjauhi syirik
itu mutlak. Allah memerintahkan semua manusia agar memurnikan ibadahnya hanya
untuk Allah, sedang Dia menciptakan seluruh manusia hanyalah untuk beribadah
kepadaNya dengan ikhlas. Sebagaimana Allah firmankan, artinya: "Dan Aku
tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembahKu."
(Adz-Dzaariyaat/ 51:56).
Ketahuilah
bahwa ibadah itu tidak sah kecuali bersama tauhid (mengesakan Allah ¥?).
Sebagaimana shalat itu tidak sah kecuali beserta thaharah (suci) dan wudhu'.
Maka apabila kemusyrikan masuk ke dalam ibadah pasti rusaklah ibadah itu,
seperti halnya hadats apabila masuk ke dalam wudhu' maka rusaklah wudhu'nya.
Syirik itu jika mencampuri ibadah maka merusak ibadah , dan menghapus
pahala ketaatan, hingga pelakunya termasuk penghuni neraka yang kekal di
dalamnya.
Ketahuilah bahwa di antara hal-hal penting yang wajib diketahui adalah: mengetahui syirik. Siapa yang tidak tahu syirik boleh jadi dia terjatuh di dalam kemusyrikan, sedangkan dia tidak tahu! Allah Ta'ala berfirman, artinya: "Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu bagi siapa yang dikehendakiNya." (QS An-Nisaa': 48, 116).
Dalam ayat tersebut Allah Ta'ala menjelaskan bahwa Dia tidak mengampuni hamba yang mati dalam keadaan musyrik. Dan Dia mengampuni dosa selain syirik bagi hambaNya yang Ia kehendaki.
Ketahuilah bahwa di antara hal-hal penting yang wajib diketahui adalah: mengetahui syirik. Siapa yang tidak tahu syirik boleh jadi dia terjatuh di dalam kemusyrikan, sedangkan dia tidak tahu! Allah Ta'ala berfirman, artinya: "Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu bagi siapa yang dikehendakiNya." (QS An-Nisaa': 48, 116).
Dalam ayat tersebut Allah Ta'ala menjelaskan bahwa Dia tidak mengampuni hamba yang mati dalam keadaan musyrik. Dan Dia mengampuni dosa selain syirik bagi hambaNya yang Ia kehendaki.
Ayat di atas menunjukkan bahwa syirik adalah sebesar-besar dosa. Karena
Allah menjelaskan bahwa Dia tidak mengampuni dosa syirik bagi orang yang belum
bertobat (sebelum kematiannya). Sedangkan dosa selain syirik maka ada di bawah
kehendak Allah, jika Dia berkehendak, maka Dia akan mengampuni, dan jika Dia berkehendak,
Dia akan menyiksanya karena dosanya itu. Dengan demikian wajib bagi setiap
hamba untuk takut pada kemusyrikan yang merupakan dosa terbesar itu.
Wajib sama sekali atas setiap Muslim mengetahui dan menghindari syirik itu.
Untuk mengetahuinya di antaranya hendaklah dibaca risalah Al-Ushuuluts
Tsalaatsah (sudah diterjemahkan dengan penjelasannya, berjudul Penjelasan Kitab
3 Landasan Utama), dan Kitab Tauhid karangan Syaikh Muhammad At-Tamimi
(keduanya diterbitkan oleh Darul Haq).
Dalam buku itu disebutkan firman Allah, artinya: "Sesungguhnya barangsiapa menyekutukan Allah maka pasti Allah mengharamkan kepadanya Surga dan tempatnya adalah neraka, dan tidak ada seorang pun penolong bagi orang-orang yang dhalim." (QS Al-Maidah: 72).
Nabi n bersabda: "Dosa terbesar adalah engkau menjadikan tandingan (sekutu) bagi Allah sedangkan Dia lah yang menciptakanmu." (HR Al-Bukhari dan Muslim).
Syaikh Muhammad Al-Utsaimin menjeaskan firman Allah yang artinya: "Dan sembahlah Allah dan janganlah kamu menyekutukanNya dengan sesuatu pun." (An-Nisaa': 36).
Dalam ayat ini Allah memerintahkan agar manusia beribadah kepadaNya serta melarang berbuat syirik. Dan ini mengandung pengertian bahwa penyembahan itu hanyalah milik Allah semata.
Dalam buku itu disebutkan firman Allah, artinya: "Sesungguhnya barangsiapa menyekutukan Allah maka pasti Allah mengharamkan kepadanya Surga dan tempatnya adalah neraka, dan tidak ada seorang pun penolong bagi orang-orang yang dhalim." (QS Al-Maidah: 72).
Nabi n bersabda: "Dosa terbesar adalah engkau menjadikan tandingan (sekutu) bagi Allah sedangkan Dia lah yang menciptakanmu." (HR Al-Bukhari dan Muslim).
Syaikh Muhammad Al-Utsaimin menjeaskan firman Allah yang artinya: "Dan sembahlah Allah dan janganlah kamu menyekutukanNya dengan sesuatu pun." (An-Nisaa': 36).
Dalam ayat ini Allah memerintahkan agar manusia beribadah kepadaNya serta melarang berbuat syirik. Dan ini mengandung pengertian bahwa penyembahan itu hanyalah milik Allah semata.
Barangsiapa tidak menyembah Allah maka dia kafir dan sombong. Barangsiapa
menyembah Allah tetapi juga menyembah selainNya, maka dia kafir dan musyrik.
Barangsiapa menyembah Allah saja, maka dia orang Muslim yang sesungguhnya.
Barangsiapa menyembah Allah saja, maka dia orang Muslim yang sesungguhnya.
Syirik ada dua macam : besar dan kecil.
Syirik besar yaitu menyekutukan Allah dengan selainNya yang
menyebabkan pelakunya keluar dari agama Islam. Lebih jelasnya, syirik akbar
(besar) yaitu menjadikan tandingan atau sekutu terhadap Allah dalam hal
beribadah, berdoa, atau mengharapkan, atau takut, atau cinta, dalam memperlakukan
tandingan itu seperti memperlakukannya kepada Allah. Atau memperlakukan
tandingan itu dengan perlakuan jenis ibadah. Itulah syirik yang Allah haramkan
atas pelakunya untuk masuk surga, sedang tempatnya adalah neraka.
Syirik kecil adalah setiap pekerjaan: ucapan atau tindakan yang dinyatakan oleh syara' bahwa termasuk perbuatan syirik, namun tidak menyebabkan pelakunya keluar dari agama Islam. Lebih jelasnya, syirik ashghar (kecil) adalah seluruh perkataan dan perbuatan yang menjadi perantara kepada syirik besar, seperti bersumpah dengan selain Allah, riya' , beramal tidak ikhlas karena Allah. Riya' yaitu menampak-nampakkan (pamer) kebaikan agar dipuji orang. Nabi n mengungkapkan kekhawatirannya terhadap sahabatnya akan adanya riya' pada mereka, karena riya' itu paling banyak dan disenangi oleh jiwa manusia dan paling mudah dilakukan. Kalau sahabat yang imannya sangat tebal saja diperingatkan dengan kekhawatiran Nabi n akan adanya syirik kecil (riya') itu pada mereka, maka umat Islam hendaknya lebih khawatir adanya syirik besar dan kecil karena lemahnya iman. Sedangkan berziarah kubur yang sampai memberlakukan kuburan sebagai jenis yang diibadahi dan dimintai tolong itu jelas satu jenis kemusyrikan. Maka apakah tidak pantas untuk dikhawatiri.
Syirik yang kecil (ashghar) pun sangat ditekankan untuk dihindari, apalagi syirik besar (akbar). Maka perbuatan yang menjurus kepada kemusyrikan wajib dihindari. Demikian pula ziarah kubur yang menjurus kepada kemusyrikan, wajib pula dihindari. Ketegasan Nabi n yang pernah melarang ziarah kubur itu kaitannya adalah dengan dosa yang paling besar yakni syirik. Selama seseorang belum bisa membersihkan dirinya dari kemusyrikan dalam hal ziarah kubur, maka larangan berziarah kubur tetap berlaku pada orang itu. Dan dia baru tidak dilarang bila memang sudah jelas ziarah kuburnya itu tanpa tercampuri kemusyrikan sedikitpun.
KESALAHAN-KESALAHAN YANG SERING DILAKUKAN DI BULAN RAMADHAN
Syirik kecil adalah setiap pekerjaan: ucapan atau tindakan yang dinyatakan oleh syara' bahwa termasuk perbuatan syirik, namun tidak menyebabkan pelakunya keluar dari agama Islam. Lebih jelasnya, syirik ashghar (kecil) adalah seluruh perkataan dan perbuatan yang menjadi perantara kepada syirik besar, seperti bersumpah dengan selain Allah, riya' , beramal tidak ikhlas karena Allah. Riya' yaitu menampak-nampakkan (pamer) kebaikan agar dipuji orang. Nabi n mengungkapkan kekhawatirannya terhadap sahabatnya akan adanya riya' pada mereka, karena riya' itu paling banyak dan disenangi oleh jiwa manusia dan paling mudah dilakukan. Kalau sahabat yang imannya sangat tebal saja diperingatkan dengan kekhawatiran Nabi n akan adanya syirik kecil (riya') itu pada mereka, maka umat Islam hendaknya lebih khawatir adanya syirik besar dan kecil karena lemahnya iman. Sedangkan berziarah kubur yang sampai memberlakukan kuburan sebagai jenis yang diibadahi dan dimintai tolong itu jelas satu jenis kemusyrikan. Maka apakah tidak pantas untuk dikhawatiri.
Syirik yang kecil (ashghar) pun sangat ditekankan untuk dihindari, apalagi syirik besar (akbar). Maka perbuatan yang menjurus kepada kemusyrikan wajib dihindari. Demikian pula ziarah kubur yang menjurus kepada kemusyrikan, wajib pula dihindari. Ketegasan Nabi n yang pernah melarang ziarah kubur itu kaitannya adalah dengan dosa yang paling besar yakni syirik. Selama seseorang belum bisa membersihkan dirinya dari kemusyrikan dalam hal ziarah kubur, maka larangan berziarah kubur tetap berlaku pada orang itu. Dan dia baru tidak dilarang bila memang sudah jelas ziarah kuburnya itu tanpa tercampuri kemusyrikan sedikitpun.
KESALAHAN-KESALAHAN YANG SERING DILAKUKAN DI BULAN RAMADHAN
Dalam setahun, ada satu bulan yang
kedatangannya selalu kita nantikan, ia adalah bulan Ramadhan. Alhamdulillah,
bulan yang sangat kita rindukan itu kini telah tiba. Pada bulan ini Allah
mencurahkan kebaikanNya untuk segenap hamba-hambaNya yang beriman. Di bulan
Ramadhan, kedermawanan Nabi shallallahu alaihi wasallam lebih deras dari
hembusan angin. Para Sahabat dan As-Salafus Shalih terdahulu selalu
berlomba-lomba menumpuk kebaikan dan amal ibadah di dalamnya. Namun saat ini,
kondisi umat Islam sungguh memilukan, mayoritas mereka tak saja lemah untuk
diajak ber-fastabiqul khairat (berlomba-lomba dalam kebaikan) di bulan penuh
kemuliaan ini, tapi mereka selalu saja -hampir sepanjang tahun- tak siap
dengan amalan-amalan yang semestinya mereka lakukan secara benar. Karena itu,
redaksi An-Nur berikut ini menyajikan tulisan tentang berbagai kesalahan
yang sering dilakukan di bulan Ramadhan. Ditulis oleh seorang ulama yang
memiliki perhatian khusus terhadap bulan Ramadhan, di antaranya beliau juga
menulis buku "Risalah Ramadhan" (telah diterjemahkan ke dalam
bahasa Indonesia, cet. Darul Haq), beliau adalah Syaikh Abdullah bin
Jarullah bin Ibrahim Al-Jarullah. Bagian pertama dari dua tulisan.
Bulan Ramadhan adalah bulan penuh berkah, musim
berbagai macam ibadah seperti puasa, shalat, membaca Al-Qur'an, bersede-kah,
berbuat baik, dzikir, do'a, istighfar, memohon Surga,
berlindung dari masuk Neraka serta macam-macam ibadah dan amal kebajikan
lainnya.
Orang yang beruntung adalah yang menjaga setiap
detik waktunya, baik di siang atau malam hari untuk berbagai amal perbuatan
yang menjadikannya berbahagia serta lebih dekat kepada Allah, sesuai dengan
yang diperintahkan, tanpa menambah atau mengurangi. Karena itu, setiap muslim
wajib belajar tentang hukum-hukum puasa.
Sayangnya, tak sedikit orang yang melalaikan
masalah ini, sehingga banyak terjerumus pada kesalahan-kesalahan. Di antara
kesalahan-kesalahan yang jamak (umum) dilakukan orang berkaitan dengan
bulan Ramadhan adalah:
Tidak mengetahui hukum-hukum puasa serta
tidak menanyakannya.
Padahal Allah berfirman: "Maka bertanyalah
kepada orang yang mempunyai pengetahuan, jika kamu tidak
mengetahui." (An-Nahl:43).
Dan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa dikehendaki baik oleh Allah, niscaya ia dipahamkan dalam urusan agamanya." ( Muttafaq Alaih).
Dan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa dikehendaki baik oleh Allah, niscaya ia dipahamkan dalam urusan agamanya." ( Muttafaq Alaih).
Menyambut bulan suci Ramadhan dengan hura-hura dan
bermain-main. Padahal yang seharusnya adalah menyambut bulan yang mulia
tersebut dengan dzikir dan bersyukur kepada Allah, karena masih diberi
kesempatan bertemu kembali dengan Ramadhan. Lalu hendaknya ia bertaubat dengan
sungguh-sungguh, kembali kepada Allah serta melakukan muhasabatun nafs
(perhitungan dosa-dosa pribadi), baik yang kecil maupun yang besar, sebelum
datang hari Perhitungan dan Pembalasan atas setiap amal yang baik maupun yang
buruk.
Ta'at hanya di bulan Ramadhan.
Sebagian orang, bila datang bulan Ramadhan mereka
bertaubat, shalat dan puasa. Tetapi jika bulan Ramadhan telah berlalu mereka
kembali lagi meninggalkan shalat dan melakukan berbagai perbuatan
maksiat. Alangkah celaka golongan orang seperti ini, sebab
mereka tidak mengetahui Allah kecuali di bulan Ramadhan. Tidakkah mereka
mengetahui bahwa Tuhan bulan-bulan pada sepanjang tahun adalah Satu jua?
Bahwa maksiat itu haram hukumnya di setiap waktu? Bahwa Allah mengetahui
perbuatan mereka di setiap saat dan tempat?
Karena itu, hendaknya mereka bertaubat kepada Allah dengan taubat nashuha (sebenar-benar taubat), meninggalkan maksiat serta menyesali apa yang telah mereka lakukan di masa lalu, selanjutnya berkemauan kuat untuk tidak mengulanginya di kemudian hari. Dengan demikian insya Allah taubat mereka akan diterima, dan dosa-dosa mereka diampuni.
Karena itu, hendaknya mereka bertaubat kepada Allah dengan taubat nashuha (sebenar-benar taubat), meninggalkan maksiat serta menyesali apa yang telah mereka lakukan di masa lalu, selanjutnya berkemauan kuat untuk tidak mengulanginya di kemudian hari. Dengan demikian insya Allah taubat mereka akan diterima, dan dosa-dosa mereka diampuni.
Beranggapan keliru
Sebagian orang beranggapan bulan Ramadhan adalah
kesempatan untuk tidur dan bermalas-malasan di siang hari, serta untuk begadang
di malam hari. Lebih disayangkan lagi, mayoritas mereka begadang dalam hal-hal
yang dimurkai Allah, berhura-hura, bermain yang sia-sia (seperti main kartu
dsb.), menggunjing, adu domba dan sebagainya. Hal-hal semacam ini sangat
berbahaya dan merugikan mereka sendiri.
Sesungguhnya hari-hari bulan Ramadhan
merupakan saksi ta'atnya orang-orang yang ta'at
dan saksi maksiatnya orang-orang yang ahli maksiat dan lupa diri.
Bersedih dengan datangnya bulan Ramadhan
Sebagian orang ada yang merasa sedih dengan
datangnya bulan Ramadhan dan bersuka cita jika bulan Ramadhan berlalu. Sebab
mereka beranggapan bulan Ramadhan akan menghalangi mereka melakukan kebiasaan
maksiat dan menuruti syahwat. Mereka berpuasa sekedar ikut-ikutan dan
toleransi. Karena itu mereka lebih mengutamakan bulan-bulan lain daripada bulan
Ramadhan. Padahal ia adalah bulan penuh barakah, ampunan, rahmat dan
pembebasan dari Neraka bagi setiap muslim yang melakukan kewajiban-kewajibannya
dan meninggalkan setiap yang diharamkan atasnya, mengerjakan segala perintah
dan menjauhi segala yang dilarang.
Begadang untuk sesuatu yang tidak terpuji
Banyak orang yang begadang pada malam-malam
Ramadhan dengan melakukan sesuatu yang tidak terpuji, bermain-main, ngobrol,
jalan-jalan atau duduk-duduk di jembatan atau trotoar jalan. Pada tengah malam
mereka baru pulang dan langsung sahur kemudian tidur. Karena kelelahan, mereka
tidak bisa bangun untuk shalat Shubuh berjamaah pada waktunya. Ada banyak
kesalahan dan kerugian dari perbuatan semacam ini:
Begadang dengan sesuatu yang tidak
bermanfaat
Padahal Nabi shallallahu alaihi wasallam
membenci tidur sebelum Isya' dan bercengkerama (ngobrol) setelahnya kecuali
dalam hal kebaikan. Dalam hadits riwayat Ahmad, Rasulullah shallallahu
alaihi wasallam bersabda: "Tidak boleh bercengkerama kecuali bagi
orang yang shalat atau bepergian." (As-Suyuthi berkata, hadits
ini hasan).
Sia-sianya waktu mereka yang sangat berharga.
Mereka sama sekali tidak memanfaat-kannya sedikitpun. Padahal
masing-masing orang akan menyesali setiap waktu yang ia lalui tanpa diiringi
dengan mengingat Allah di dalamnya.
Menyegerakan sahur sebelum waktu yang dianjurkan.
Padahal Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menganjurkan sahur pada
akhir malam sebelum terbit fajar.
Musibah terbesar mereka adalah tidak dapat menunaikan shalat Shubuh berjamaah tepat pada waktunya. Betapa tidak, sebab pahala shalat Shubuh berjamaah menyamai shalat satu malam atau separuhnya. Hal ini sebagaimana disabdakan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam:"Barangsiapa shalat Isya' berjamaah maka seakan-akan ia shalat separuh malam dan barangsiapa shalat Shubuh berjamaah maka seakan-akan ia shalat sepanjang (satu) malam." (HR. Muslim dari Utsman bin Affan radhiallahu anhu).
Orang yang meninggalkan shalat Shubuh secara berjamaah tersebut berkarakter sebagaimana orang-orang munafik, mereka tidak melakukan shalat kecuali dalam keadaan malas, mengakhirkan waktunya dan tidak berjamaah. Mereka mengharam-kan dirinya dari mendapatkan keutamaan serta pahala yang besar.
Musibah terbesar mereka adalah tidak dapat menunaikan shalat Shubuh berjamaah tepat pada waktunya. Betapa tidak, sebab pahala shalat Shubuh berjamaah menyamai shalat satu malam atau separuhnya. Hal ini sebagaimana disabdakan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam:"Barangsiapa shalat Isya' berjamaah maka seakan-akan ia shalat separuh malam dan barangsiapa shalat Shubuh berjamaah maka seakan-akan ia shalat sepanjang (satu) malam." (HR. Muslim dari Utsman bin Affan radhiallahu anhu).
Orang yang meninggalkan shalat Shubuh secara berjamaah tersebut berkarakter sebagaimana orang-orang munafik, mereka tidak melakukan shalat kecuali dalam keadaan malas, mengakhirkan waktunya dan tidak berjamaah. Mereka mengharam-kan dirinya dari mendapatkan keutamaan serta pahala yang besar.
Hanya menjaga hal-hal lahiriah
Banyak orang yang menjaga dari hal-hal yang
membatalkan puasa secara lahiriah seperti makan, minum dan bersenggama dengan
isteri, tetapi tidak menjaga dari hal-hal yang membatalkan puasa secara mak-nawiyah
seperti menggunjing, adu domba, dusta, melaknat, mencaci, memandang
wanita-wanita di jalanan, di toko, di pasar dan sebagainya.
Seyogyanya setiap muslim memperhatikan puasanya, menjauhkan diri dari hal-hal yang diharamkan dan membatalkan puasa. Sebab betapa banyak orang yang berpuasa, tetapi ia tidak mendapatkan kecuali lapar dan dahaga belaka. Betapa banyak orang yang shalat, tetapi ia tidak mendapatkan kecuali begadang dan letih saja. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa tidak meninggalkan ucapan dan perbuatan dusta maka Allah tidak butuh terhadap puasanya dari makan dan minum."(HR. Al-Bukhari).
Seyogyanya setiap muslim memperhatikan puasanya, menjauhkan diri dari hal-hal yang diharamkan dan membatalkan puasa. Sebab betapa banyak orang yang berpuasa, tetapi ia tidak mendapatkan kecuali lapar dan dahaga belaka. Betapa banyak orang yang shalat, tetapi ia tidak mendapatkan kecuali begadang dan letih saja. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa tidak meninggalkan ucapan dan perbuatan dusta maka Allah tidak butuh terhadap puasanya dari makan dan minum."(HR. Al-Bukhari).
Meninggalkan shalat taraweh
Padahal telah dijanjikan bagi orang
yang menjalankannya -karena iman dan mengharap pahala dari
Allah- ampunan akan dosa-dosanya yang telah lalu. Orang yang meninggalkan
shalat taraweh berarti meremehkan adanya pahala yang agung dan balasan
yang besar ini.
Ironinya, banyak umat Islam yang meninggalkan shalat taraweh. Barangkali ada yang ikut shalat sebentar lalu tidak melanjutkannya hingga selesai. Atau rajin melakukannya pada awal-awal bulan Ramadhan dan malas ketika sudah akhir bulan. Alasan mereka, shalat taraweh hanyalah sunnah belaka.
Benar, tetapi ia adalah sunnah mu'akkadah (sangat dianjurkan) yang dilakukan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, Khulafaur Rasyidin dan para Tabi'in yang mengikuti petunjuk mereka. Ia adalah salah satu bentuk taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah, dan salah satu sebab bagi ampunan dan kecintaan Allah kepada hambaNya. Orang yang meninggalkannya berarti tidak mendapatkan bagian daripadanya sama sekali. Kita berlindung kepada Allah dari yang demikian. Dan bahkan mungkin orang yang melakukan shalat taraweh itu bertepatan dengan turunnyaLailatul Qadar, sehingga ia mendapatkan keberuntungan dengan ampunan dan pahala yang amat besar.
Ironinya, banyak umat Islam yang meninggalkan shalat taraweh. Barangkali ada yang ikut shalat sebentar lalu tidak melanjutkannya hingga selesai. Atau rajin melakukannya pada awal-awal bulan Ramadhan dan malas ketika sudah akhir bulan. Alasan mereka, shalat taraweh hanyalah sunnah belaka.
Benar, tetapi ia adalah sunnah mu'akkadah (sangat dianjurkan) yang dilakukan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, Khulafaur Rasyidin dan para Tabi'in yang mengikuti petunjuk mereka. Ia adalah salah satu bentuk taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah, dan salah satu sebab bagi ampunan dan kecintaan Allah kepada hambaNya. Orang yang meninggalkannya berarti tidak mendapatkan bagian daripadanya sama sekali. Kita berlindung kepada Allah dari yang demikian. Dan bahkan mungkin orang yang melakukan shalat taraweh itu bertepatan dengan turunnyaLailatul Qadar, sehingga ia mendapatkan keberuntungan dengan ampunan dan pahala yang amat besar.
Puasa tetapi tidak shalat
Sebagian orang ada yang berpuasa, tetapi
meninggalkan shalat atau hanya shalat ketika bulan Ramadhan saja. Orang semacam
ini puasa dan sedekahnya tidak bermanfaat. Sebab shalat adalah
tiang dan pilar utama agama Islam.
Bepergian agar punya alasan berbuka
Sebagian orang melakukan perjalanan ke luar negeri
pada bulan Ramadhan untuk tujuan yang baik, tetapi agar bisa
berbuka puasa dengan alasan musafir.
Perjalanan semacam ini tidak dibenarkan dan ia tidak boleh berbuka karenanya. Sungguh tidak tersembunyi bagi Allah tipu daya orang-orang yang suka menipu. Sebagian besar orang yang melakukan hal tersebut adalah para tukang mabuk dan minum-minuman keras. Mudah-mudahan Allah menjauhkan kita dari yang demikian.
Perjalanan semacam ini tidak dibenarkan dan ia tidak boleh berbuka karenanya. Sungguh tidak tersembunyi bagi Allah tipu daya orang-orang yang suka menipu. Sebagian besar orang yang melakukan hal tersebut adalah para tukang mabuk dan minum-minuman keras. Mudah-mudahan Allah menjauhkan kita dari yang demikian.
Berbuka dengan sesuatu yang haram
Seperti minuman yang memabukkan, rokok dan
sejenisnya. Atau berbuka dengan sesuatu yang didapatkan dari yang haram. Orang
yang makan atau minum dari sesuatu yang haram tak akan diterima amal
perbuatannya dan tak mungkin pula do'anya dikabulkan.
Tergesa-gesa dalam shalat
Sebagian imam-imam masjid dalam shalat tarawih
amat tergesa-gesa dalam shalatnya. Mereka melakukan gerakan-gerakan dalam
shalatnya dengan amat cepat, sehingga menghilangkan maksud shalat itu sendiri.
Mereka dengan cepat membaca ayat-ayat suci Al- Qur'an, padahal semestinya ia
membaca secara tartil. Mereka tidak thuma'ninah (tenang) ketika
ruku', sujud, bangun dari ruku' dan ketika duduk antara dua sujud, ini adalah
tidak boleh dan shalat menjadi tidak sempurna karenanya.
Seyogyanya setiap imam thuma'ninah ketika berdiri, duduk, ruku', sujud, bangun dari ruku' dan ketika duduk antara dua sujud.
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda kepada orang yang tidak thuma'ninah dalam shalatnya, artinya:"Kembalilah, lalu shalatlah karenasesungguh-nya engkau belum shalat." (Muttafaq Alaih).
Dan seburuk-buruk pencuri adalah orang yang mencuri shalatnya. Yakni ia tidak menyempurnakan ruku', sujud dan bacaan dalam shalatnya.
Shalat adalah timbangan, barangsiapa menyempurnakan timbangannya maka akan disempurnakan untuknya. Sebaliknya, barangsiapa curang maka Neraka Wail-lah bagi orang-orang yang curang.
Seyogyanya setiap imam thuma'ninah ketika berdiri, duduk, ruku', sujud, bangun dari ruku' dan ketika duduk antara dua sujud.
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda kepada orang yang tidak thuma'ninah dalam shalatnya, artinya:"Kembalilah, lalu shalatlah karenasesungguh-nya engkau belum shalat." (Muttafaq Alaih).
Dan seburuk-buruk pencuri adalah orang yang mencuri shalatnya. Yakni ia tidak menyempurnakan ruku', sujud dan bacaan dalam shalatnya.
Shalat adalah timbangan, barangsiapa menyempurnakan timbangannya maka akan disempurnakan untuknya. Sebaliknya, barangsiapa curang maka Neraka Wail-lah bagi orang-orang yang curang.
Memanjangkan doa' qunut, berdo'a dengan do'a-do'a yang bukan
dituntunkan Nabi shallallahu alaihi wasallam, hal yang terkadang membuat
bosan dan keengganan para makmum shalat bersamanya.
Sebenarnya, do'a yang dituntunkan Rasul shallallahu alaihi wasallam dalam qunut witir adalah ringan dan mudah.
Dari Hasan bin Ali radhiallahuanhuma , ia berkata: "Rasulullah shallallahu alaihi wasallam mengajariku beberapa kalimat yang aku ucapkan (sebagai do'a) dalam qunut witir yaitu:
"Ya Allah, berilah aku petunjuk sebagaimana orang yang Engkau beri petunjuk, berilah aku ampunan sebagaimana orang yang Engkau beri ampunan, uruslah aku sebagaimana orang yang Engkau urus, berilah berkah apa yang Engkau berikan kepadaku, jauhkanlah aku dari kejelekan qadha' (ketentuan)Mu, sesungguhnya Engkau yang menentukan qadha' dan tidak ada yang memberi qadha' kepadaMu, sesungguhnya orang yang Engkau tolong tidak akan terhina, dan orang yang Engkau musuhi tidak akan mulia, Mahasuci Engkau wahai Tuhan kami dan Mahatinggi Engkau." (HR. At-Tirmidzi, ia berkata hadits ini hasan).
Dan tidak diketahui dari Nabi shallallahu alaihi wasallam do'a qunut yang lebih baik dari ini.
Dari Ali bin Abi Thalib radhiallahu anhu bahwasanya Nabi shallallahu alaihi wasallam pada akhir shalat witir mengucapkan:
"Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung dengan ridhaMu dari kemurkaanMu, dan dengan ampunanMu dari siksaMu dan aku berlindung kepadaMu daripada (murka dan siksa)Mu, aku tidak (bisa) menghitung (banyaknya) pujian atasMu sebagaimana pujianMu atas DiriMu Sendiri." (HR. Ahmad dan Ahlus Sunan).
Sebenarnya, do'a yang dituntunkan Rasul shallallahu alaihi wasallam dalam qunut witir adalah ringan dan mudah.
Dari Hasan bin Ali radhiallahuanhuma , ia berkata: "Rasulullah shallallahu alaihi wasallam mengajariku beberapa kalimat yang aku ucapkan (sebagai do'a) dalam qunut witir yaitu:
"Ya Allah, berilah aku petunjuk sebagaimana orang yang Engkau beri petunjuk, berilah aku ampunan sebagaimana orang yang Engkau beri ampunan, uruslah aku sebagaimana orang yang Engkau urus, berilah berkah apa yang Engkau berikan kepadaku, jauhkanlah aku dari kejelekan qadha' (ketentuan)Mu, sesungguhnya Engkau yang menentukan qadha' dan tidak ada yang memberi qadha' kepadaMu, sesungguhnya orang yang Engkau tolong tidak akan terhina, dan orang yang Engkau musuhi tidak akan mulia, Mahasuci Engkau wahai Tuhan kami dan Mahatinggi Engkau." (HR. At-Tirmidzi, ia berkata hadits ini hasan).
Dan tidak diketahui dari Nabi shallallahu alaihi wasallam do'a qunut yang lebih baik dari ini.
Dari Ali bin Abi Thalib radhiallahu anhu bahwasanya Nabi shallallahu alaihi wasallam pada akhir shalat witir mengucapkan:
"Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung dengan ridhaMu dari kemurkaanMu, dan dengan ampunanMu dari siksaMu dan aku berlindung kepadaMu daripada (murka dan siksa)Mu, aku tidak (bisa) menghitung (banyaknya) pujian atasMu sebagaimana pujianMu atas DiriMu Sendiri." (HR. Ahmad dan Ahlus Sunan).
Tidak memperhatikan sunnah. Adalah sunnah
setelah salam dari shalat witir mengucapkan:
"Maha Suci Tuhan Yang Maha Menguasai dan Mahasuci." sebanyak tiga kali. Ini berdasarkan hadits riwayat Abu Daud dan Nasa'i dengan sanad shahih. Tetapi, banyak orang yang tidak mengucapkannya. Untuk itu, para imam dan penceramah perlu mengingatkan jama'ahnya dalam masalah ini.
"Maha Suci Tuhan Yang Maha Menguasai dan Mahasuci." sebanyak tiga kali. Ini berdasarkan hadits riwayat Abu Daud dan Nasa'i dengan sanad shahih. Tetapi, banyak orang yang tidak mengucapkannya. Untuk itu, para imam dan penceramah perlu mengingatkan jama'ahnya dalam masalah ini.
Mendahului imam
Banyak didapati para makmum mendahului imam dalam
shalat tarawih dan shalat-shalat lainnya, baik dalam memulai gerakan ketika
ruku', sujud, berdiri atau duduk. Ini adalah tipu daya setan dan salah satu
bentuk peremehan terhadap masalah shalat.
Ada empat kondisi antara makmum dengan imamnya dalam shalat jama'ah. Satu daripadanya dianjurkan dan tiga kondisi lainnya dilarang. Tiga kondisi yang dilarang itu adalah makmum mendahului imam, menyelisihi (terlambat daripada)nya dan menyamai (berbarengan dengan)nya. Adapun satu kondisi yang dianjurkan bagi makmum yaitu mengikuti imam. Dalam shalatnya, para makmum dianjurkan langsung mengikuti pekerjaan-pekerjaan shalat imamnya. Jadi, makmum tidak boleh mendahului gerakan-gerakan imam, juga tidak boleh membarengi atau terlambat daripadanya.
Orang yang mendahului gerakan imam, shalatnya adalah batal. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam: "Tidakkah takut orang yang mengangkat kepalanya sebelum imam, Allah mengubah kepalanya menjadi kepala keledai atau mengubah rupanya menjadi rupa keledai?" (Muttafaq Alaih).
Hal ini disebabkan oleh shalatnya yang jelek sehingga ia tidak mendapatkan pahala daripadanya. Seandainya dia dianggap telah shalat tentu ia diharapkan mendapatkan pahala. Dan tak diragukan lagi, pengubahan Allah kepalanya menjadi kepala keledai adalah salah satu bentuk siksaanNya.
Ada empat kondisi antara makmum dengan imamnya dalam shalat jama'ah. Satu daripadanya dianjurkan dan tiga kondisi lainnya dilarang. Tiga kondisi yang dilarang itu adalah makmum mendahului imam, menyelisihi (terlambat daripada)nya dan menyamai (berbarengan dengan)nya. Adapun satu kondisi yang dianjurkan bagi makmum yaitu mengikuti imam. Dalam shalatnya, para makmum dianjurkan langsung mengikuti pekerjaan-pekerjaan shalat imamnya. Jadi, makmum tidak boleh mendahului gerakan-gerakan imam, juga tidak boleh membarengi atau terlambat daripadanya.
Orang yang mendahului gerakan imam, shalatnya adalah batal. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam: "Tidakkah takut orang yang mengangkat kepalanya sebelum imam, Allah mengubah kepalanya menjadi kepala keledai atau mengubah rupanya menjadi rupa keledai?" (Muttafaq Alaih).
Hal ini disebabkan oleh shalatnya yang jelek sehingga ia tidak mendapatkan pahala daripadanya. Seandainya dia dianggap telah shalat tentu ia diharapkan mendapatkan pahala. Dan tak diragukan lagi, pengubahan Allah kepalanya menjadi kepala keledai adalah salah satu bentuk siksaanNya.
Makmum membaca mushaf
Sebagian makmum ada yang membawa mushaf Al-Qur'an
ketika shalat tarawih, mereka mengikuti bacaan imam dengan melihat mushaf
Al-Qur'an. Pekerjaan ini adalah tidak disyari'atkan dan juga tidak didapatkan
dalam amalan para salaf. Ia tidak boleh dilakukan kecuali bagi orang yang ingin
membetulkan imam jika salah.
Yang diperintahkan kepada makmum adalah mendengarkan bacaan imam dengan diam. Hal ini berdasarkan firman Allah, artinya: "Dan apabila dibacakan Al-Qur'an maka dengarkanlah baik-baik dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat."( Al A'raf: 204).
Imam Ahmad berkata: "Banyak orang sepakat bahwa ayat ini maksudnya adalah ketika dalam keadaan shalat". Lalu, Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-Jibrin juga telah mengingatkan dalam"At- Tanbiihat 'Alal Mukhaalafati Fis Shalah", beliau berkata: "Sesungguhnya pekerjaan ini (makmum membaca mushaf Al-Qur'an ketika shalat) menjadikan makmum tidak khusyu' dan tadabbur dalam shalatnya, karena itu ia termasuk pekerjaan sia-sia."
Yang diperintahkan kepada makmum adalah mendengarkan bacaan imam dengan diam. Hal ini berdasarkan firman Allah, artinya: "Dan apabila dibacakan Al-Qur'an maka dengarkanlah baik-baik dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat."( Al A'raf: 204).
Imam Ahmad berkata: "Banyak orang sepakat bahwa ayat ini maksudnya adalah ketika dalam keadaan shalat". Lalu, Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-Jibrin juga telah mengingatkan dalam"At- Tanbiihat 'Alal Mukhaalafati Fis Shalah", beliau berkata: "Sesungguhnya pekerjaan ini (makmum membaca mushaf Al-Qur'an ketika shalat) menjadikan makmum tidak khusyu' dan tadabbur dalam shalatnya, karena itu ia termasuk pekerjaan sia-sia."
Mengeraskan do'a qunut
Sebagian imam masjid mengeraskan suaranya ketika
do'a qunut lebih dari yang seharusnya. Padahal tidak diperkenankan
mengeraskan suara kecuali sebatas agar bisa didengar oleh makmum, dan
sesungguhnya Allah berfirman, artinya: "Berdo'alah kepada Tuhanmu
dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah
tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas." (Al- A'raaf
: 55).
Ketika para sahabat mengeraskan suara saat bertakbir, seketika Rasulullah shallallahu alaihi wasalam melarang mereka dari yang demikian, seraya bersabda: "Rendahkanlah suaramu. Sesungguhnya kamu tidak berdo'a kepada Dzat yang tuli, tidak pula ghaib."(HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Ketika para sahabat mengeraskan suara saat bertakbir, seketika Rasulullah shallallahu alaihi wasalam melarang mereka dari yang demikian, seraya bersabda: "Rendahkanlah suaramu. Sesungguhnya kamu tidak berdo'a kepada Dzat yang tuli, tidak pula ghaib."(HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Memendekkan bacaan shalat
Sebagian besar imam-imam masjid dalam
shalat-shalat yang disyari'atkan tidak memanjangkan bacaan seperti ketika
shalat tarawih dan shalat kusuf (gerhana), mereka tidak memanjangkan
bacaan bahkan sebagiannya melakukan ruku', sujud, bangun dari ruku' dan duduk
antara dua sujud dengan sangat cepat.
Shalat yang disyari'atkan adalah shalat yang
sesuai dengan teladan dan petunjuk Nabi shallallahu alaihi wasallam.
Adapun ukuran ruku' dan sujud Rasulullah shallallahu alaihi wasallam adalah
tak jauh berbeda dengan saat beliau berdiri. Dan bila Rasulullah shallallahu
alaihi wasallam mengangkat kepalanya dari ruku', beliau diam berdiri
(lama) sehingga seorang sahabat berkata beliau telah lupa. Dan jika
beliau mengangkat kepalanya dari sujud beliau duduk lama sehingga ada sahabat
yang berkata Rasulullah shallallahu alaihi wasallam telah lupa. Al-Bara'
bin Azib radhiallahu anhu berkata: "Aku shalat bersama
Nabi shallallahu alaihi wasallam maka aku dapati berdirinya, ruku'nya, sujudnya
dan duduknya antara dua sujud hampir sama (antara semuanya). Dalam riwayat lain
disebutkan: "Tidaklah (beliau) berdiri kecuali hampir sama dengan
duduknya."
Maksudnya, bila Rasulullah shallallahu alaihi
wasallam memanjangkan berdirinya, maka beliau juga memanjangkan ruku',
sujud dan duduk antara dua sujud. Sebaliknya, jika beliau meringankan
berdirinya (tidak terlalu lama) maka beliau juga meringankan ruku', sujud dan
duduk antara dua sujud.
Akhirnya, semoga uraian ini menjadi bahan renungan
kita bersama di bulan yang mulia dan suci ini, sekaligus bisa menghantarkan
kita mengarungi kehidupan di bulan Ramadhan -baik dalam ibadah maupun
kehidupan sehari-hari- sebagaimana yang dituntunkan Nabi shallallahu
alaihi wasallam.
Mudah-mudahan Allah meneguhkan iman Islam
kita, mengampuni kita, orang tua kita dan segenap kaum muslimin. Amin....
KESALAHAN-KESALAHAN
DALAM HAL PAKAIAN WANITA
Mengenakan pakaian yang sempit, transparan
(tembus pandang) dan yang membuat orang tertarik untuk memandang.
Ini jelas haram. Setiap muslimah dilarang memakai pakaian yang sempit dan memperlihatkan lekuk-lekuk tubuh, juga pakaian tipis yang menampakkan warna kulit dan pakaian lain secara umum yang membuat orang terutama laki-laki tertarik untuk memandangnya. Ironinya, kenyataan ini menimpa mayoritas kaum muslimah. Allah berfirman :
"Dan janganlah wanita-wanita muslimah menampakkan perhiasan mereka kecuali kepada para suami mereka." (An-Nur31).
"Dan janganlah mereka (wanita-wanita muslimah) memukulkan kaki-kaki mereka untuk diketahui apa yang tersembunyi dari perhiasan mereka." (An-Nur: 31).
Jika memperdengarkan suara perhiasan seperti gelang kaki atau perhiasan sejenisnya yang tersembunyi tidak dibolehkan, maka bagaimana pula dengan perhiasan yang tampak nyata, lebih dari itu bagaimana halnya dengan menampakkan lengan tangan, dada, betis bahkan paha?
Ini jelas haram. Setiap muslimah dilarang memakai pakaian yang sempit dan memperlihatkan lekuk-lekuk tubuh, juga pakaian tipis yang menampakkan warna kulit dan pakaian lain secara umum yang membuat orang terutama laki-laki tertarik untuk memandangnya. Ironinya, kenyataan ini menimpa mayoritas kaum muslimah. Allah berfirman :
"Dan janganlah wanita-wanita muslimah menampakkan perhiasan mereka kecuali kepada para suami mereka." (An-Nur31).
"Dan janganlah mereka (wanita-wanita muslimah) memukulkan kaki-kaki mereka untuk diketahui apa yang tersembunyi dari perhiasan mereka." (An-Nur: 31).
Jika memperdengarkan suara perhiasan seperti gelang kaki atau perhiasan sejenisnya yang tersembunyi tidak dibolehkan, maka bagaimana pula dengan perhiasan yang tampak nyata, lebih dari itu bagaimana halnya dengan menampakkan lengan tangan, dada, betis bahkan paha?
Mengenakan pakaian yang terbuka dari
bawah, atau tidak menutupi betis, dua telapak kaki, punggung, mengenakan celana
pendek juga pakaian-pakaian yang menampakkan kecantikan wanita di hadapan
laki-laki bukan mahramnya.
Hal ini tidak boleh dilakukan oleh wanita di hadapan laki-laki bukan mahramnya, baik di dalam maupun di luar rumah. Tetapi ironinya, pakaian jenis inilah yang membudaya di kalangan yang mengaku dirinya muslimah. Para wanita itu tidak menyadari bahwa pakaiannya tersebut merupakan jenis kemungkaran yang besar, bahkan ia salah satu penyebab terbesar bagi timbulnya berbagai tindak perkosaan dan kriminalitas. Yang lebih mengherankan, seakan jenis pakaian ini terutama di kota sudah demikian diterima masyarakat, sehingga jarang bahkan tak terdengar upaya mengingatkan kaum muslimah dari pakaiannya yang jauh dari Islam tersebut, baik lewat media massa maupun elektronik. Bahkan yang digelar di berbagai stasiun telivisi adalah pakaian-pakaian seronok dan telanjang, dan itu yang dilahap oleh kaum muslimah setiap hari sebagai panutan.
Sesungguhnya munculnya keadaan ini telah pernah disinyalir oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam . Abu Hurairah meriwayatkan, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :
"Dua (jenis manusia) dari ahli Neraka yang aku belum melihatnya sekarang yaitu; kaum yang membawa cemeti-cemeti seperti ekor sapi, mereka memukul manusia dengannya, dan wanita-wanita yang berpakaian tetapi telanjang, berjalan dengan menggoyang-goyangkan pundaknya dan berlenggak-lenggok, kepala mereka seperti punuk onta yang condong. Mereka tidak akan masuk Surga bahkan tidak akan mendapat wanginya, dan sungguh wangi Surga telah tercium dari jarak perjalanan sekian dan sekian." (HR. Muslim, shahih).
Hal ini tidak boleh dilakukan oleh wanita di hadapan laki-laki bukan mahramnya, baik di dalam maupun di luar rumah. Tetapi ironinya, pakaian jenis inilah yang membudaya di kalangan yang mengaku dirinya muslimah. Para wanita itu tidak menyadari bahwa pakaiannya tersebut merupakan jenis kemungkaran yang besar, bahkan ia salah satu penyebab terbesar bagi timbulnya berbagai tindak perkosaan dan kriminalitas. Yang lebih mengherankan, seakan jenis pakaian ini terutama di kota sudah demikian diterima masyarakat, sehingga jarang bahkan tak terdengar upaya mengingatkan kaum muslimah dari pakaiannya yang jauh dari Islam tersebut, baik lewat media massa maupun elektronik. Bahkan yang digelar di berbagai stasiun telivisi adalah pakaian-pakaian seronok dan telanjang, dan itu yang dilahap oleh kaum muslimah setiap hari sebagai panutan.
Sesungguhnya munculnya keadaan ini telah pernah disinyalir oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam . Abu Hurairah meriwayatkan, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :
"Dua (jenis manusia) dari ahli Neraka yang aku belum melihatnya sekarang yaitu; kaum yang membawa cemeti-cemeti seperti ekor sapi, mereka memukul manusia dengannya, dan wanita-wanita yang berpakaian tetapi telanjang, berjalan dengan menggoyang-goyangkan pundaknya dan berlenggak-lenggok, kepala mereka seperti punuk onta yang condong. Mereka tidak akan masuk Surga bahkan tidak akan mendapat wanginya, dan sungguh wangi Surga telah tercium dari jarak perjalanan sekian dan sekian." (HR. Muslim, shahih).
Mengenakan pakaian yang berlengan pendek,
termasuk di dalamnya mengenakan kaos sehingga menampakkan kedua lengan tangan.
Ini jelas haram karena tidak menutup aurat. Tetapi betapa banyak wanita muslimah yang tidak memperhatikan masalah ini, sehingga mereka mengenakan pakaian tersebut di jalan-jalan, di pasar dan di tempat-tempat umum. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :
"Wanita adalah aurat, maka jika ia keluar setan membuatnya indah (dalam pandangan laki-laki)." (HR. At-Tirmidzi, hasan shahih). Yakni setan membuat segenap mata memandang kepada si wanita sehingga menimbulkan fitnah.
Ini jelas haram karena tidak menutup aurat. Tetapi betapa banyak wanita muslimah yang tidak memperhatikan masalah ini, sehingga mereka mengenakan pakaian tersebut di jalan-jalan, di pasar dan di tempat-tempat umum. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :
"Wanita adalah aurat, maka jika ia keluar setan membuatnya indah (dalam pandangan laki-laki)." (HR. At-Tirmidzi, hasan shahih). Yakni setan membuat segenap mata memandang kepada si wanita sehingga menimbulkan fitnah.
Mengenakan pakaian yang menyerupai pakaian
laki-laki, baik dalam bentuk maupun ciri-cirinya.
Ini adalah dilarang. Wanita memiliki pakaian khusus dengan segenap ciri-cirinya, dan laki-laki juga memiliki pakaian yang khusus, yang membedakannya dari pakaian wanita. Dan wanita tidak diperbolehkan menyerupai laki-laki dalam hal pakaian, penampilan dan cara berjalan. Dalam hadits shahih disebutkan:
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melaknat laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai laki-laki." (HR. Al-Bukhari, shahih).
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melaknat laki-laki yang memakai pakaian wanita dan wanita yang memakai pakaian laki-laki." (HR. Ahmad, Abu Daud, Ibnu Majah dan lainnya, sanad hadits ini shahih menurut syarat Muslim).
Ini adalah dilarang. Wanita memiliki pakaian khusus dengan segenap ciri-cirinya, dan laki-laki juga memiliki pakaian yang khusus, yang membedakannya dari pakaian wanita. Dan wanita tidak diperbolehkan menyerupai laki-laki dalam hal pakaian, penampilan dan cara berjalan. Dalam hadits shahih disebutkan:
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melaknat laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai laki-laki." (HR. Al-Bukhari, shahih).
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melaknat laki-laki yang memakai pakaian wanita dan wanita yang memakai pakaian laki-laki." (HR. Ahmad, Abu Daud, Ibnu Majah dan lainnya, sanad hadits ini shahih menurut syarat Muslim).
Mengenakan
konde (sanggul) rambut, karena ia termasuk menyambung rambut.
Ketika acara walimah pernikahan atau acara-acara
pesta lainnya banyak wanita muslimah yang berdandan dengan sanggul rambut. Ini
adalah dilarang. Asma' binti Abi Bakar c berkata, seorang wanita datang kepada
Nabi `. Wanita itu berkata, 'Wahai Rasulullah, sesungguhnya saya mempunyai anak
perempuan yang pernah terserang campak sehingga rambutnya rontok, kini ia mau
menikah, bolehkah aku menyambung (rambut)nya? Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
menjawab :
"Allah melaknat perempuan yang menyambung (rambut) dan yang meminta disambungkan rambutnya." (HR. Muslim).
"Nabi shallallahu 'alaihi wasallam melarang wanita menyambung (rambut) kepalanya dengan sesuatu apapun." (HR. Muslim).
Termasuk dalam hal ini adalah mengenakan wig (rambut palsu) yang biasanya dipasangkan oleh perias-perias yang salon-salon mereka penuh dihiasi dengan berbagai kemungkaran. Kebanyakan orang-orang yang melakukan hal ini adalah kalangan artis, bintang film, pemain drama, teater juga wanita-wanita yang kurang percaya diri dan ingin tampil lebih. Mudah-mudahan Allah menunjuki mereka dan kita semua.
"Allah melaknat perempuan yang menyambung (rambut) dan yang meminta disambungkan rambutnya." (HR. Muslim).
"Nabi shallallahu 'alaihi wasallam melarang wanita menyambung (rambut) kepalanya dengan sesuatu apapun." (HR. Muslim).
Termasuk dalam hal ini adalah mengenakan wig (rambut palsu) yang biasanya dipasangkan oleh perias-perias yang salon-salon mereka penuh dihiasi dengan berbagai kemungkaran. Kebanyakan orang-orang yang melakukan hal ini adalah kalangan artis, bintang film, pemain drama, teater juga wanita-wanita yang kurang percaya diri dan ingin tampil lebih. Mudah-mudahan Allah menunjuki mereka dan kita semua.
Mengecat kuku sehingga menghalangi air
mengenai kulit ketika berwudhu.
Setiap kulit anggota wudhu tidak boleh terhalang oleh air, termasuk di dalamnya kuku. Mengenakan cat kuku menjadikan air terhalang mengenai kuku, sehingga wudhu menjadi tidak sah. Allah berfirman:
"Wahai orang-orang yang beriman, bila kalian hendak mendirikan shalat maka basuhlah wajahmu dan kedua tanganmu hingga ke siku, dan usaplah (rambut) kepalamu dan kakimu hingga ke mata kaki." (Al-Maidah: 6).
Biasanya yang mengecat kuku adalah para wanita, tetapi larangan ini berlaku umum, baik laki-laki maupun wanita.
Setiap kulit anggota wudhu tidak boleh terhalang oleh air, termasuk di dalamnya kuku. Mengenakan cat kuku menjadikan air terhalang mengenai kuku, sehingga wudhu menjadi tidak sah. Allah berfirman:
"Wahai orang-orang yang beriman, bila kalian hendak mendirikan shalat maka basuhlah wajahmu dan kedua tanganmu hingga ke siku, dan usaplah (rambut) kepalamu dan kakimu hingga ke mata kaki." (Al-Maidah: 6).
Biasanya yang mengecat kuku adalah para wanita, tetapi larangan ini berlaku umum, baik laki-laki maupun wanita.
Memakai kuku palsu atau memanjangkan kuku
tangan dan kaki.
Ini adalah menyalahi fithrah, dan larangan ini berlaku umum, baik bagi laki-laki maupun wanita. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Ada lima fithrah; yaitu memotong rambut kemaluan, khitan, menggunting kumis, mencabut rambut ketiak dan memotong kuku." (Muttafaq alaih).
Anas bin Malik radhiallahu anhu berkata:
"Kami diberi waktu dalam menggunting kumis, memo-tong kuku, mencabut bulu ketiak dan rambut kemaluan agar kami tidak membiarkannya lebih dari 40 malam." (HR. Muslim).
Meskipun bagi sementara orang, memanjangkan kuku ada manfaatnya, misalnya untuk keperluan-keperluan khusus, tetapi ia tidak menjadikan hukumnya berubah menjadi boleh. Karena itu setiap muslim harus menjaga agar kukunya tidak sampai panjang, segera memotongnya jika telah tumbuh. Adapun di antara hikmahnya adalah untuk menjaga kebersihan, sehingga ia merupakan salah satu tindakan penjagaan.
Ini adalah menyalahi fithrah, dan larangan ini berlaku umum, baik bagi laki-laki maupun wanita. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Ada lima fithrah; yaitu memotong rambut kemaluan, khitan, menggunting kumis, mencabut rambut ketiak dan memotong kuku." (Muttafaq alaih).
Anas bin Malik radhiallahu anhu berkata:
"Kami diberi waktu dalam menggunting kumis, memo-tong kuku, mencabut bulu ketiak dan rambut kemaluan agar kami tidak membiarkannya lebih dari 40 malam." (HR. Muslim).
Meskipun bagi sementara orang, memanjangkan kuku ada manfaatnya, misalnya untuk keperluan-keperluan khusus, tetapi ia tidak menjadikan hukumnya berubah menjadi boleh. Karena itu setiap muslim harus menjaga agar kukunya tidak sampai panjang, segera memotongnya jika telah tumbuh. Adapun di antara hikmahnya adalah untuk menjaga kebersihan, sehingga ia merupakan salah satu tindakan penjagaan.
Tidak memakai kerudung (penutup kepala).
Malapetaka besar yang dipropagandakan oleh kaum sekuler dan murid-murid orientalis adalah pendapat bahwa kerudung (penutup kepala) hanyalah kebudayaan Arab belaka, tidak merupakan perintah syari'at. Oleh mereka yang terbiasa tidak memakai kerudung, pendapat ini merupakan legitimasi dan pembenaran terhadap perbuatan mungkar mereka. Sedangkan mereka yang masih labil dan perlu pembinaan, mereka menjadi bimbang, tetapi biasanya mereka lebih mudah mengikuti trend yang ada. La haula wala quwwata illaa billah. Tidak seorang ulama salaf pun yang berpendapat kerudung (penutup kepala) bukan perintah agama. Pendapat aneh ini hanya terjadi di kalangan cendekiawan muslim yang jauh dari tuntunan salaf. Dan dalil masalah ini sebagaimana disebutkan dalam pembahasan-pembahasan terdahulu.
Malapetaka besar yang dipropagandakan oleh kaum sekuler dan murid-murid orientalis adalah pendapat bahwa kerudung (penutup kepala) hanyalah kebudayaan Arab belaka, tidak merupakan perintah syari'at. Oleh mereka yang terbiasa tidak memakai kerudung, pendapat ini merupakan legitimasi dan pembenaran terhadap perbuatan mungkar mereka. Sedangkan mereka yang masih labil dan perlu pembinaan, mereka menjadi bimbang, tetapi biasanya mereka lebih mudah mengikuti trend yang ada. La haula wala quwwata illaa billah. Tidak seorang ulama salaf pun yang berpendapat kerudung (penutup kepala) bukan perintah agama. Pendapat aneh ini hanya terjadi di kalangan cendekiawan muslim yang jauh dari tuntunan salaf. Dan dalil masalah ini sebagaimana disebutkan dalam pembahasan-pembahasan terdahulu.
Tidak memakai kaos kaki, sehingga tampak
telapak kakinya.
Bagi sebagian muslimah yang ta'at memakai pakaian muslimah pun, terkadang masalah ini dianggap sepele. Telapak kaki termasuk aurat, karena itu ia harus ditutupi, membiarkannya kelihatan berarti kemungkaran dan dosa. Dalil masalah ini sebagaimana disebutkan dalam masalah-masalah terdahulu.
Wanita pada dasarnya sangat senang dipuji, baik kecantikannya, kelembutannya dan sifat-sifat indahnya yang lain. Tetapi banyak yang terperosok jauh, ingin dipuji kecantikannya, meski dengan resiko membuka aurat, agar tampak lebih indah mempesona. Ingatlah, wanita adalah sumber fitnah. Dan fitnah terbesar dari wanita adalah soal auratnya. Kaum muslimah yang menutup aurat secara syar'i berarti telah memberikan sumbangan terbesar bagi tertutupnya sumber fitnah. Karena itu, berhati-hatilah wahai kaum muslimah dalam hal berpakaian! (ain).
Bagi sebagian muslimah yang ta'at memakai pakaian muslimah pun, terkadang masalah ini dianggap sepele. Telapak kaki termasuk aurat, karena itu ia harus ditutupi, membiarkannya kelihatan berarti kemungkaran dan dosa. Dalil masalah ini sebagaimana disebutkan dalam masalah-masalah terdahulu.
Wanita pada dasarnya sangat senang dipuji, baik kecantikannya, kelembutannya dan sifat-sifat indahnya yang lain. Tetapi banyak yang terperosok jauh, ingin dipuji kecantikannya, meski dengan resiko membuka aurat, agar tampak lebih indah mempesona. Ingatlah, wanita adalah sumber fitnah. Dan fitnah terbesar dari wanita adalah soal auratnya. Kaum muslimah yang menutup aurat secara syar'i berarti telah memberikan sumbangan terbesar bagi tertutupnya sumber fitnah. Karena itu, berhati-hatilah wahai kaum muslimah dalam hal berpakaian! (ain).
*************
Kesalahan-kesalahan
dalam hal pakaian laki-laki
Isbal. Isbal yaitu menurunkan atau memanjangkan
pakaian hingga di bawah mata kaki.
Larangan isbal bersifat umum untuk seluruh jenis pakaian, baik celana panjang, sarung, gamis, mantel atau pakaian lainnya. Ironinya, larangan ini dianggap remeh oleh kebanyakan umat Islam, padahal dalam pandangan Allah ia merupakan masalah besar. Rasulullah ` bersabda:
"Kain yang memanjang hingga di bawah mata kaki tempatnya di Neraka." (HR. Al-Bukhari, shahih).
Ancaman bagi musbil (orang yang melakukan isbal ) dengan Neraka tersebut sifatnya adalah muthlak dan umum, baik dengan maksud takabur atau tidak. Jika isbal tersebut dilakukan dengan maksud takabur maka ancamannya lebih besar. Nabi Shallallahu 'alaihi wasalam bersabda:
"Pada hari Kiamat, Allah tidak akan melihat kepada orang yang menyeret bajunya (musbil, ketika di dunia) karena takabur." (Muttafaq Alaih, shahih).
Dan secara tegas Nabi Shallallahu 'alaihi wasalam melarang kita kaum laki-laki melakukan isbal. Beliau Shallallahu 'alaihi wasalam bersabda:
"Dan tinggikanlah kainmu hingga separuh betis, jika engkau enggan maka hingga mata kaki. Dan jauhilah olehmu memanjangkan kain di bawah mata kaki, karena ia termasuk kesombongan, dan sungguh Allah tidak menyukai kesombongan." (HR. Abu Daud dan At-Tirmidzi dengan sanad shahih, At-Tirmidzi berkata, hadits ini hasan shahih).
Hadits di atas memberi kata putus terhadap orang yang beralasan bahwa memanjangkan kain hingga di bawah mata kaki dibolehkan asal tidak karena sombong. Ini adalah alasan batil dan dicari-cari untuk pembenaran kebiasaan mereka yang menyalahi sunnah. Hadits di atas dengan tegas memasukkan perbuatan isbal sebagai sikap sombong, apatah lagi jika memang isbal-nya itu diniati untuk sombong. Maka pantaslah ancamannya sangat berat. Dan fakta menunjukkan, laki-laki yang musbil itu, memanglah pada umumnya untuk bergaya yang di dalamnya ada unsur bangga diri dan sombong. Buktinya kebanyakan mereka menganggap kampungan, kolot dan udik serta melecehkan saudara-saudara mereka yang mengenakan pakaian di atas mata kaki, padahal itulah yang diperintahkan syari'at.
Adapun kaum wanita, mereka diwajibkan menutupi tubuhnya hingga di bawah mata kaki, karena ia termasuk aurat. Namun pada umumnya, yang dipraktikkan umat Islam di zaman ini adalah sebaliknya. Laki-laki memakai pakaian hingga di bawah mata kaki, sedang wanita pakaiannya jauh di atas mata kaki. Na'udzubillah, dan kepada Allah kita memohon keselamatan.
Larangan isbal bersifat umum untuk seluruh jenis pakaian, baik celana panjang, sarung, gamis, mantel atau pakaian lainnya. Ironinya, larangan ini dianggap remeh oleh kebanyakan umat Islam, padahal dalam pandangan Allah ia merupakan masalah besar. Rasulullah ` bersabda:
"Kain yang memanjang hingga di bawah mata kaki tempatnya di Neraka." (HR. Al-Bukhari, shahih).
Ancaman bagi musbil (orang yang melakukan isbal ) dengan Neraka tersebut sifatnya adalah muthlak dan umum, baik dengan maksud takabur atau tidak. Jika isbal tersebut dilakukan dengan maksud takabur maka ancamannya lebih besar. Nabi Shallallahu 'alaihi wasalam bersabda:
"Pada hari Kiamat, Allah tidak akan melihat kepada orang yang menyeret bajunya (musbil, ketika di dunia) karena takabur." (Muttafaq Alaih, shahih).
Dan secara tegas Nabi Shallallahu 'alaihi wasalam melarang kita kaum laki-laki melakukan isbal. Beliau Shallallahu 'alaihi wasalam bersabda:
"Dan tinggikanlah kainmu hingga separuh betis, jika engkau enggan maka hingga mata kaki. Dan jauhilah olehmu memanjangkan kain di bawah mata kaki, karena ia termasuk kesombongan, dan sungguh Allah tidak menyukai kesombongan." (HR. Abu Daud dan At-Tirmidzi dengan sanad shahih, At-Tirmidzi berkata, hadits ini hasan shahih).
Hadits di atas memberi kata putus terhadap orang yang beralasan bahwa memanjangkan kain hingga di bawah mata kaki dibolehkan asal tidak karena sombong. Ini adalah alasan batil dan dicari-cari untuk pembenaran kebiasaan mereka yang menyalahi sunnah. Hadits di atas dengan tegas memasukkan perbuatan isbal sebagai sikap sombong, apatah lagi jika memang isbal-nya itu diniati untuk sombong. Maka pantaslah ancamannya sangat berat. Dan fakta menunjukkan, laki-laki yang musbil itu, memanglah pada umumnya untuk bergaya yang di dalamnya ada unsur bangga diri dan sombong. Buktinya kebanyakan mereka menganggap kampungan, kolot dan udik serta melecehkan saudara-saudara mereka yang mengenakan pakaian di atas mata kaki, padahal itulah yang diperintahkan syari'at.
Adapun kaum wanita, mereka diwajibkan menutupi tubuhnya hingga di bawah mata kaki, karena ia termasuk aurat. Namun pada umumnya, yang dipraktikkan umat Islam di zaman ini adalah sebaliknya. Laki-laki memakai pakaian hingga di bawah mata kaki, sedang wanita pakaiannya jauh di atas mata kaki. Na'udzubillah, dan kepada Allah kita memohon keselamatan.
Mengenakan pakaian tipis dan ketat.
Dalam kaca mata syari'at, jika bahan-bahan pakaian itu sangat tipis sehingga menampakkan aurat, lekuk-lekuk tubuh atau sejenisnya maka pakaian itu tidak boleh dikenakan. Hal ini berdasarkan firman Allah Ta'ala:
"Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurun-kan kepadamu pakaian untuk menutupi auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan." (Al-A'raf: 26).
Tetapi jika pakaian itu tidak menampakkan aurat dan lekuk-lekuk tubuh maka hal itu tidak mengapa. Namun jika pakaian itu menyerupai dan menunjukkan identitas pakaian orang kafir maka ia tidak dibolehkan.
Dalam kaca mata syari'at, jika bahan-bahan pakaian itu sangat tipis sehingga menampakkan aurat, lekuk-lekuk tubuh atau sejenisnya maka pakaian itu tidak boleh dikenakan. Hal ini berdasarkan firman Allah Ta'ala:
"Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurun-kan kepadamu pakaian untuk menutupi auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan." (Al-A'raf: 26).
Tetapi jika pakaian itu tidak menampakkan aurat dan lekuk-lekuk tubuh maka hal itu tidak mengapa. Namun jika pakaian itu menyerupai dan menunjukkan identitas pakaian orang kafir maka ia tidak dibolehkan.
Mengenakan pakaian yang menyerupai pakaian
wanita.
Di antara fithrah yang disyari'atkan Allah kepada hambaNya yaitu agar laki-laki menjaga sifat kelelakiannya dan wanita menjaga sifat kewanitaannya seperti yang telah diciptakan Allah. Jika hal itu dilanggar, maka yang terjadi adalah kerusakan tatanan hidup di masyarakat. Dalam hadits shahih disebutkan:
"Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasalam melaknat laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai laki-laki." (HR. Al-Bukhari).
Sebagian ulama' berkata, 'Yang dimaksud menyerupai dalam hadits tersebut adalah dalam hal pakaian, berdandan, sikap, gerak-gerik dan sejenisnya, bukan dalam berbuat kebaikan.' Karena itu, termasuk dalam larangan ini adalah larangan menguncir rambut, memakai anting-anting, kalung, gelang kaki dan sejenisnya bagi laki-laki, sebab hal-hal tersebut adalah kekhususan bagi wanita. Rasulullah ` bersabda:
"Allah melaknat laki-laki yang memakai pakaian wanita dan wanita yang memakai pakaian laki-laki." (HR. Abu Daud, Shahihul Jami', 5071) .
Di antara fithrah yang disyari'atkan Allah kepada hambaNya yaitu agar laki-laki menjaga sifat kelelakiannya dan wanita menjaga sifat kewanitaannya seperti yang telah diciptakan Allah. Jika hal itu dilanggar, maka yang terjadi adalah kerusakan tatanan hidup di masyarakat. Dalam hadits shahih disebutkan:
"Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasalam melaknat laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai laki-laki." (HR. Al-Bukhari).
Sebagian ulama' berkata, 'Yang dimaksud menyerupai dalam hadits tersebut adalah dalam hal pakaian, berdandan, sikap, gerak-gerik dan sejenisnya, bukan dalam berbuat kebaikan.' Karena itu, termasuk dalam larangan ini adalah larangan menguncir rambut, memakai anting-anting, kalung, gelang kaki dan sejenisnya bagi laki-laki, sebab hal-hal tersebut adalah kekhususan bagi wanita. Rasulullah ` bersabda:
"Allah melaknat laki-laki yang memakai pakaian wanita dan wanita yang memakai pakaian laki-laki." (HR. Abu Daud, Shahihul Jami', 5071) .
Mengenakan pakaian modis yang sedang nge-trend.
Saat ini sebagian umat Islam, terutama kaum mudanya sering tergila-gila dengan mode pakaian yang sedang in (nge-trend ) atau pakaian yang dikenakan oleh para bintang dan idola mereka. Seperti pakaian bergambar penyanyi, kelompok-kelompok musik, botol dan cawan arak, gambar-gambar makhluk hidup, salib atau lambang-lambang club-club dan organisasi-organisasi non Islam, juga slogan-slogan kotor yang tidak lagi memperhitungkan kehormatan dan kebersihan diri, yang biasanya ditulis di punggung pakaian atau kaos dengan bahasa Indonesia atau bahasa-bahasa asing.
Pada umumnya para pemakai pakaian-pakaian tersebut merasa bangga dengan pakaiannya, bahkan dengan maksud untuk memperoleh popularitas karena pakaiannya yang aneh tersebut. Padahal Nabi bersabda :
"Barangsiapa mengenakan pakaian (untuk memper-oleh) popularitas di dunia, niscaya Allah mengenakan kepadanya pakaian kehinaan pada hari Kiamat." (HR. Ahmad, Abu Daud dan Ibnu Majah dari Ibnu Umar, hasan).
Imam Asy-Syaukani berkata, 'Hadits di atas menunjukkan diharamkannya mengenakan pakaian untuk meraih popularitas. Dan larangan tersebut tidak khusus terhadap pakaian untuk popularitas, tetapi termasuk juga pakaian yang menyelisihi pakaian masyarakat pada umumnya (yang bertentangan dengan agama/etika). Jika pakaian itu untuk maksud popularitas, maka tidak ada bedanya antara pakaian yang mahal atau kumal, sesuai dengan yang dikenakan orang pada umumnya atau tidak, sebab pengharaman tersebut berporos pada (niat) popularitas.
Saat ini sebagian umat Islam, terutama kaum mudanya sering tergila-gila dengan mode pakaian yang sedang in (nge-trend ) atau pakaian yang dikenakan oleh para bintang dan idola mereka. Seperti pakaian bergambar penyanyi, kelompok-kelompok musik, botol dan cawan arak, gambar-gambar makhluk hidup, salib atau lambang-lambang club-club dan organisasi-organisasi non Islam, juga slogan-slogan kotor yang tidak lagi memperhitungkan kehormatan dan kebersihan diri, yang biasanya ditulis di punggung pakaian atau kaos dengan bahasa Indonesia atau bahasa-bahasa asing.
Pada umumnya para pemakai pakaian-pakaian tersebut merasa bangga dengan pakaiannya, bahkan dengan maksud untuk memperoleh popularitas karena pakaiannya yang aneh tersebut. Padahal Nabi bersabda :
"Barangsiapa mengenakan pakaian (untuk memper-oleh) popularitas di dunia, niscaya Allah mengenakan kepadanya pakaian kehinaan pada hari Kiamat." (HR. Ahmad, Abu Daud dan Ibnu Majah dari Ibnu Umar, hasan).
Imam Asy-Syaukani berkata, 'Hadits di atas menunjukkan diharamkannya mengenakan pakaian untuk meraih popularitas. Dan larangan tersebut tidak khusus terhadap pakaian untuk popularitas, tetapi termasuk juga pakaian yang menyelisihi pakaian masyarakat pada umumnya (yang bertentangan dengan agama/etika). Jika pakaian itu untuk maksud popularitas, maka tidak ada bedanya antara pakaian yang mahal atau kumal, sesuai dengan yang dikenakan orang pada umumnya atau tidak, sebab pengharaman tersebut berporos pada (niat) popularitas.
Mengenakan pakaian yang tidak menutupi
aurat.
Seperti memakai celana pendek atau pakaian olah raga lainnya yang menampakkan paha. Aurat laki-laki adalah dari pusar hingga dua lutut kaki. Karena itu, paha termasuk aurat. Setiap muslim diperintahkan menutup dan menjaga auratnya kecuali di depan isteri atau hamba sahayanya. Ketika Rasulullah “melihat sahabat Ma'mar tersingkap pahanya, beliau” bersabda :
"Wahai Ma'mar, tutupilah pahamu, karena paha adalah aurat." (HR. Ahmad).
"Jagalah auratmu kecuali dari isterimu atau hamba sahayamu." (HR. Imam lima kecuali An-Nasa'i dengan sanad hasan).
Seperti memakai celana pendek atau pakaian olah raga lainnya yang menampakkan paha. Aurat laki-laki adalah dari pusar hingga dua lutut kaki. Karena itu, paha termasuk aurat. Setiap muslim diperintahkan menutup dan menjaga auratnya kecuali di depan isteri atau hamba sahayanya. Ketika Rasulullah “melihat sahabat Ma'mar tersingkap pahanya, beliau” bersabda :
"Wahai Ma'mar, tutupilah pahamu, karena paha adalah aurat." (HR. Ahmad).
"Jagalah auratmu kecuali dari isterimu atau hamba sahayamu." (HR. Imam lima kecuali An-Nasa'i dengan sanad hasan).
Tidak memperhatikan masalah pakaian ketika
masuk masjid.
Sebagian orang yang akan menunaikan shalat berjama'ah tak peduli dengan pakaian yang dikenakannya, bahkan terkadang di luar kepatutan dan kepantasan. Misalnya masuk masjid dengan mengenakan jenis pakaian sebagaimana disebutkan pada poin keempat. Shalat adalah untuk menghadap kepada Allah, karena itu kita harus mengenakan pakaian yang bagus dan indah sebagaimana yang diperintahkan. Allah berfirman :
"Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid." (Al-A'raf: 31).
Disunnahkan pula agar kita memakai wangi-wangian ketika hendak ke masjid dan menghindari bau-bauan yang tidak sedap. Demikianlah yang dituntunkan dan dipraktikkan baginda Nabi dan para sahabatnya yang mulia.
Sebagian orang yang akan menunaikan shalat berjama'ah tak peduli dengan pakaian yang dikenakannya, bahkan terkadang di luar kepatutan dan kepantasan. Misalnya masuk masjid dengan mengenakan jenis pakaian sebagaimana disebutkan pada poin keempat. Shalat adalah untuk menghadap kepada Allah, karena itu kita harus mengenakan pakaian yang bagus dan indah sebagaimana yang diperintahkan. Allah berfirman :
"Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid." (Al-A'raf: 31).
Disunnahkan pula agar kita memakai wangi-wangian ketika hendak ke masjid dan menghindari bau-bauan yang tidak sedap. Demikianlah yang dituntunkan dan dipraktikkan baginda Nabi dan para sahabatnya yang mulia.
Mengenakan
pakaian bergambar makhluk bernyawa, apalagi gambar orang-orang kafir, baik
penyanyi, seniman, negarawan atau orang-orang terkenal lainnya.
Mengenakan pakaian bergambar makhluk bernyawa
adalah haram, baik gambar manusia atau hewan. Nabi ` bersabda:
"Setiap tukang gambar ada di Neraka, Allah mencipta-kan untuknya (dari) setiap gambar yang ia bikin sebuah nyawa, lalu mereka menyiksanya di Neraka Jahannam." (HR. Muslim).
"Malaikat tidak masuk ke dalam rumah yang ada di dalamnya anjing dan gambar-gambar." (HR. Al-Bukhari).
Adapun gambar orang-orang kafir maka memakai atau menggunakannya madharatnya akan semakin besar, sebab akan mengakibatkan pengagungan terhadap mereka.
"Setiap tukang gambar ada di Neraka, Allah mencipta-kan untuknya (dari) setiap gambar yang ia bikin sebuah nyawa, lalu mereka menyiksanya di Neraka Jahannam." (HR. Muslim).
"Malaikat tidak masuk ke dalam rumah yang ada di dalamnya anjing dan gambar-gambar." (HR. Al-Bukhari).
Adapun gambar orang-orang kafir maka memakai atau menggunakannya madharatnya akan semakin besar, sebab akan mengakibatkan pengagungan terhadap mereka.
Laki-laki menggunakan perhiasan emas dan
kain sutera.
Saat ini banyak kita jumpai barang-barang perhiasan untuk laki-laki yang terbuat dari emas. Seperti jam tangan, kaca mata, kancing baju, pena, rantai, cincin dan sebagainya. Ada pula yang merupakan hadiah dalam suatu pertandingan, misalnya sepatu emas dan lainnya.
Saat ini banyak kita jumpai barang-barang perhiasan untuk laki-laki yang terbuat dari emas. Seperti jam tangan, kaca mata, kancing baju, pena, rantai, cincin dan sebagainya. Ada pula yang merupakan hadiah dalam suatu pertandingan, misalnya sepatu emas dan lainnya.
Dari Ibnu Abbas radhiallahu anhu bahwasanya
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasalam melihat cincin emas di tangan seorang
laki-laki, serta merta beliau mencopot lalu membuangnya, seraya bersabda :
"Salah seorang dari kamu sengaja
(pergi) ke bara api, kemudian mengenakannya di tangannya!' Setelah Rasulullah ` pergi, kepada laki-laki itu dikatakan,
'Ambillah cincinmu itu dan manfaatkanlah!' Ia menjawab, 'Demi Allah, selamanya
aku tidak akan mengambilnya, karena Rasulullah ` telah
membuangnya." (HR. Muslim, 3/1655).
Dan Rasulullah Shallallahu alaihi wasalam bersabda
:
"Dihalalkan emas dan sutera itu untuk
kaum wanita dari kaumku dan diharamkan keduanya bagi kaum prianya dari
mereka." (HR. Ahmad,
At-Tirmidzi dan An-Nasa'i, shahih). (ain).
KESALAHAN
UMUM BERKAITAN DENGAN SHALAT
Shalat adalah amal pertama yang dihisab Allah.
Jika shalat seseorang baik maka baik pula seluruh amalnya. Demikian pun
sebalik-nya. Tetapi ironinya, banyak umat Islam yang melalaikan urusan shalat.
Berikut ini yang sering dilalaikan sebagian umat Islam dalam hal shalat.
Meninggalkan shalat sama sekali. Ini adalah suatu
kekufuran berdasarkan Al-Qur'an, As-Sunnah dan ijma'. Allah berfirman, artinya:
"Apakah yang membuat kalian masuk ke dalam Neraka Saqar?' Mereka menjawab,
'(Karena) kami dulu tidak termasuk orang-orang yang mendirikan shalat'."
(Al-Muddatstsir:4).
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallambersabda, artinya: "Perjanjian antara kami dengan mereka adalah shalat, barang-siapa meninggalkannya maka dia telah kafir." (HR. Ahmad dan lainnya, shahih).
Adapun dalil dari ijma' adalah ucapan Abdullah bin Syaqiq : "Para sahabat Muhammad shallallahu 'alaihi wasallamtidak berpendapat ada suatu amalan yang jika ditinggal-kan menjadikan kufur kecuali masalah shalat." (Diriwayatkan At-Tirmidzi dan lainnya dengan sanad shahih).
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallambersabda, artinya: "Perjanjian antara kami dengan mereka adalah shalat, barang-siapa meninggalkannya maka dia telah kafir." (HR. Ahmad dan lainnya, shahih).
Adapun dalil dari ijma' adalah ucapan Abdullah bin Syaqiq : "Para sahabat Muhammad shallallahu 'alaihi wasallamtidak berpendapat ada suatu amalan yang jika ditinggal-kan menjadikan kufur kecuali masalah shalat." (Diriwayatkan At-Tirmidzi dan lainnya dengan sanad shahih).
Mengakhirkan shalat. Sebab ia bertentangan dengan
firman Allah, artinya: "Sesungguhnya shalat itu wajib atas orang-orang
beriman pada waktu yang telah ditentukan." (An-Nisa': 103).
Karena itu, mengakhirkan shalat tanpa udzur yang dibolehkan syara' adalah dosa besar. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, artinya: "Itu adalah shalat orang munafik. Ia duduk menunggu matahari, sampai jika matahari telah berada di antara dua tanduk setan (hendak tenggelam) ia berdiri dan menukik empat rakaat, sedang ia tidak mengingat Allah di dalamnya kecuali sedikit." (HR. Muslim).
Karena itu, mengakhirkan shalat tanpa udzur yang dibolehkan syara' adalah dosa besar. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, artinya: "Itu adalah shalat orang munafik. Ia duduk menunggu matahari, sampai jika matahari telah berada di antara dua tanduk setan (hendak tenggelam) ia berdiri dan menukik empat rakaat, sedang ia tidak mengingat Allah di dalamnya kecuali sedikit." (HR. Muslim).
Meninggalkan shalat berjamaah. Shalat berjamaah
adalah wajib kecuali bagi orang yang memiliki udzur yang dibolehkan syara'.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, artinya: "Siapa yang
mendengarkan seruan adzan tetapi tidak memenuhinya maka tidak ada shalat
baginya, kecuali karena udzur." (HR. Ibnu Majah dan lainnya dengan
sanad kuat). Allah berfirman, artinya: "Dan ruku'lah bersama
orang-orang yang ruku'." (Al-Baqarah: 43). Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam bersabda, artinya: "Kemudian aku mengutus (utusan)
kepada orang-orang yang tidak shalat berjamaah, sehingga aku bakar rumah-rumah
mereka." (Muttafaq Alaih). Dan cukuplah bagi mereka yang menginginkan
syi'ar Islam dengan memulai lewat gerakan shalat berjama'ah.
Tidak thuma'ninah dalam shalat. Thuma'ninah adalah
rukun shalat. Shalat tidak sah jika tidak thuma'ninah. Thuma'ninah artinya,
tenang ketika sedang ruku', i'tidal, sujud dan duduk antara dua sujud. Tenang
di sini maksudnya, sampai tulang-tulang kembali pada posisi dan persendiannya,
tidak tergesa-gesa dalam pergantian dari satu rukun ke rukun lainnya.
Demikianlah, sehingga Nabi shallallahu 'alaihi wasallam kepada orang yang
tergesa-gesa dalam shalatnya dan tidak thuma'ninah bersabda, artinya:
"Kembali dan shalatlah, sesungguhnya engkau belum shalat."
Tidak khusyu' dan banyak gerakan dalam shalat.
Allah memuji orang-orang yang khusyu' dalam shalatnya. Allah berfirman,
artinya: "(Yaitu) orang-orang yang khusyu' dalam shalatnya."
(Al-Mukminun: 2). Karena itu, hendaknya setiap orang yang shalat, khusyu' dalam
shalatnya, sehingga memperoleh pahala yang sempurna.
Mendahului atau menyelisihi imam. Ini bisa
mengakibatkan batalnya shalat atau raka'at. Karena itu, hendaknya makmum
mengikuti imam, tidak mendahului atau terlambat daripadanya, baik satu rukun
atau lebih. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, artinya: "Sesungguhnya
diadakannya imam itu untuk diikuti, karena itu jika ia bertakbir maka
bertakbirlah, dan jangan kalian bertakbir sampai ia bertakbir, dan jika ia
ruku' maka ruku'lah dan jangan kalian ruku' sampai dia ruku'..." (HR.
Al-Bukhari dan Muslim).
Bangun dari duduk untuk menyempurnakan raka'at
sebelum imam selesai dari salam yang kedua.
Memandang ke langit (atas) atau menoleh ke kiri
dan ke kanan ketika shalat. Hal ini telah diancam oleh Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam, artinya: "Hendaklah orang-orang mau berhenti dari
mendongakkan pan-dangannya ke langit ketika shalat atau Allah tidak
mengembalikan pandangannya kepada mereka." (HR. Muslim).
Adapun menoleh yang tidak diperlukan maka hal itu mengurangi kesempurnaan shalat, dan jika sampai lurus ke arah lain maka hal itu membatal-kan shalat. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, artinya: "Jauhi-lah dari menoleh dalam shalat, karena sesungguh-nya ia adalah suatu kebinasaan." (HR. At-Tirmidzi dan dishahihkannya).
Adapun menoleh yang tidak diperlukan maka hal itu mengurangi kesempurnaan shalat, dan jika sampai lurus ke arah lain maka hal itu membatal-kan shalat. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, artinya: "Jauhi-lah dari menoleh dalam shalat, karena sesungguh-nya ia adalah suatu kebinasaan." (HR. At-Tirmidzi dan dishahihkannya).
Mengenakan pakaian tipis yang tidak menutupi
aurat. Hal ini membatalkan shalat, karena menutup aurat merupakan syarat sahnya
shalat.
Tidak memakai kerudung dan menutupi telapak kaki
bagi wanita. Aurat wanita dalam sha-lat adalah seluruh tubuhnya kecuali wajah
dan telapak tangan (termasuk punggungnya). Ummu Salamah x ditanya tentang
pakaian shalat wanita. Beliau menjawab: "Hendaknya ia shalat dengan
kerudung, dan baju kurung panjang yang menu-tupi kedua telapak kakinya."
Lewat di depan orang yang sedang shalat.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, artinya: "Seandainya
orang yang lewat di depan orang shalat itu mengetahui dosanya, tentu berhenti
(menunggu) empat puluh (tahun) lebih baik baginya daripada lewat di
depannya." (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Tidak melakukan takbiratul ihram ketika mendapati
imam sedang ruku'. Takbiratul ihram adalah rukun shalat karena itu ia wajib
dilakukan dan dalam keadaan berdiri, baru kemudian mengikuti imam yang sedang
ruku'.
Tidak langsung mengikuti keadaan imam ketika masuk
masjid. Orang yang masuk masjid hendaknya langsung mengikuti imam, baik ketika
itu ia sedang duduk, sujud atau lainnya (tentunya setelah takbiratul ihram,
sebagaimana disebutkan di muka). Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda, artinya: "Jika kalian datang untuk shalat dan kami sedang
sujud, maka sujudlah!" (HR. Abu Daud, shahih).
Melakukan sesuatu yang melalaikannya dari shalat.
Ini menunjukkan bahwa dia lebih menuruti hawa nafsu daripada menta'ati Allah.
Betapa banyak orang yang tetap sibuk dengan pekerjaannya, menonton TV, ngobrol
dan sebagai-nya sementara seruan adzan telah berkumandang. Padahal melalaikan
shalat dan mengingat Allah adalah suatu bencana besar. Allah berfirman,
artinya: "Wahai orang-orang yang beriman, jangan-lah hartamu dan
anak-anakmu melalaikanmu dari mengingat Allah, barangsiapa melakukan demiki-an
maka mereka itulah orang-orang yang merugi." (Al-Munafiqun:9).
Memejamkan mata ketika shalat tanpa keperluan. Ini
adalah makruh. Ibnu Qayyim berkata, 'Nabi shallallahu 'alaihi wasallam tidak
mencontohkan shalat dengan meme-jamkan mata.' Akan tetapi jika memejamkan mata
tersebut diperlukan misalnya, karena di hadapan-nya ada lukisan atau sesuatu
yang menghalangi kekhusyu'annya maka hal itu tidak makruh.
Makan atau minum dalam shalat. Ini membatalkan
shalat. Ibnul Mundzir berkata, 'Para ahli ilmu sepakat bahwa orang yang shalat
dilarang makan dan minum.' Karena itu, bila masih terdapat sisa makanan di
mulut, seseorang yang sedang shalat tidak boleh menelannya tetapi hendaknya
mengeluarkannya dari mulutnya.
Tidak meluruskan dan merapatkan barisan. Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, artinya: "Kalian mau meluruskan
barisan-barisan kalian atau Allah akan membuat perselisihan di antara hati-hati
kalian." (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Adapun rapatnya barisan, sebagaimana yang dipraktekkan para sahabat adalah pundak dan telapak kaki seseorang merapat dengan pundak dan telapak kaki kawannya.
Adapun rapatnya barisan, sebagaimana yang dipraktekkan para sahabat adalah pundak dan telapak kaki seseorang merapat dengan pundak dan telapak kaki kawannya.
Imam tergesa-gesa dalam shalatnya dan tidak
thuma'ninah, sehingga menjadikan makmum juga tergesa-gesa, tidak thuma'ninah
dan tidak sempat membaca Fatihah. Setiap imam akan ditanya tentang shalatnya,
dan thuma'ninah adalah rukun, karena itu ia wajib atas imam karena dia adalah
yang diikuti.
Tidak memperhatikan sujud dengan tujuh anggota.
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, artinya: "Kami
diperin-tahkan untuk sujud dengan tujuh anggota; kening -dan beliau mengisyaratkan
dengan tangannya sampai ke hidungnya-, dua tangan, dua lutut dan dua telapak
kaki." (Muttafaq Alaih).
Membunyikan ruas jari-jari ketika shalat. Ini
adalah makruh. Ibnu Abi Syaibah meriwayat-kan: "Aku shalat di sisi Ibnu
Abbas dan aku mem-bunyikan jari-jariku. Setelah selesai shalat, ia berkata,
'Celaka kamu, apakah kamu membunyi-kan jari-jarimu dalam keadaan shalat?"
Mempersilakan menjadi imam kepada orang yang tidak
pantas menjadi imam. Imam adalah orang yang diikuti, karena itu ia harus faqih
(paham dalam urusan agama) dan qari' (pandai membaca Al-Qur'an). Para ulama
mene-tapkan, tidak boleh dipersilakan menjadi imam orang yang tidak baik bacaan
Al-Qur'annya, atau yang dikenal dengan kemaksiatannya (fasiq), meskipun
demikian, kalau itu terjadi maka shalat makmum tetap sah.
Membaca Al-Qur'an secara tidak baik dan benar. Ini
adalah kekurangan yang nyata. Karena itu, setiap muslim harus berusaha untuk
membaca Al-Qur'an, terutama dalam shalatnya dengan baik dan benar. Allah
berfirman, artinya: "Dan bacalah Al-Qur'an itu dengan tartil." (Al-Muzzammil:
4).
Wanita pergi ke masjid dengan perhiasan dan
wewangian. Ini adalah kemunkaran yang tampak nyata baik di bulan Ramadhan atau
di waktu lainnya. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, artinya: "Jangan
melarang wanita-wanita pergi ke masjid, dan hendaknya mereka keluar dalam
keadaan tidak berhias dan memakai wewangian." (HR. Ahmad dan Abu Daud,
shahih).
LURUSKAN
DAN RAPATKAN SHAF
Shalat berjamaah merupakan amal yang sangat dianjurkan
oleh Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam . Sebagaimana sabdanya, "Shalat
berjamaah lebih afdhal dari shalat sendirian dua puluh derajat".
Ketika shalat berjamaah, meluruskan dan merapatkan shaf (barisan) sangat
diperintahkan, sebagaimana di dalam sabda Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam,
Artinya, "Luruskan shafmu, karena
sesungguhnya meluruskan shaf itu merupakan bagian dari kesempurnaan
shalat". (Muttafaq 'Alaih).
Hadits ini dan hadits-hadits lain yang semisal,
kata Ibnu Hazm, merupakan dalil wajibnya merapikan shaf sebelum shalat dimulai.
Karena menyempurnakan shalat itu wajib, sedang kerapihan shaf merupakan bagian
dari kesempurnaan shalat, maka merapikan shaf merupakan kewajiban. Juga
lafaz amr (perintah) dalam hadits di atas menunjukkan wajib. Selain itu,
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam setiap memulai shalat, selalu
menghadap kepada jamaah dan memerintahkan untuk meluruskan shaf, sebagaimana
yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik Radhiallaahu anhu.
Teladan dari Nabi dan Para Sahabat
Umar bin Khaththab pernah memukul Abu Utsman
An-Nahdi karena ke luar dari barisan shalatnya. Juga Bilal pernah melakukan hal
yang sama, seperti yang dikatakan oleh Suwaid bin Ghaflah bahwa Umar dan Bilal
pernah memukul pundak kami dan mereka tidak akan memukul orang lain, kecuali
karena meninggalkan sesuatu yang diwajibkan (Fathul Bari juz 2 hal 447). Itulah
sebabnya, ketika Anas tiba di Madinah dan ditanya apa yang paling anda
ingkari, beliau berkata, "Saya tidak pernah mengingkari sesuatu
melebihi larangan saya kepada orang yang tidak merapikan shafnya."
(HR. A-Bukhari).
Bahkan Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam
sebelum memulai shalat, beliau berjalan merapikan shaf dan memegang dada
dan pundak para sahabat dan bersabda,
"Wahai sekalian hamba Allah! Hedaklah
kalian meluruskan shaf-shaf kalian atau (kalau tidak), maka sungguh Allah akan
membalikkan wajah-wajah kalian." (HR. Al-Jama'ah, kecuali al-Bukhari)
Di dalam riwayat Abu Hurairah, dia berkata,
"Rasulullah biasa masuk memeriksa ke shaf-shaf mulai dari satu ujung ke
ujung yang lain, memegang dada dan pundak kami seraya bersabda,
"Janganlah kalian berbeda (tidak lurus shafnya), karena akan menjadikan
hati kalian berselisih "(HR. Muslim)
Imam Al-Qurthubi berkata, "Yang dimaksud
dengan perselisihan hati pada hadits di atas adalah bahwa ketika seorang tidak
lurus di dalam shafnya dengan berdiri ke depan atau ke belakang, menunjukkan
kesombongan di dalam hatinya yang tidak mau diatur. Yang demikian itu, akan
merusak hati dan bisa menimbulkan perpecahan (Fathul Bari juz 2 hal 443).
Pendapat ini juga didukung oleh Imam An-Nawawi, beliau berkata, berbeda hati
maksudnya terjadi di antara mereka kebencian dan permusuhan dan pertentangan
hati. Perbedaan ketika bershaf merupakan perbedaan zhahir dan perbedaan zhahir
merupakan wujud dari perbedaan bathin yaitu hati.
Sementara Qhadhi Iyyadh menafsirkannya dengan
mengatakan Allah akan mengubah hati mereka secara fisik, sebagaimana di dalam
riwayat lain (Allah akan mengubah wajah mereka). Hal itu merupakan
ancaman yang berat dari Allah, sebagaimana Dia mengancam orang yang mengangkat
kepalanya sebelum imam (i'tidal), maka Allah akan mengubah wajahnya menjadi
wajah keledai. Imam Al-Kirmani menyimpulkan, akibat dari pertentangan dan
perbedaan di dalam shaf, bisa menimbulkan perubahan anggota atau tujuan
atau juga bisa perbedaan balasan dengan memberikan balasan yang sempurna bagi
mereka yang meluruskan shaf dan memberikan balasan kejelekan bagi mereka yang
tidak meluruskan shafnya.
Berdiri di dalam shaf bukan hanya sekedar berbaris
lurus, tetapi juga dengan merapatkan kaki dan pundak antara satu dengan yang
lainnya seperti yang dilakukan oleh para shahabat. Diriwayatkan oleh Ibnu Umar
Radhiallaahu anhu Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda,
Artinya "Rapatkankan shaf, dekatkan
(jarak) antara shaf-shaf itu dan ratakan pundak-pundak." (HR. Abu Daud
dan An-Nasai, dishahihkan oleh Ibnu Hibban).
Di dalam riwayat lain oleh Abu Dawud Rasulullah
bersabda,
Artinya "Demi jiwaku yang ada di tanganNya, saya melihat syaitan masuk di celah-celah shaf, sebagaimana masuknya anak kambing."
Artinya "Demi jiwaku yang ada di tanganNya, saya melihat syaitan masuk di celah-celah shaf, sebagaimana masuknya anak kambing."
Posisi Makmum di Dalam Shalat
Apabila imam shalat berjamaah hanya dengan seorang
makmum, maka dia (makmum) disunnahkan berdiri di sebelah kanan imam(sejajar
dengannya), sebagaimana yang diceritakan oleh Ibnu Abbas bahwa beliau pernah
shalat berjamaah bersama Rasulullah n pada suatu malam dan berdiri di sebelah
kirinya. Maka Rasulullah n memegang kepala Ibnu Abbas dari belakang lalu
memindahkan di sebelah kanannya (Muttafaq 'Alaih). Apabila makmum terdiri dari
dua orang, maka keduanya berada di belakang imam, sebagaimana yang diriwayatkan
oleh Anas bin Malik, beliau bersabda,
Artinya "Rasulullah shalat maka saya dan
seorang anak yatim berdiri di belakangnya dan Ummu Sulaim berdiri di belakang
kami" (Muttafaq 'Alaih).
Adapun pendapat Kufiyyun (Ulama-ulama'
Kufah) yang mengatakan bahwa kalau makmum terdiri dari dua orang maka
yang satunya berdiri di sebelah kanan Imam dan yang lainnya di sebelah kirinya,
maka hal itu dibantah oleh Ibnu Sirin, seperti yang diriwayatkan oleh Attahawi
bahwa yang demikian itu hanya boleh diamalkan, ketika shalat di tempat yang
sempit yang tidak cukup untuk membuat shaf di belakang.
Hadits di atas juga menjelaskan bahwa makmum
wanita mengambil posisi di belakang laki-laki, sekali pun harus bershaf
sendirian. Dan dia tidak boleh bershaf di samping laki-laki, apalagi di
depannya. Sebaik-baik shaf laki-laki adalah yang pertama dan seburuk-buruknya
adalah yang terakhir. Sebaliknya bagi wanita, sebaik-baik shaf baginya adalah
yang terakhir dan yang paling buruk adalah yang pertama. (HR. Muslim dari Abu
Hurairah). Dan shaf yang paling afdhal adalah di sebelah kanannya imam. Dan
dari situlah dimulainnya membuat shaf baru, sebagaimana yang dikata-kan oleh Barra'
bin 'Azib dengan sanad yang shahih. Menyempurnakan shaf terdepan adalah yang
dilakukan oleh para malaikat, ketika berbaris di hadapan Allah.
Di riwayatkan oleh Abu Dawud dari Jabir bin
Samurah ia berkata, "Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda, "Tidakkah
kalian ingin berbaris, sebagaimana para malaikat berbaris di hadapan Rabb
mereka." Maka kami bertanya, "Bagaimanakah para malaikat
berbaris di hadapan Rabb?" Beliau menjawab, "Mereka
menyempurnakan barisan yang depan dan saling merapat di dalam shaf."
Dibolehkan seorang makmum shalat di lantai dua
dari masjid atau dipisahkan dengan tembok atau lainnya dari imam, selama dia
mendengar suara takbir imam. Sebagaimana yang dikatakan oleh Hasan, "Tidak
mengapa kamu shalat berjamaah dengan imam, walaupun di antara kamu dan imam ada
sungai". Ditambahkan oleh Abu Mijlaz, selama mendengar takbirnya imam
(Shahih Al-Bukhari). Dan sebagian ulama juga menyaratkan harus bersambungnya
shaf, namun hal ini masih diperdebatkan di antara para ulama. Juga kisah
qiyamuramadhan (shalat tarawih), yang pertama kali yang dilakukan oleh
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam .
Larangan Membuat Shaf Sendirian
Seorang makmum dilarang mem-buat shaf
sendirian, berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Wabishah bin Mi'bad, bahwa
Rasulullah melihat seseorang shalat di belakang shaf sendirian, maka beliau
memerintahkan untuk mengulang shalatnya (HR. Ahmad, Abu Daud, Tirmidzi dan
dishahihkan oleh Ibnu Hibban).
Dan pada riwayat Thalq bin Ali ada tambahan, "Tidak
ada shalat bagi orang yang bersendiri di belakang shaf".
Walaupun demikian sebagian ulama' tetap menyatakan sah shalat seorang yang
berdiri sendiri dalam satu shaf karena alasan hadits di atas sanadnya mudltharib
(simpang siur), sebagai-mana yang dikatakan oleh Ibnu Abdil Barr.
Menurut Syaikh Muhammad bin Shaleh Al-Utsaimin,
jika seseorang menjumpai shaf yang sudah penuh, sementara ia sendirian
dan tidak ada yang ditunggu, maka boleh baginya shalat sendiri di belakang shaf
itu. Karena apabila ada larangan berhada-pan dengan kewajiban (jamaah bersama
imam, red), maka di dahulu-kan yang wajib.
Untuk menjaga keutuhan shaf boleh saja
seorang maju atau bergeser ketika mendapatkan ada shaf yang terputus.
Sabda Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam yang diriwayatkan oleh Abu Juhaifah
beliau bersabda, "Barangsiapa yang meme-nuhi celah yang ada pada shaf
maka Allah akan mengampuni dosanya." (HR. Bazzar dengan sanad hasan).
Tiada langkah paling baik melebihi yang dilakukan
oleh seorang untuk menutupi celah di dalam shaf. Dan semakin banyak teman dan
shaf dalam shalat berjamaah akan semakin afdhal, sebagaimana yang
diriwayatkan oleh Ubay bin Ka'ab, Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam
bersabda,
Artinya "Shalat seorang bersama seorang
lebih baik daripada shalat sendirian dan shalatnya bersama dua orang lebih baik
daripada shalatnya bersama seorang. Dan bila lebih banyak maka yang demikian
lebih disukai oleh Allah 'Azza wa Jalla." (Muttafaq 'Alaih).
Dan ketika memasuki shaf untuk shalat disunahkan
untuk melakukannya dengan tenang tidak terburu-buru, sebagaimana yang
diriwayatkan oleh Abi Bakrah, bahwasanya ia shalat dan mendapati Nabi sedang
ruku' lalu dia ikut ruku' sebelum sampai kepada shaf, maka Nabi berkata
kepadanya,
Artinya "Semoga Allah menambahkan kepadamu
semangat (kemauan), tetapi jangan kamu ulangi lagi." (HR. Al Bukhari)
dan dalam riwayat Abu Daud ada tambahan: "Ia ruku' sebelum sampai di
shaf lalu dia berjalan menuju shaf." (Nurul Mukhlisin)
MENIKAH, TUNDA SEBELUM ...
Eramuslim - Menikah? Mungkin hanya orang-orang yang
mempunyai alasan yang sangat khusus saja yang tidak ingin menjalaninya. Sebagai
manusia, menikah adalah sesuatu yang fitrah yang sudah digariskan Allah karena
memang manusia memiliki kecenderungan terhadap setiap lawan jenisnya. Fase itu
seolah menjadi sesuatu yang "wajib" dilalui pada batas usia tertentu
(baligh) guna mendapatkan ketenangan hidup, kasih sayang bahkan rahmat Allah.
Rasulullah Muhammad saw pun dengan tegas
mengatakan, bahwa bukan menjadi bagian ummatnya orang-orang yang membenci
nikah, karena menikah adalah sunnahnya. Sungguh luar biasa ajaran yang dibawa
Nabi Allah tersebut, disatu sisi Islam melarang ummatnya untuk mendekati zina,
namun disisi lain sangat menganjurkan untuk menyegerakan menikah sebagai
langkah tepat menjaga kesucian diri.
Bahkan Allah pun masih memberikan toleransi bagi
ummat-Nya untuk melakukan polygami jika memang hal tersebut menjadi
satu-satunya solusi bagi permasalahan yang menyangkut urusan seksual seorang
laki-laki, meski dalam hal ini mesti digarisbawahi bahwa masih dalam koridor
menuju kesempurnaan taqwa dan kebersihan diri.
Namun pada kondisi seperti sekarang ini, saat
perbandingan laki-laki jauh lebih banyak dari jumlah kaum hawa, saat semakin
sulitnya mencari laki-laki sholeh yang tetap teguh dengan akhlaq mulianya di
zaman serba modern ini, saat lebih semakin sulitnya menemukan laki-laki yang
memiliki komitmen perjuangan dan pembelaan terhadap Islam yang begitu tinggi,
sangatlah mungkin menumbuhkan perasaan "risau" direlung-relung hati
para muslimah yang juga senantiasa memperbaiki akhlaq dan meningkatkan
ketaqwaan kepada Rabb-nya. Sementara dalam benak dan khayal mereka, laki-laki
pejuang dan pembela agama Allah-lah yang sangat menjadi dambaannya sebagai
teman dalam mengarungi bahtera rumah tangga.
Karena nyatanya, diseperempat abad usianya, belum
satupun datang menghampiri, meski ribuan lainnya mungkin begitu berharap kepada
gadis cantik, berakhlaq baik, terpelajar yang sangat komitmen dengan agamanya.
Namun dengan kelembutannya, ia menolaknya karena alasan kebersamaan perjuangan
yang lebih diutamakannya. Nyatanya juga, dikematangan berpikir dan kedewasaan
bersikapnya, belum juga seorang pun memberanikan diri menyatakan kesiapan
membangun mahligai taqwa berdua menuju kesempurnaan beragama.
Meski janji Allah tidak teragukan lagi, bahwa
laki-laki baik untuk wanita-wanita baik dan laki-laki tidak baik untuk wanita
tidak baik pula. Meski meski disisi lain, Allah kerap menguji keberimanan
hamba-Nya dengan ujian yang memberikan hikmah kesabaran bagi yang mampu
melewatinya. Namun disinilah hakikat penciptaan hati manusia yang mudah
dibolak-balikkan. Bahwa manusia kadang tetap teguh dengan keberimanannya meski
ujian seberat apapun menggelayutinya, namun sepersekian detik berikutnya
hatinya bisa begitu mudah terguncang oleh cobaan yang lain, terlebih cobaan
yang berkaitan dengan hal-hal yang berdekatan dengan emosi seperti, orang tua,
jodoh dan lain-lain.
Hal itu terbukti dari sekian banyaknya
wanita-wanita muslimah yang begitu resah dan galau hatinya saat-saat memasuki
usia pernikahan karena belum tergambarkan sesosok bayangan pun mengenai calon
pendamping. Sementara usia terus merambat naik, seolah sosok bayangan itu
terasa semakin menjauh dan terbang menghilang. Pada fase inilah terkadang banyak
muslimah yang 'menggadaikan' kesholehahannya untuk 'ditukar' dengan laki-laki
yang jauh dari harapannya saat masih menjadi aktifis dahulu. "Yang biasa
aja harus nunggu kepala tiga dulu, apalagi yang luar biasa" komentarnya.
Ini memang fase yang amat rentan bagi seorang muslimah, namun disinilah fase
pembuktian muslimah-muslimah yang konsisten dan yakin akan janji Allah.
Khawatir, galau, gundah, resah dan segenap
perasaan ketakutan tidak mendapatkan jodoh memang sangat peka dirasakan oleh
kalangan muslimah, terlebih saat usia memasuki dasawarsa kedua. Karena bisa
jadi -pikir mereka- semakin tambah usia mereka, semakin kecil probabilitasnya
karena jumlah laki-laki belum menikah yang seumur mereka disinyalir terus
berkurang. Saat seperti ini pulalah yang kemudian secara tidak disadari
memindahkan fokus perhatian tidak sedikit para muslimah, dari ghirah
meningkatkan ketaqwaan memperbaiki kualitas diri menjadi semangat mencari
pasangan hidup. Padahal, sangat berbanding lurus antara peningkatan kualitas
diri dengan peluang mendapatkan jodoh yang berkualitas.
Bicara soal kualitas, perlu kiranya memperhatikan
kembali hal-hal yang mungkin belum ditingkatkan oleh para muslimah berkenaan
dengan soal kesiapan mengarungi rumah tangga. Karena tentu saja, -ini yang
sering dilupakan- yang menentukan kesiapan bukan hanya kita yang seringkali
hanya melihat segi zahir saja, seperti usia dan materi. Padahal Allah-lah sang
penentu utama kesiapan seseorang dalam memasuki jenjang rumah tangga. Sangat
bisa, Allah menetapkan kita dalam status tidak memiliki persiapan apa-apa meski
secara usia sudah lebih dari cukup dan materi juga tidak ada masalah.
Sudahkah kita berusaha meningkatkan kesabaran
seperti dicontohkan Rahmah istri Nabi Ayub alaihi salam. Ia begitu sabar
dan ikhlas hidup dalam kesengsaraan dan penuh kehinaan bersama sang suami,
karena baginya kebahagiaan dalam kemuliaan dimata Allah-lah yang menjadi
tujuannya.
Sudahkah kedewasaan dan kematangan bersikap kita
diupayakan seperti kedewasaan Siti Khadijah, istri pertama Rasulullah saw.
Meski harta berlimpah ditangan, tidak membuatnya sombong terhadap suami yang
berpenghasilan kecil. Kelebihan usia juga bukan alasan untuk tidak patuh dan
tidak hormat kepada suami.
Sudahkah kecemerlangan berpikir Aisyah radiallahu
anha menjadi pelajaran bagi kita untuk dicontoh. Laki-laki, biasanya selalu
bersikap rasional. Maka, yang diinginkannya pula dari pasangannya adalah
hal-hal yang rasional, masuk akal. Istri yang cerdas dan mampu mengiringi
pembicaraan dalam setiap diskusi tentu akan lebih menyenangkan bagi sang suami.
Oleh karena itu, meningkatkan kualitas ilmu dan wawasan (dengan banyak membaca
misalnya) menjadi sesuatu yang perlu dilakukan pada masa-masa pranikah.
Sudahkah sifat-sifat penyayang dan pelindung
seperti yang diajarkan Asiyah istri Fir'aun kita usahakan terpatri menjadi
bagian dari sifat kita. Sehingga, suami pun tidak akan merasa salah dalam
menjatuhkan pilihannya kepada anda karena dia akan menemukan kehangatan kasih
sayang itu pada diri anda. Tentu tidak hanya suami, kelak anak-anak kita pun
besar dalam buaian kehangatan dan perlindungan ibu semacam Asiyah ini.
Sudahkah juga, semangat pengorbanan tertanam dalam
diri ini seperti Nusaibah binti Ka'ab yang mempersembahkan suami dan
anak-anaknya untuk perjuangan membela agama Allah.
Memang sulit untuk menyamai keteladanan Rahmah,
Khadijah, Aisyah, Asiyah, Nusaibah dan juga berbagai karakter utama dari banyak
sahabiah lainnya. Setidaknya semua itu menjadi contoh kepada kita, bahwa dengan
keteladanannya itu mereka mampu membahagiakan suami-suami mereka.
Namun bukan berarti saudara-saudara muslimah yang
sudah menikah juga sudah lebih baik kualitasnya dan sudah memiliki keteladanan
yang mendekati dari para sahabiah itu, sehingga mereka diberikan kesempatan
oleh Allah untuk 'lebih dulu' berjodoh. Bagaimana dengan fenomena pertengkaran
rumah tangga dan perceraian yang juga banyak melanda para aktifis pengajian?
Tentu disinilah letak keadilan Allah. Dia seolah
menunjukkan kepada hamba-Nya yang belum menikah tentang sebab-sebab keretakan
rumah tangga, yang antara lain karena rendahnya kualitas diri yang dimiliki
sebelum memasuki bahtera rumah tangga. Termasuk juga, Allah tunjukkan kepada
para muslimah, betapa laki-laki, makhluk yang kelak menjadi pendamping
hidupnya, juga bukan makhluk sempurna. Bukan tidak mungkin mereka lah yang
menyebabkan istri-istrinya kehilangan kesabaran dengan ulahnya yang
menyakitkan. Atau membuat sang istri menjadi orang-orang yang sombong karena
memanjakannya dengan harta. Suami juga bisa sangat berperan dalam upaya
pembodohan istri, ketika mereka juga bukan type manusia pembelajar atau bahkan
melarang istrinya meningkatkan keilmuan dan wawasannya. Wallahu a'lam
bishshowab (Bayu Gautama)
TIGA TIPE
PEREMPUAN: YANG MANA TIPE ANDA?
|
Islam tentu sangat memperhatikan kaum perempuan,
dimana hal tersebut tidak berlaku dalam ajaran-ajaran sebelum kedatangan Islam.
Posisi perempuan begitu penting (dipentingkan) sehingga sering terdengar suatu
ungkapan bahwa tegaknya suatu negara (kelompok) sangat tergantung dengan
perilaku perempuan dalam kelompok tersebut. Mungkin ada yang menganggap ini
berlebihan, meski tidak bisa dipungkiri bahwa peran perempuan sangat berdekatan
dengan kesuksesan dan juga kegagalan!
Dalam ajaran Islam, laki-laki dan perempuan tidak
dibedakan peranannya dalam kehidupan bermasyarakat dan beragama. Keduanya
memiliki kesempatan yang sama dalam berusaha berbuat yang terbaik bagi diri,
keluarga dan masyarakatnya. Jelasnya, Alqur'an tidak membedakan perlakuan
terhadap laki-laki dan perempuan. Beberapa ayat menjelaskan hal tersebut :
"Barangsiapa yang melakukan kebaikan,
baik laki-laki maupun perempuan sedangkan ia mukmin, mereka akan masuk surga
..." (QS. 4:124,
40:40)
"Barangsiapa beramal saleh, baik
laki-laki maupun perempuan, sedangkan ia mukmin, kami hidupkan dia dalam
kehidupan yang baik ..." (QS. 16:97)
"Aku tidak menyia-nyiakan amal orang
yang beriman diantara kamu, baik laki-laki maupun perempuan ..." (QS. 3:195)
"Tidaklah boleh bagi mukmin laki-laki
dan perempuan merasa keberatan bila Allah telah memutuskan sesuatu perkara
..." (QS. 33:36)
"Orang-orang beriman laki-laki dan
perempuan satu sama lain saling melindungi. Mereka sama-sama menyuruh kebaikan
dan melarang kemungkaran, mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, mentaati Allah
dan Rasul-Nya. Allah menyayangi mereka ..." (QS. 9:71)
Begitu gamblangnya Al Qur'an memperhatikan makhluk
perempuan, selain ayat-ayat diatas yang menunjukkan tidak adanya diskriminasi
antara laki-laki dan perempuan dalam hubungannya dengan pekerjaan, amal dan
tindakan, Al Qur'an juga memberikan kepada kita penjelasan tentang beberapa
tipologi perempuan, dimana bisa dikatakan, bahwa apa yang pernah terjadi pada
masa lalu dan diabadikan dalam Al Qur'an agar menjadi pelajaran bagi kaum
mukminin yang perempuan khususnya dan laki-laki pada umumnya. Karena, sekali
lagi, masalah yang berhubungan dengan perempuan yang terjadi di muka bumi ini,
hampir selalu terkait dengan kaum laki-laki.
Oleh karena itu, menjadi penting untuk
memperhatikan beberapa tipe perempuan yang pernah diterangkan Allah dalam Al
Qur'an. Dimana Al Qur'an secara khusus membicarakan jenis-jenis perempuan
berdasarkan amalnya. Untuk jenis perempuan ideal yang patut diteladani,
seringkali Al Qur'an menyebut nama jelas. Namun untuk melukiskan perempuan
"buruk" Al Qur'an tidak menyebut nama secara langsung.
Tipe pertama adalah type wanita saleh yang
diwakili oleh Maryam. Nama Maryam disebut beberapa kali dalam ayat-Nya selain
juga menjadi salah satu nama Surat dalam Al Qur'an. Ia adalah type perempuan
saleh yang menjaga kesucian dirinya, mengisi waktunya dengan pengabdian yang
tulus kepada Rabb-nya. Karena kesalehahannya itulah ia mendapat kehormatan
menjadi ibu dari kekasih Allah, Isa alaihi salam, tokoh terkemuka di
dunia dan akhirat (QS. 3:45).
"Dan Maryam putra Imran, yang menjaga
kesucian kehormatannya. Kami tiupkan roh Kami dan ia membenarkan kalimah
Tuhan-Nya dan kitab-kitab-Nya dan ia termasuk orang yang taat" (QS. 66:16).
Maryam adalah tipe perempuan saleh. Kehormatannya
terletak dalam kesucian, bukan dalam kecantikan. Tentu masih banyak deretan
nama-nama perempuan saleh baik yang tersebut dalam hadits-hadits Nabi maupun
dalam sejarah.
Al Qur'an juga menerangkan tipe-tipe perempuan
pejuang untuk menjadi contoh bagi para muslimah. Tipe yang kedua ini dicontohkan
dengan sempurna oleh Asiyah binti Mazahim, istri Fir'aun yang hidup dibawah
kekuasaan suami yang melambangkan kezaliman. Asiyah dengan teguh memberontak,
melawan dan mempertahankan keyakinannya apapun resiko yang diterimanya.
Semuanya ia lakukan karena ia memilih rumah di Surga, yang diperoleh dengan
perjuangan menegakkan kebenaran, ketimbang istana di dunia, yang dapat
dinikmatinya bila ia bekerja sama dengan kezaliman. "Dan Allah menjadikan
teladan bagi orang-orang yang beriman perempuan Fir'aun, ketika ia berdo'a:
Tuhanku, bangunkan bagiku rumah di surga. Selamatkan aku dari Fir'aun dan
perbuatannya. Selamatkan aku dari kaum yang zalim." (QS. 66:11).
Al Qur'an memuji perempuan yang membangkang kepada
suami yang zalim. Pada saat yang sama Al Qur'an juga mengecam perempuan yang
menentang suami yang memperjuangkan kebenaran, seperti istri Nabi Nuh alaihi
salam dan istri Nabi Luth alihi salam. Dalam kaitannya dengan hal ini, Al
Qur'an juga menambahkan satu contoh perempuan yang mendukung kezaliman suaminya
(sebagai contoh lawan dari Asiyah) yakni, istri Abu Lahab.
Selain Asiyah, ada pula contoh-contoh perempuan
pejuang meski suami-suami mereka bukanlah orang-orang zalim, melainkan para
pejuang kebenaran. Khadijah binti Khuwailid, Aisyah binti Abu Bakar, Nusaibah
binti Ka'ab, adalah contoh nama-nama yang bersama suami mereka bahu-membahu
memperjuangkan agama Allah.
Tipe ketiga yang dijelaskan dalam Al Qur'an adalah
tipe perempuan penggoda. Jelas untuk yang satu ini diwakili oleh Zulaikha
penggoda Nabi Allah Yusuf alaihi salam. Dalam kisah Zulaikha menggoda
Yusuf inilah, Al Qur'an menunjukkan kepandaian perempuan dalam melakukan makar
dan tipuan. Manakah tipe anda dari ketiga tipe tersebut? Wallahu a'lam
bishshowaab.
BIDADARI SURGA ITU ...
Menjelang perang Uhud dimulai, ia bersama
suaminya, Zaid bin Ashim dan kedua anaknya, Habib dan Abdullah keluar ke bukit
Uhud. Lalu Rasulullah saw bersabda kepada mereka, "Semoga Allah
memberikan berkah kepadamu semua." Setelah itu wanita bidadari perang
uhud itu berkata kepada beliau, "Berdo'alah kepada Allah semoga kami
dapat menemani engkau di surga kelak, ya Rasulullah!" Lalu Nabi saw
berdo'a, "Ya Allah jadikanlah mereka itu teman-temanku di Surga."
Maka wanita itupun berkata lantang, "Aku tidak akan mempedulikan
persoalan dunia menimpa diriku."
Dialah Ummu Amarah yang dikenal dengan nama
Nusaibah bin Ka'ab Al Maziniay yang menjadi bidadari surga karena perannya
membela Rasulullah saat pasukan muslimin terdesak pada perang Uhud. Bersama
Mush'ab bin Umair -yang kemudian menemui syahid setelah mendapatkan puluhan
tusukan di tubuhnya- Nusaibah menghadang Qam'ah, orang yang dipersiapkan
membunuh Rasulullah dalam perang tersebut. Nusaibah sendiri harus menderita
dengan dua belas tusukan dan salah satunya mengenai lehernya.
Kata-kata Nusaibah "Aku tidak akan
mempedulikan persoalan dunia menimpa diriku" setelah ia mendapati
Rasulullah mendoa'kan dirinya dan keluarganya menjadi teman-teman Rasul di
surga, terdengar begitu tegar dengan kesan yang amat mendalam. Mungkin karena
ketidakpeduliannya terhadap urusan dunia dengan segala apa yang bakal
menimpanya itulah yang kemudian menjadikannya salah seorang bidadari di surga.
Kini, 15 abad setelah Nusaibah tiada, masihkah ada
diantara kita yang berani dengan lantang dan mantap mengucapkan kata-kata
seperti yang diucapkan Nusaibah. Masihkah ada diantara kita yang tidak
mempedulikan persoalan dunia dan apapun yang dikehendaki Allah selama kita di
dunia menimpa diri ini. Mungkin ada, tapi entah dimana dan siapa.
Kalaupun ada, yang jelas dia adalah
Nusaibah-Nusaibah abad modern. Kalaupun ada juga, ia tentu tidak akan bersaksi
bahwa dialah orangnya, karena seperti Nusaibah bin Ka'ab, ia tidak pernah
bersaksi bahwa ia adalah pembela Rasulullah dan agama Allah, melainkan
Rasulullah lah yang memberikan kesaksian, "Tidaklah aku menoleh ke
kanan dan ke kiri pada peperangan Uhud melainkan aku melihat Nusaibah (Ummu
Amarah) berperang membelaku." (Al Ishabah).
Dimana Nusaibah kini, yang siap menyerahkan
seluruh hidupnya untuk membela Allah dan Rasul-Nya, yang menjadikan seluruh
anggota keluarga adalah mujahid pejuang Allah, yang lebih mengutamakan indahnya
surga Allah daripada kenikmatan-kenikmatan dunia yang sesaat dan serba semu,
yang tidak pernah khawatir dan merasa takut tidak mendapatkan kesenangan di
dunia, karena dimatanya, kesenangan menjadi teman Rasulullah di Surga menjadi
keutamaannya.
Dimana Nusaibah kini, yang Allah dengan segala
janjinya lebih ia yakini dari segala kepentingan dan urusan dunianya, yang
menikah dengan suami yang juga siap menyerahkan hidupnya untuk Allah semata,
yang siap menjadikan anak-anaknya tameng Rasulullah di setiap medan perang.
Bisa jadi, bila ada Nusaibah kini, ia akan siap
kehilangan segala kenikmatan dunianya, ia rela menjual kesenangan dunianya untuk
harga yang lebih mahal, yakni surga Allah. Ia tak pernah bersedih, murung
ataupun marah akan setiap ketentuan Allah atas dirinya, ia percaya bahwa Allah
akan bersikap adil dengan segala kehendaknya atas setiap manusia, ia begitu
yakin, jika tidak ia dapatkan kenikmatan dunia dengan segala perhiasannya,
pasti ia akan mendapatkan yang jauh lebih indah kelak sebagai balasan dari amal
dan kesabarannya menerima semua ketentuan-Nya. Tapi, dimanakah Nusaibah kini? Wallahu
a'lam bishshowaab (Bayu Gautama)
MENCERMATI
ISTILAH BID'AH HASANAH
Bid'ah hasanah sampai saat ini masih menjadi polemik dikalangan kaum muslimin, sebagian mereka menerima istilah ini dan sebagian lagi menolaknya dengan berprinsip bahwa setiap bid'ah adalah sesat. Sementara itu orang yang menerima adanya bid'ah hasanah berdalih bahwa bid'ah itu dilakukan dalam rangka beribadah dan taqarub ke pada Allah. Selain itu mereka juga punya beberapa argument dian taranya:
Ungkapan Umar Radhiallaahu anhu: "inilah
sebaik-baik bid'ah" ketika menda pati kaum muslimin berkumpul untuk
shalat tarawih berjama'ah de ngan satu imam
Sabda Nabi Shallallahu alaihi wasalam :
Makna yang benar dari hadits ini bisa dilihat dalam penjelasan selan-jutnya.
Makna yang benar dari hadits ini bisa dilihat dalam penjelasan selan-jutnya.
Jika setiap hal yang baru (bid'ah) adalah sesat
maka ber arti kemajuan teknologi, komuni kasi dan sejenisnya adalah dila rang
karena tidak ada pada zaman Nabi Shallallahu alaihi wasalam
Inilah diantara alasan-alasan yang sering
digunakan oleh mereka yang menerima adanya bid'ah hasanah. Bagaimanakah
penjelasan ulama dalam masalah ini ?
Ucapan shahabat Umar Radhiallaahu anhu :
"ini-lah sebaik-baik bid'ah"
Sebagaimana diketahui bahwa ucapan ini
beliau sampaikan keti ka melihat kaum muslimin melaku kan qiyamul
lail dibulan Ramadhan secara berjamaah.Yang jadi perta nyaan adalah
apakah benar qiyamul lail dibulan Ramadhan dengan ber jamaah itu merupakan
perbuatan bid'ah ? jawabannya adalah seba gaimana yang disampaikan oleh Syaikh
Muhammad Bin Shalih Al Utsa imin bahwa itu bukanlah bid'ah bahkan termasuk
sunnah rasulul lah Shallallahu alaihi wasalam, berdasarkan hadits riwa yat
Bukhari dan Muslim dari Aisyah, bahwa Nabi saw pernah melakukan qiyamul lail
dibulan Ramadhan bersama para shahabat selama 3 malam berturut-turut, kemudian
beliau tidak melakukannya pada malam berikutnya dan bersabda:
"Sesungguhnya aku takut kalau shalat
tersebut diwajibkan atas kamu lalu kamu tidak akan sanggup
melaksanakannya"
Dan setelah Nabi Shallallahu alaihi wasalam
menghentikan qiyamul lail ini maka diantara para shahabat ada yang melakukannya
sendiri-sendiri, ada yang berjamaah dengan beberapa orang saja, dan ada pula
yang berjamaah dengan jumlah besar. Keadaan ini terus berlangsung hingga
akhirnya Amirul Mukminin Umar mengumpulkan mereka kepada satu imam, lalu
beliau berkomentar "inilah sebaik-baik bid'ah ….dalam arti bila
dibandingkan dengan apa yang dilakukan kaum muslimin sebelumnya.
Dari sini jelas sekali bahwa beliau Shallallahu
alaihi wasalam, tidaklah membuat atau menciptakan ajaran baru dalam islam
berupa qiyaumul lail di bulan Ramadhan dengan satu imam, namun justru yang
beliau lakukan adalah menghidupkan kembali sunnah yang pernah dilakukan oleh
Rasulullah, karena sudah tidak ada lagi kekhawatiran akan diwajibkannya shalat
malam tersebut. Lain dari pada itu beliau adalah orang yang sangat patuh kepada
firman Allah ta'ala dan sabda rasulullah Shallallahu alaihi wasalam.
Tidak mungkin bahwa apa yang beliau ucapkan "inilah sebaik-baik
bid'ah" adalah bid'ah sebagaimana yang disabdakan Nabi :setiap
bid'ah adalah kesesatan. Oleh karena itu tidak layak bagi kita kaum
muslimin memper-tentangkan sabda rasul dengan perkataan shahabatnya
yang sudah dijamin oleh Nabi sendiri bahwa mereka adalah generasi terbaik dan
paling adil.
Hadits Nabi "Man sanna……"dst
Mereka yang membenarkan adanya bid'ah hasanah mengartikan
hadits yang kami sebutkan dimuka (point 2) sebagai berikut :
Barang siapa yang ( membuat atau
mengadakan) Sunnah yang baik dalam Islam, maka ia mendapat pahala perbuatannya
dan pahala orang-orang yang mengikuti perbuatanya itu sampai hari kiamat.
Hadits ini berkaitan dengan kisah orang-orang yang
menghadap kepada Nabi saw dan mereka dalam kesulitan besar,maka Nabi menghimbau
agar para shahabat mendermakan sebagian harta mereka untuk membantu orang-orang
yang kesulitan tadi. Lalu seorang dari kaum Anshor datang dengan membawa
sebungkus uang perak yang kelihatannya cukup banyak dan diletakkan dihadapan
Rasulullah maka wajah beliau berseri-seri dan bersabda: Man sanna ….dan
seterusnya.
Dari sini dapat dipahami bahwa memahami hadits
sebagaimana diatas, yaitu "barang siapa mem-buat (mengadakan) Sunnah…dst
adalah tidak benar,karena seluruh sunnah yang berkaitan dengan urusan agama
sudah dijelaskan oleh Nabi.
Makna yang benar dari hadits diatas adalah sebagai berikut :
Makna yang benar dari hadits diatas adalah sebagai berikut :
Pertama, Barang siapa berbuat (sesuatu) dalam
Islam, perbuatan yang baik….dst, sedang bid'ah bukan termasuk kebaikan dalam
islam.
Kedua , barang siapa menghidupkan suatu sunnah
dalam Islam …dst
Ketiga, siapa yang memulai
men-contohkan kebaikan dalam islam …dst.
Adapun anggapan orang tentang sesuatu yang dinilai
sebagai bid'ah hasanah maka, menurut syaikh Muhammad Al Utsaimin tidak lepas
dari dua hal:
-Pertama, kemungkinan bukan termasuk bid'ah namun
dianggap sebagai bid'ah.
-Kedua, memang benar-benar bid'ah yang sudah
barang tentu buruk, namun dia tidak mengetahui keburukannya.
Kemajuan Tehnologi, Bid'ah?
Secara bahasa bid'ah memang punya arti "
sesuatu yang baru yang tidak pernah ada sebelumnya, atau sesuatu yang
diciptakan pertama kali tanpa ada contoh yang mendahu luinya. Jika ditinjau
dari segi ini kemajuan Iptek memang bisa dikatakan bid'ah (hal baru) atau
sering disebut dengan istilah modern.
Iptek, apapun bentuknya dan bagaimanapun
canggihnya itu semua hanyalah sarana, jika sarana itu digunakan untuk perbuatan
yang haram maka hukumnya juga haram, jika untuk perbuatan yang diperin-tahkan
maka hukumnya juga diperintahkan. Sarana bisa berubah dan berganti dari
masa kemasa sesuai dengan perkembangan dan tuntutan kebutuhan manusia. Namun
berbeda dengan syariat yang tentu saja tidak bisa diperlakukan seperti ini.
Sebagai contoh seseorang yang mau berangkat haji,
kalau dulu dilakukan dengan jalan kaki atau naik unta , maka sekarang bisa naik
mobil, kapal, atau pesawat, ini tidak jadi masalah karena semua itu merupakan
sarana, namun kain ihram yang tidak berjahit tidak bisa diganti dengan baju
biasa, gamis, atau yang sejenisnya meskipun teknologi textil dan menjahit
semakin maju, karena yang disyariatkan ketika seseorang sedang berihram adalah
memakai pakaian tak berjahit.
Dengan demikian yang dimak-sud oleh rasulullah bahwa
setiap bid'ah itu sesat adalah hal-hal baru dalam urusan syariat (agama),
karena urusan syariat adalah tauqifi yaitu mengikuti apa-apa yang
disampaikan oleh beliau Shallallahu alaihi wasalam .
Benarlah apa yang disampaikan imam Asy Syatibi
ketika mendefini sikan bid'ah , yatu :" Cara dalam agama yang dibuat buat
menyaingi syariat dan dilakukan dengan tu juan seperti halnya
tujuan menja lan kan syariat". Juga definisi-definisi lain dari para
ulama dan masyayikh bahwa bid'ah yang dimaksudkan dalam sabda-sabda Nabi
Shallallahu alaihi wasalam adalah dalam hal agama (syariat), karena memang
tugas para rasul adalah untuk menyampai kan syariat. Allah berfirman: QS:5:67.
Hai rasul, sampaikan apa yang diturunkan
kepadamu dari rabb-mu.(QS:5:67)
Sebagai rasul pilihan yang sudah barang tentu
memiliki sifat amanah dan tabligh maka seluruh apa yang diturunkan kepada
beliausaw telah disampaikan dengan disaksikan oleh para shahabat yang hadir
dalam haji wada'.Dengan demikian Islam telah sempurna dan tidak perlu tambahan
baru lagi.
PENUTUP
Telah sepakat kaum muslimin baik yang menerima
atau menolak adanya bid'ah hasanah terhasdap hadits nabi:
Jauhilah perkara-perkara baru karena
segala hal yang baru (dalam agama) adalah bid'ah dan setiap bid'ah itu sesat.
Jika seseorang mau membuktikan bahwa disana ada
bid'ah hasanah maka konsekwensinya ia harus bisa membuktikan adanya dhalalah
hasanah (kesesatan yang baik) wallahu A'lam. (Departemen Ilmiah )
MENGAPA WANITA HARUS BERHIJAB ?
Pertanyaan ini sangat penting untuk dilontarkan
dan jawabannya sangat lebih penting lagi. Akan tetapi, pertanyaan di atas
membutuhkan jawa-ban yang sangat panjang. Di sini akan kami sebutkan sebagian
dari jawaban tersebut :
Pertama; Sebagai Realisasi Ketaatan Kepada Allah dan Rasul-Nya.
Karena ketaatan tersebut akan menjadi sumber
kebahagiaan dan kesuksesan besar di dunia dan akhirat. Maka seseorang tidak
akan merasakan manisnya iman sebelum mampu melaksanakan perintah Allah dan Rasul-Nya
serta berusaha merealisasikan semua perintah-perintah tersebut. Allah
Subhannahu wa Ta'ala berfirman,
“Dan barangsiapa menaati Allah dan Rasul-Nya,
maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar.” (Al- Ahzab :71)
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda,“Sungguh
akan merasakan manisnya iman seseorang yang telah rela Allah sebagai Tuhan,
Islam sebagai agama, dan Muhammad sebagai nabi (yang diutus Allah).” (H.R.
Muslim)
Di samping itu, bahwa tujuan utama Allah
menciptakan jin dan manusia tidak lain adalah untuk beribadah kepada-Nya,
sebagaimana yang telah difirmankan di dalam surat adz-Dzariyat ayat 56. Maka
segala aktivitas dan kegiatan manusia hendaklah mencerminkan nilai ibadah
kepada Allah termasuk dalam berbusana dan berpakaian.Caranya adalah dengan
meyesuaikan diri dengan aturan dan ketentuan berpakaian yang telah digariskan
dalam syari’at Islam.
Ke dua; Menampakkan Aurat dan Keindahan Tubuh Merupakan Bentuk Maksiat yang
Mendatangkan Murka Allah dan Rasul-Nya.
Allah Subhannahu wa Ta'ala Berfirman,“Dan
barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, maka sungguh dia telah sesat,
sesat yang nyata. (Al-Ahzab :36).
Nabi Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda,“Setiap
umatku (yang bersalah) akan dimaafkan, kecuali orang yang secara terang-terangan
(berbuat maksiat).” (Muttafaqun ‘alaih).
Sementara wanita yang menampakkan aurat dan
keindahan tubuh, telah nyata-nyata menampakkan kemaksiatan secara
terang-terangan. Hal ini dikarenakan Allah telah menje-laskan batasan aurat
seorang wanita, perintah untuk menutupinya ketika di hadapan orang asing (bukan
mahram) serta mencela dan melaknat wanita yang memamerkan auratnya di depan
umum.
Jika seorang wanita hanya sekedar lewat dengan
memakai parfum di hadapan kaum lelaki saja dapat dikategorikan zina,
sebagaimana disabdakan Nabi Shallallaahu alaihi wa Salam di dalam makna
memancing dan mengundang perbuatan tersebut, maka bagaimana lagi dengan
mempertontonkan sesuatu yang tak selayaknya diperlihatkan?
Bau wangi yang bersumber dari seorang wanita dapat
membangkitkan imajinasi kaum lelaki yang mencium aroma tersebut.Maka membuka
aurat jelas lebih dilarang dalam Islam karena bukan sekedar memberikan
gambaran, namun benar-benar menampakkan bentuk riilnya.
Ke tiga; Hijab Dapat Meredam Berbagai Macam Fitnah
Jika berbagai macam fitnah lenyap, maka
masyarakat yang dihuni oleh kaum wanita berhijab akan lebih aman dan selamat
dari fitnah. Sebaliknya apabila suatu masyarakat dihuni oleh wanita yang
tabarruj atau pamer aurat dan keindahan tubuh, sangat rentan terhadap ancaman
berbagai fitnah dan pelecehan seksual serta gejolak syahwat yang membawa
malapetaka dan kehan-curan. Bagian tubuh yang terbuka, jelas akan memancing
perhatian dan panda-ngan berbisa. Itulah tahapan pertama bagi penghancuran
serta perusakan moral dan peradaban sebuah masya-rakat.
Ke empat; Tidak Berhijab dan Pamer Perhiasan Akan Mengundang Fitnah bagi
Laki-Laki.
Seorang wanita apabila menam-pakkan bentuk tubuh
dan perhiasannya di hadapan kaum laki-laki bukan mahram, hanya akan mengundang
perhatian kaum laki-laki hidung belang dan serigala berbulu domba. Jika ada
kesempatan, maka mereka akan dengan ganas dan beringas memangsa, laksana singa
sedang kelaparan.
Penyair berkata, Berawal dari pandangan lalu
senyuman kemudian salam, Disusul pembicaraan lalu berakhir dengan janji dan
pertemuan.
Ke lima; Menunjukkan Kepribadian dan Identitas serta Mencegah dari
Gangguan.
Jika seorang wanita muslimah menjaga hijab, secara
tidak langsung ia berkata kepada semua kaum laki-laki “Tundukkanlah
pandanganmu, aku bukan milikmu serta kamu juga bukan milikku, tetapi saya hanya
milik orang yang dihalalkan Allah bagiku. Aku orang yang merdeka
dan tidak terikat dengan siapa pun dan aku tidak tertarik kepada siapa pun,
karena saya jauh lebih tinggi dan terhormat dibanding mereka yang sengaja
mengumbar auratnya supaya dinikmati oleh banyak orang.”
Wanita yang bertabarruj atau pamer aurat dan
menampakkan keindahan tubuh di depan kaum laki-laki lain, akan mengundang
perhatian laki-laki hidung belang dan serigala berbulu domba. Secara tidak
langsung ia berkata, “Silahkan anda menikmati keindahan tubuhku dan kecantikan
wajahku. Adakah orang yang mau mendekatiku? Adakah orang yang mau memandangiku?
Adakah orang yang mau memberi senyuman kepadaku? Atau manakah orang yang berseloroh
“Aduhai betapa cantiknya?” Mereka berebut menikmati keindahan tubuhnya dan
kecantikan wajahnya, sehingga membuat laki-laki terfitnah, maka jadilah ia
sasaran empuk laki-laki penggoda dan suka mempermainkan wanita.
Manakah di antara dua wanita di atas yang lebih
merdeka? Jelas, wanita yang berhijab secara sempurna akan memaksa setiap
laki-laki yang melihat menundukkan pandangan dan bersikap hormat. Mereka juga
menyimpulkan, bahwa dia adalah wanita merdeka, bebas dan sejati, sebagaimana
firman Allah Subhannahu wa Ta'ala ,
“Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah
untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu.” (Al-Ahzab :59).
Wanita yang menampakkan aurat dan keindahan tubuh
serta paras kecantikannya, laksana pengemis yang merengek-rengek untuk dikasihani.
Hal itu jelas mengundang perhatian laki-laki yang hobi menggoda dan
mempermainkan kaum wanita, sehing-ga mereka menjadi mangsa laki-laki bejat dan
rusak tersebut.Dia ibarat binatang buruan yang datang sendiri ke perangkap sang
pemburu. Akhirnya, ia menjadi wanita yang terhina, terbuang, tersisih dan
kehilangan harga diri serta kesucian. Dan dia telah menjerumuskan dirinya dalam
kehancuran dan malapetaka hidup.
Syarat-Syarat Hijab
Pertama; Hendaknya menutup seluruh tubuh dan tidak
menampakkan anggota tubuh sedikit pun, selain yang dikecualikan karena Allah
berfirman,
“Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung
ke dada mereka dan janganlah menampakkan perhiasan mereka, kecuali yang biasa
nampak.” (An-Nuur: 31)
Dan juga firman Allah Subhannahu wa Ta'ala,
“Wahai Nabi katakanlah kepada
isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin,
“Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. Yang demikian
itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu.
Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang.” (Al Ahzab :59).
Ke dua; Hendaknya hijab tidak menarik perhatian pandangan
laki-laki bukan mahram. Agar hijab tidak memancing pandangan kaum laki-laki,
maka harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
Hendaknya hijab terbuat dari kain yang tebal,
tidak menampakkan warna kulittubuh (transfaran).
Hendaknya hijab tersebut longgar dan tidak
menampakkan bentuk anggota tubuh.
Hendaknya hijab tersebut tidak berwarna-warni dan
bermotif.
Hijab bukan merupakan pakaian kebanggaan dan
kesombongan karena Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda,“Barangsiapa
yang mengenakan pakaian kesombongan (kebanggaan) di dunia maka Allah akan
mengenakan pakaian kehinaan nanti pada hari kiamat kemudian dibakar dengan
Neraka.” (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah, dan hadits ini hasan).
Hendaknya hijab tersebut tidak diberi parfum atau
wewangian berdasar-kan hadits dari Abu Musa Al-Asy’ary, dia berkata, Bahwa
Rasulullah bersabda,“Siapa pun wanita yang mengenakan wewangian, lalu
melewati segolongan orang agar mereka mencium baunya, maka ia adalah
wanita pezina” (H.R Abu Daud, Nasa’i dan Tirmidzi, dan hadits ini Hasan)
Ke tiga; Hendaknya pakaian atau hijab yang dikenakan tidak
menyerupai pakaian laki-laki atau pakaian kaum wanita kafir, karena Rasulullah
Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda,
“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum maka
dia termasuk bagian dari mereka.” (HR. Ahmad dan Abu Daud)
Dan Rasulullah mengutuk seorang laki-laki yang
mengenakan pakaian wanita dan mengutuk seorang wanita yang mengenakan pakaian
laki-laki. (H.R. Abu Dawud an-Nasa’i dan Ibnu Majah, dan hadits ini sahih).
Catatan : Menutup wajah menurut syaikh Muhammad
Nashiruddin al-Albani di dalam kitabnya Jilbab al-Mar’ah al-Muslimah Fil Kitab
Was Sunnah, adalah sunnah, akan tetapi yang memakainya mendapat
keutamaan.
Semoga tulisan ini memberi manfaat bagi seluruh
kaum muslimin, terutama para wanita muslimah agar lebih mantap/teguh dalam
menjaga hijab mereka.
MENIKAHI WANITA YANG SEDANG HAMIL
Untuk menghindari aib maksiat hamil di luar nikah,
terkadang orang justru sering menutupinya dengan maksiat lagi yang
berlipat-lipat dan berkepanjangan. Bila seorang laki-laki menghamili wanita,
dia menikahinya dalam keadaan si wanita sedang hamil atau meminjam orang untuk
menikahi-nya dengan dalih untuk menutupi aib, nah apakah pernikahan yang mereka
lakukan itu sah dan apakah anak yang mereka akui itu anak sah atau dia itu
tidak memiliki ayah ? Mari kita simak pembahasannya !!
Status Nikahnya :
Wanita yang
hamil karena perbuatan zina tidak boleh dinikahkan, baik dengan laki-laki yang
menghamilinya atau pun dengan laki-laki lain kecuali bila memenuhi dua syarat :
Pertama; Dia dan si laki-laki taubat dari perbuatan
zinanya. Hal ini dikarenakan Allah Subhanahu wa Ta'ala telah mengharamkan
menikah dengan wanita atau laki-laki yang berzina, Dia Subhanahu wa Ta'ala
berfirman,
Artinya “Laki-laki yang berzina tidak mengawini, kecuali perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik dan perempuan yang berzina tidak dikawini, melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik dan yang demikian itu, diharamkan atas orang-orang yang mu’min.”
Syaikh Al-Utsaimin berkata, “Kita mengambil dari ayat ini satu hukum yaitu haramnya menikahi wanita yang berzina dan haramnya menikahkan laki-laki yang berzina, dengan arti, bahwa seseorang tidak boleh menikahi wanita itu dan si laki-laki itu tidak boleh bagi seseorang (wali) menikahkannya kepada putri-nya.
Bila seseorang telah mengetahui, bahwa pernikahan ini haram dilakukan namun dia memaksakan dan melang-garnya, maka pernikahannya tidak sah dan bila melakukan hubungan, maka hubungan itu adalah perzinah-an. Bila terjadi kehamilan, maka si anak tidak dinasabkan kepada laki-laki itu atau dengan kata lain, anak itu tidak memiliki bapak. Orang yang menghalalkan pernikahan semacam ini, padahal dia tahu bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala telah mengharamkannya, maka dia dihukumi sebagai orang musyrik. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman,
Artinya, “Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan (sekutu) selain Allah yang mensyari’atkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah?”
Di dalam ayat ini Allah Subhanahu wa Ta'ala menjadikan orang-orang yang membuat syari’at bagi hamba-hamba-Nya sebagai sekutu, berarti orang yang menghalalkan nikah dengan wanita pezina sebelum taubat adalah orang musyrik.
Namun, bila sudah bertaubat, maka halal menikahinya, tentunya bila syarat ke dua berikut terpenuhi.
Artinya “Laki-laki yang berzina tidak mengawini, kecuali perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik dan perempuan yang berzina tidak dikawini, melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik dan yang demikian itu, diharamkan atas orang-orang yang mu’min.”
Syaikh Al-Utsaimin berkata, “Kita mengambil dari ayat ini satu hukum yaitu haramnya menikahi wanita yang berzina dan haramnya menikahkan laki-laki yang berzina, dengan arti, bahwa seseorang tidak boleh menikahi wanita itu dan si laki-laki itu tidak boleh bagi seseorang (wali) menikahkannya kepada putri-nya.
Bila seseorang telah mengetahui, bahwa pernikahan ini haram dilakukan namun dia memaksakan dan melang-garnya, maka pernikahannya tidak sah dan bila melakukan hubungan, maka hubungan itu adalah perzinah-an. Bila terjadi kehamilan, maka si anak tidak dinasabkan kepada laki-laki itu atau dengan kata lain, anak itu tidak memiliki bapak. Orang yang menghalalkan pernikahan semacam ini, padahal dia tahu bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala telah mengharamkannya, maka dia dihukumi sebagai orang musyrik. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman,
Artinya, “Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan (sekutu) selain Allah yang mensyari’atkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah?”
Di dalam ayat ini Allah Subhanahu wa Ta'ala menjadikan orang-orang yang membuat syari’at bagi hamba-hamba-Nya sebagai sekutu, berarti orang yang menghalalkan nikah dengan wanita pezina sebelum taubat adalah orang musyrik.
Namun, bila sudah bertaubat, maka halal menikahinya, tentunya bila syarat ke dua berikut terpenuhi.
Ke dua : Dia harus beristibra’ (menu-nggu
kosongnya rahim) dengan satu kali haidl, bila tidak hamil, dan bila
ternyata hamil, maka sampai melahir-kan kandungannya.
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda :
Artinya, “Tidak boleh digauli (budak) yang sedang hamil, sampai ia melahir-kan dan (tidak boleh digauli) yang tidak hamil, sampai dia beristibra’ dengan satu kali haid.
Di dalam hadits di atas, Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam melarang menggauli budak dari tawanan perang yang sedang hamil sampai melahirkan dan yang tidak hamil ditunggu satu kali haidl, padahal budak itu sudah menjadi miliknya.
Juga sabdanya Shallallaahu alaihi wa Sallam :
Artinya, “Tidak halal bagi orang yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, dia menuangkan air (maninya) pada semaian orang lain.
Mungkin sebagian orang mengata-kan, bahwa yang dirahim itu adalah anak yang terbentuk dari air mani si laki-laki yang menzinainya yang hendak menikahinya. Jawabnya adalah apa yang dikatakan oleh Al Imam Muhammad Ibnu Ibrahim Al Asyaikh , “Tidak boleh menikahi-nya sampai dia taubat dan selesai dari ‘iddahnya dengan melahirkan kandung-annya, karena perbedaan dua air (mani), najis dan suci, baik dan buruk dan karena bedanya status menggauli dari sisi halal dan haram.”
Ulama-ulama yang tergabung dalam Al-Lajnah Ad-Daimah menga-takan, “Dan bila dia (laki-laki yang menzinainya setelah dia taubat) ingin menikahinya, maka dia wajib menung-gu wanita itu beristibra’ dengan satu kali haid sebelum melangsungkan akad nikah dan bila ternyata dia hamil, maka tidak boleh melangsungkan akad nikah dengannya, kecuali setelah dia melahirkan kandungannya, berdasar-kan hadits Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam yang melarang seseorang menuangkan air (maninya) di persemaian orang lain.”
Bila seseorang nekad menikahkan putrinya yang telah berzina tanpa beristibra’ terlebih dahulu, sedangkan dia tahu bahwa pernikahan itu tidak boleh dan si laki-laki serta si wanita juga mengetahui bahwa itu adalah haram, maka pernikahannya itu tidak sah. Bila keduanya melakukan hubung-an badan maka itu adalah zina. Dia harus taubat dan pernikahannya harus diulangi, bila telah selesai istibra’ dengan satu kali haidh dari hubungan badan yang terakhir atau setelah melahirkan.
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda :
Artinya, “Tidak boleh digauli (budak) yang sedang hamil, sampai ia melahir-kan dan (tidak boleh digauli) yang tidak hamil, sampai dia beristibra’ dengan satu kali haid.
Di dalam hadits di atas, Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam melarang menggauli budak dari tawanan perang yang sedang hamil sampai melahirkan dan yang tidak hamil ditunggu satu kali haidl, padahal budak itu sudah menjadi miliknya.
Juga sabdanya Shallallaahu alaihi wa Sallam :
Artinya, “Tidak halal bagi orang yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, dia menuangkan air (maninya) pada semaian orang lain.
Mungkin sebagian orang mengata-kan, bahwa yang dirahim itu adalah anak yang terbentuk dari air mani si laki-laki yang menzinainya yang hendak menikahinya. Jawabnya adalah apa yang dikatakan oleh Al Imam Muhammad Ibnu Ibrahim Al Asyaikh , “Tidak boleh menikahi-nya sampai dia taubat dan selesai dari ‘iddahnya dengan melahirkan kandung-annya, karena perbedaan dua air (mani), najis dan suci, baik dan buruk dan karena bedanya status menggauli dari sisi halal dan haram.”
Ulama-ulama yang tergabung dalam Al-Lajnah Ad-Daimah menga-takan, “Dan bila dia (laki-laki yang menzinainya setelah dia taubat) ingin menikahinya, maka dia wajib menung-gu wanita itu beristibra’ dengan satu kali haid sebelum melangsungkan akad nikah dan bila ternyata dia hamil, maka tidak boleh melangsungkan akad nikah dengannya, kecuali setelah dia melahirkan kandungannya, berdasar-kan hadits Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam yang melarang seseorang menuangkan air (maninya) di persemaian orang lain.”
Bila seseorang nekad menikahkan putrinya yang telah berzina tanpa beristibra’ terlebih dahulu, sedangkan dia tahu bahwa pernikahan itu tidak boleh dan si laki-laki serta si wanita juga mengetahui bahwa itu adalah haram, maka pernikahannya itu tidak sah. Bila keduanya melakukan hubung-an badan maka itu adalah zina. Dia harus taubat dan pernikahannya harus diulangi, bila telah selesai istibra’ dengan satu kali haidh dari hubungan badan yang terakhir atau setelah melahirkan.
Status Anak Hasil Hubungan di Luar Nikah.
Semua madzhab yang empat (Madzhab
Hanafi, Malikiy, Syafi’i dan Hambali) telah sepakat bahwa anak hasil zina
itu tidak memiliki nasab dari pihak laki-laki, dalam arti dia itu tidak
memiliki bapak, meskipun si laki-laki yang menzinahinya dan yang mena-burkan
benih itu mengaku bahwa dia itu anaknya. Pengakuan ini tidak dianggap, karena
anak tersebut hasil hubungan di luar nikah. Di dalam hal ini, sama saja baik si
wanita yang dizinai itu bersuami atau pun tidak bersuami. Jadi anak itu tidak
berbapak.
Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah Shallallaahu
alaihi wa Sallam :
Artinya “Anak itu bagi (pemilik) firasy dan bagi laki-laki pezina adalah batu (kerugian dan penyesalan).”
Artinya “Anak itu bagi (pemilik) firasy dan bagi laki-laki pezina adalah batu (kerugian dan penyesalan).”
Firasy adalah tempat tidur dan di sini maksudnya adalah
si istri yang pernah digauli suaminya atau budak wanita yang telah digauli
tuannya, keduanya dinamakan firasy karena si suami atau si tuan
menggaulinya atau tidur bersamanya. Sedangkan makna hadits tersebut yakni anak
itu dinasab-kan kepada pemilik firasy. Namun karena si pezina itu
bukan suami maka anaknya tidak dinasabkan kepadanya dan dia hanya mendapatkan
kekecewaan dan penyesalan saja.
Dikatakan di dalam kitab Al-Mabsuth, “
Seorang laki-laki mengaku berzina dengan seorang wanita merdeka dan (dia
mengakui) bahwa anak ini anak dari hasil zina dan si wanita membenarkannya,
maka nasab (si anak itu) tidak terkait dengannya, berdasarkan sabda
Rasulullah n :
Artinya “Anak itu bagi pemilik firasy, dan bagi
laki-laki pezina adalah batu (kerugian dan penyesalan)”
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam
telah menjadikan kerugian dan penyesalan bagi si laki-laki pezina, yaitu
maksudnya tidak ada hak nasab bagi si laki-laki pezina, sedangkan penafian
(peniadaan) nasab itu adalah murni hak Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Ibnu Abdil Barr berkata, Nabi Shallallaahu alaihi
wa Sallam bersabda, “Dan bagi laki-laki pezina adalah batu (kerugian dan
penyesalan)” Maka beliau menafikan (meniadakan) adanya nasab
anak zina di dalam Islam.
Oleh karena itu anak hasil zina itu tidak
dinasabkan kepada laki-laki yang berzina maka :
-
Anak itu tidak berbapak.
-
Anak itu tidak saling mewarisi dengan laki-laki
itu.
-
Bila anak itu perempuan dan di kala dewasa ingin
menikah, maka walinya adalah wali hakim, karena dia itu tidak memiliki wali.
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda,
Artinya “Maka sulthan (pihak yang berwenang) adalah wali bagi orang yang tidak memiliki wali”
Artinya “Maka sulthan (pihak yang berwenang) adalah wali bagi orang yang tidak memiliki wali”
Satu masalah lagi yaitu bila si wanita yang
dizinahi itu dinikahi sebelum beristibra’ dengan satu kali haidh,
lalu digauli dan hamil terus melahirkan anak, atau dinikahi sewaktu hamil,
kemudian setelah anak hasil perzinahan itu lahir, wanita itu hamil lagi dari
pernikahan yang telah dijelaskan di muka bahwa pernikahan ini adalah haram atau
tidak sah, maka bagaimana status anak yang baru terlahir itu ?
Bila si orang itu meyakini bahwa pernikahannya itu
sah, baik karena taqlid kepada orang yang memboleh-kannya atau dia tidak
mengetahui bahwa pernikahannya itu tidak sah, maka status anak yang terlahir
akibat pernikahan itu adalah anaknya dan dinasabkan kepadanya, sebagaimana yang
diisyaratkan oleh Ibnu Qudamah tentang pernikahan wanita di masa ‘iddahnya
di saat mereka tidak mengetahui bahwa pernikahan itu tidak sah atau karena
mereka tidak mengetahui bahwa wanita itu sedang dalam masa ‘iddahnya,
maka anak yang terlahir itu tetap dinisbatkan kepada-nya padahal pernikahan di
masa ‘iddah itu batal dengan ijma para ulama, berarti penetapan nasab
hasil pernikahan di atas adalah lebih berhak.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah
mengatakan hal serupa, beliau berkata, “Barangsiapa menggauli wanita dengan
keadaan yang dia yakini pernikahan (yang sah), maka nasab (anak) diikutkan
kepadanya, dan dengannya berkaitanlah masalah mushaharah (kekerabatan)
dengan kesepakatan ulama sesuai yang saya ketahui, meskipun pada hakikatnya
pernikahan itu batil di hadapan Allah dan Rasul-Nya, dan begitu juga setiap
hubungan badan yang dia yakini tidak haram padahal sebenarnya haram, (maka
nasabnya tetap diikutkan kepadanya).
Semoga orang yang keliru menya-dari kekeliruannya
dan kembali taubat kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, sesungguhnya Dia Maha luas
ampunannya dan Maha berat siksanya. (Abu Sulaiman).
SIKAP MUSLIM TERHADAP HARI RAYA ORANG KAFIR
Sesungguhnya nikmat terbesar yang diberikan oleh
Allah Subhannahu wa Ta'ala kepada hamba-Nya adalah nikmat Islam dan iman serta
istiqomah di atas jalan yang lurus. Allah Subhannahu wa Ta'ala telah
memberitahukan bahwa yang dimaksud jalan yang lurus adalah jalan yang ditempuh
oleh hamba-hamba-Nya yang telah diberi nikmat dari kalangan para nabi,
shiddiqin, syuhadaa dan sholihin (Qs. An Nisaa :69).
Jika diperhatikan dengan teliti, maka kita dapati
bahwa musuh-musuh Islam sangat gigih berusaha mema-damkan cahaya Islam,
menjauhkan dan menyimpangkan ummat Islam dari jalan yang lurus, sehingga tidak
lagi istiqomah.Hal ini diberitahukan sendiri oleh Allah Ta'ala di dalam
firman-Nya, diantaranya, yang artinya: "Sebagian besar Ahli Kitab
menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu
beriman, karena dengki yang (timbul) dari diri mereka sendiri, setelah nyata
bagi mereka kebenaran. Maka ma'afkanlah dan biarkanlah mereka, sampai Allah
mendatangkan perintah-Nya. Sesung-guh-Nya Allah Maha Kuasa atas segala
sesuatu." (QS. 2:109)
Firman Allah Subhannahu wa Ta'ala yang lain,
artinya: Katakanlah: "Hai Ahli Kitab, mengapa kamu menghalang-halangi
dari jalan Allah orang-orang yang telah beriman, kamu menghendakinya menjadi
beng-kok, padahal kamu menyaksikan". Allah sekali-kali tidak lalai dari
apa yang kamu kerjakan. (QS. 3:99)
Artinya : " Hai orang-orang yang beriman,
jika kamu menta'ati orang-orang yang kafir itu, niscaya mereka mengembalikan
kamu kebelakang (kepada kekafiran), lalu jadilah kamu orang-orang yang
rugi". (QS. 3:149)
Salah satu cara mereka untuk menjauhkan umat Islam
dari agama (jalan yang lurus)yakni dengan menyeru dan mempublikasikan hari-hari
besar mereka ke seluruh lapisan masyara-kat serta dibuat kesan seolah-oleh hal
itu merupakan hari besar yang sifatnya umum dan bisa diperingati oleh
siapa saja. Oleh karena itu, Komisi Tetap Urusan Penelitian Ilmiyah dan Fatwa
Kerajaan Arab Saudi telah memberikan fatwa berkenaan dengan sikap yang
seharusnya dipegang oleh setiap muslim terhadap hari-hari besar orang
kafir.Secara garis besar fatwa yang dimaksud adalah :
Sesungguhnya kaum Yahudi dan Nashara menghubungkan
hari-hari besar mereka dengan peristiwa-peritiwa yang terjadi dan menjadikannya
sebagai harapan baru yang dapat memberikan keselamatan, dan ini sangat tampak
di dalam perayaan milenium baru (tahun 2000 lalu), dan sebagian besar orang
sangat sibuk memperangatinya, tak terkecuali sebagian saudara kita -kaum
muslimin- yang terjebak di dalamnya. Padahal setiap muslim seharusnya menjauhi
hari besar mereka dan tak perlu menghiraukannya.
Perayaan yang mereka adakan tidak lain adalah
kebatilan semata yang dikemas sedemikian rupa, sehingga kelihatan menarik. Di
dalamnya berisikan pesan ajakan kepada kekufuran, kesesatan dan kemungkaran
secara syar'i seperti: Seruan ke arah persatuan agama dan persamaan antara
Islam dengan agama lain. Juga tak dapat dihindari adanya simbul-simbul
keagamaan mereka, baik berupa benda, ucapan ataupun perbuatan yang tujuannya
bisa jadi untuk menampakkan syiar dan syariat Yahudi atau Nasrani yang telah
terhapus dengan datangnya Islam atau kalau tidak agar orang menganggap baik
terhadap syariat mereka, sehingga biasnya menyeret kepada kekufuran. Ini
merupakan salah satu cara dan siasat untuk menjauhkan umat Islam dari tuntunan
agamanya, sehingga akhirnya merasa asing dengan agamanya sendiri.
Telah jelas sekali dalil-dalil dari Al Quran,
Sunnah dan atsar yang shahih tentang larangan meniru sikap dan perilaku orang
kafir yang jelas-jelas itu merupakan ciri khas dan kekhususan dari agama
mereka, termasuk di dalam hal ini adalah Ied atau hari besar mereka.Ied di sini
mencakup segala sesuatu baik hari atau tempat yang diagung-agungkan secara
rutin oleh orang kafir, tempat di situ mereka berkumpul untuk mengadakan acara
keagamaan, termasuk juga di dalam hal ini adalah amalan-amalan yang mereka
lakukan. Keseluruhan waktu dan tempat yang diagungkan oleh orang kafir yang
tidak ada tuntunannya di dalam Islam, maka haram bagi setiap muslim untuk ikut
mengagungkannya.
Larangan untuk meniru dan memeriahkan hari besar
orang kafir selain karena adanya dalil yang jelas juga dikarenakan akan memberi
dampak negatif, antara lain:
Orang-orang kafir itu akan merasa senang dan lega
dikarenakan sikap mendukung umat Islam atas kebatilan yang mereka lakukan.
Dukungan dan peran serta secara lahir akan membawa
pengaruh ke dalam batin yakni akan merusak akidah yang bersangkutan secara
bertahap tanpa terasa.
Yang paling berbahaya ialah sikap mendukung dan
ikut-ikutan terhadap hari raya mereka akan menumbuhkan rasa cinta dan ikatan
batin terhadap orang kafir yang bisa menghapuskan keimanan.Ini sebagaimana yang
difirmankan Allah Ta'ala, artinya: "Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi
pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang
lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka
sesungguhnya o-rang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak
memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim". (QS. 5:51)
Dari uraian di atas, maka tidak diperbolehkan bagi
setiap muslim yang mengakui Allah sebagai Rabb, Islam sebagai agama dan
Muhammad sebagai nabi dan rasul, untuk ikut merayakan hari besar yang tidak ada
asalnya di dalam Islam, tidak boleh menghadiri, bergabung dan membantu
terselenggaranya acara tersebut.Karena hal ini termasuk dosa dan melanggar
batasan Allah.Dia telah melarang kita untuk tolong-menolong di dalam dosa dan
pelanggaran, sebagaimana firman Allah, artinya: "Dan tolong-menolonglah
kamu di dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong-menolong
dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertaqwalah kamu kepada Allah,
sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya." (QS. 5:2)
Tidak diperbolehkan kaum muslimin memberikan
respon di dalam bentuk apapun yang intinya ada unsur dukungan, membantu atau
memeriahkan perayaan orang kafir, seperti : iklan dan himbauan; menulis ucapan
pada jam dinding atau fandel; menyablon/membuat baju bertuliskan perayaan yang
dimaksud; membuat cinderamata dan kenang-kenangan; membuat dan mengirimkan
kartu ucapan selamat; membuat buku tulis;memberi keistimewaan seperti hadiah
/diskon khusus di dalam perdagangan, ataupun(yang banyak terjadi) yaitu
mengadakan lomba olah raga di dalam rangka memperingati hari raya mereka.
Kesemua ini termasuk di dalam rangka membantu syiar mereka.
Kaum muslimin tidak diperbolehkan beranggapan
bahwa hari raya orang kafir seperti tahun baru (masehi), atau milenium baru
sebagai waktu penuh berkah(hari baik) yang tepat untuk memulai babak baru di
dalam langkah hidup dan bekerja, di antaranya adalah seperti melakukan akad
nikah,memulai bisnis, pembukaan proyek-proyek baru dan lain-lain. Keyakinan
seperti ini adalah batil dan hari tersebut sama sekali tidak memiliki kelebihan
dan ke-istimewaan di atas hari-hari yang lain.
Dilarang bagi umat Islam untuk mengucapkan selamat
atas hari raya orang kafir, karena ini menunjukkan sikap rela terhadapnya di
samping memberikan rasa gembira di hati mereka.Berkaitan dengan ini Ibnul Qayim
rahimahullah pernah berkata, "Mengucapkan selamat terhadap syiar dan
simbol khusus orang kafir sudah disepakati kaha-ramannya seperti memberi ucapan
selamat atas hari raya mereka, puasa mereka dengan mengucapkan, "Selamat
hari raya (dan yang semisalnya), meskipun pengucapnya tidak terjeru-mus ke
dalam kekufuran, namun ia telah melakukan keharaman yang besar, karena sama saja
kedudukannya dengan mengucapkan selamat atas sujudnya mereka kepada salib.
Bahkan di hadapan Allah, hal ini lebih besar dosanya daripada orang yang
memberi ucapan selamat kapada peminum khamar, pembunuh, pezina dan sebagainya.
Dan banyak sekali orang Islam yang tidak memahami ajaran agamanya, akhirnya
terjerumus ke dalam hal ini, ia tidak menyadari betapa besar keburukan yang
telah ia lakukan. Dengan demikian, barang siapa memberi ucapan selamat atas
kemaksiatan, kebid'ahan dan lebih-lebih kekufuran, maka ia akan berhadapan
dengan murka Allah". Demikian ucapan beliau rahimahullah!
Setiap muslim harus merasa bangga dan mulia dengan
hari rayanya sendiri termasuk di dalam hal ini adalah kalender dan penanggalan
hijriyah yang telah disepakati oleh para shahabat Radhiallaahu anhu, sebisa
mungkin kita pertahan kan penggunaannya, walau mungkin lingkungan belum
mendukung. Kaum muslimin sepeninggal shahabat hingga sekarang (sudah 14 abad),
selalu menggunakannya dan setiap pergantian tahun baru hijriyah ini, tidak
perlu dengan mangadakan perayaan-perayaan tertentu.
Demikianlah sikap yang seharusnya dimiliki oleh
setiap mukmin, hendaknya ia selalu menasehati dirinya sendiri dan berusaha
sekuat tenaga menyelamatkan diri dari apa-apa yang menyebabkan kemurkaan Allah
dan laknatNya. Hendaknya ia mengambil petunjuk hanya dari Allah dan menjadikan
Dia sebagai penolong.
(Disarikan dari: Fatwa Komisi Tetap untuk
Penelitian Ilmiyah dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi tentang Perayaan Milenium Baru
tahun 2000. Ketua: Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah Alu Syaikh, Anggota: Syaikh
Abdullah bin Abdur Rahman Al-Ghadyan, Syaikh Bakr bin Abdullah Abu Zaid, Syakh
Shalih bin Fauzan Al Fauzan. (Dept Ilmiah)
YANG SERING KITA DAPATI DI DALAM
SHALAT JAMA’AH
SHALAT JAMA’AH
Di dalam shalat berjama’ah, kita sering menjumpai
berbagai pemandangan dan perilaku yang beraneka ragam. Di antaranya, ada yang
terkesan mengganggu dan kurang membuat enak di antara para jama’ah. Tulisan di
bawah merupakan kumpulan dari berbagai hal yang sering dijumpai di dalam shalat
berjama’ah. Disusun berdasarkan pengalaman yang dialami sendiri oleh penulis
dan dari hasil tanya jawab dengan beberapa orang jama’ah.
Di antara yang pokok dan perlu untuk diketengahkan
adalah sebagai berikut :
Ada sebagian orang yang berdiri di dalam shaf
secara tidak tegak lurus, meliuk-liuk ke kanan dan ke kiri (gontai), kadang
kaki kanan maju dan kadang kaki kiri layaknya orang yang tidak kuat berdiri.
Jika ia orang yang sudah tua mungkin bisa dimaklumi, akan tetapi jika yang
melakukan hal itu seorang yang masih gagah dan kedua kakinya pun kokoh, maka
hal itu tidak sepantasnya. Biasanya orang yang demikian karena merasa malas dan
berat dalam menunaikan shalat.
Ada di antara sebagian orang yang ketika shalat
dimulai, langsung menerobos ke shaf awal atau mencari tempat tepat di belakang
imam. Padahal shaf depan telah penuh dan ia datang belakangan sehingga menjadi
saling berhimpitan dan membuat orang lain terganggu. Jika ia memang
menginginkan shaf depan atau di belakang imam, maka seharusnya ia datang lebih
awal.
Dan sebaliknya ada juga sebagian orang yang
datang ke masjid lebih awal, namun ia tidak segera menempati shaf depan tetapi
malah mengam-bil tempat di bagian tengah atau belakang, ia biarkan shaf depan
atau posisi belakang imam diambil orang lain, padahal ia merupakan tempat yang
utama. Ini adalah kerugian, karena telah membiarkan sesuatu yang berharga lewat
begitu saja tanpa mengambilnya serta menghalangi dirinya dari memperoleh
kebaikan.
Sebagian orang juga ada yang berlebih-lebihan di
dalam merapatkan shaf, yakni terus mendorongkan kakinya dengan kuat, padahal
antara dia dan sebelahnya sudah saling merapat-kan kaki. Sehingga menjadikan
orang yang berada di sebelahnya terganggu, tidak tenang dan tidak khusyu’ di
dalam shalatnya. Sebaliknya, ada orang yang meremehkan masalah ini, sehingga
membiarkan antara dia dengan orang di sebelahnya ada celah untuk syetan.
Ada sebagian juga yang bersema-ngat dalam
menerapkan sunnah di dalam shalat, namun terkadang dengan cara terlarang yaitu
mengganggu sesama muslim. Dan sudah maklum, bahwa menjauhi sesuatu yang
terlarang lebih didahulukan daripada menjalankan yang mustahab (sunnah).
Sebagai contoh adalah seseorang yang merenggangkan
kedua tangannya ketika sujud, sehingga sikunya mendorong bagian dada orang yang
di sampingnya, atau duduk tawaruk (tahiyat akhir) dalam shaf yang sempit dan
membiarkan badannya mendorong kepada orang yang di sebelahnya sehingga
mengganggunya.
Ada juga di antara mereka yang tatkala berdiri
dalam shalat dan bersedekap, sikunya di dada orang lain yang ada di sampingnya,
apalagi dalam kondisi shaf yang rapat, tempat yang sempit dan berdesakan.
Seharusnya ia bersikap lemah-lembut terhadap sesama muslim, sebisa mungkin
merubah posisi dengan menyelaraskan kedua tangan yang bersedekap
terhadap orang yang berada di sampingnya.
Ada pula di antara jama’ah yang ketika mendapati
imam sedang sujud atau duduk, ia tidak segera mengikuti apa yang sedang
dilakukan imam tersebut. Akan tetapi, ia menunggu hingga imam berdiri untuk
raka’at selanjutnya. Kesalahan ini sering sekali terjadi, padahal yang benar
adalah hendaknya ia bersegera mengi-kuti imam masuk ke dalam jama’ah shalat,
tanpa memandang apa yang sedang dilakukan imam. Mengenai hal ini, Nabi
Shallallaahu alaihi wa Salam telah bersabda :
“Apabila kalian mendatangi shalat
sedangkan kami sedang sujud, maka ikutlah sujud, dan janganlah kalian
memperhitungkannya dengan sesuatu.”
Walaupun ia tidak mendapatkan raka’at tersebut
(kecuali jika mendapatkan rukuk), namun ia mendapatkan pahala atas apa yang
telah ia kerjakan itu.
Ada pula sebagian jama’ah yang ketika datang dan
mendapati imam sedang rukuk, ia lalu berdehem, pura-pura batuk, atau berbicara
dengan suara agak keras supaya imam mendengar lalu menunggunya (memanjangkan
rukuknya). Hal ini jelas mengganggu orang-orang yang sedang shalat, dan membuat
mereka tidak tenang (gelisah). Yang diperintahkan syari’at adalah hendaknya ia
masuk shaf dalam keadaan tenang dan tidak terburu-buru, jika mendapatkan rukuk,
maka alhamdulillah dan kalau ketinggalan, maka hendaknya ia menyempurnakan.
Di antara sebagian orang ada pula yang
terburu-buru masuk shaf untuk mengejar rukuk, ia bertakbir dengan tujuan untuk
rukuk, padahal seharusnya takbir itu adalah takbiratul ihram yang memang hanya
dilakukan dalam posisi berdiri. Yang disyariatkan adalah hendaknya ia bertakbir
dua kali, pertama takbiratul ihram dan ini merupakan rukun, sedang takbir kedua
untuk rukuk yang dalam hal ini adalah mustahab (sunnah).
Ada juga orang yang bertakbir untuk mengejar rukuk,
namun imam keburu mengangkat kepala. Maka berarti ia memulai rukuk ketika imam
telah selesai mengerjakannya, dan ia menganggap, bahwa dirinya telah
mendapatkan satu raka’at. Ini merupakan kesalahan dan ia tidak terhitung
mendapatkan satu raka’at, sebab untuk mendapatkan satu raka’at seseorang harus
mengucapkan minimalnya satu bacaan tasbih (subhana rabbiyal ‘adzim)
secara tuma’ninah bersama rukuknya imam.
Terkadang pula kita mendapati orang (makmum)
yang mengeraskan bacaan shalat dalam shalat sirriyah, sehingga mengganggu orang
yang berada di sebelahnya. Selayaknya dalam shalat jama’ah, seseorang jangan
mengangkat suaranya hingga terdengar orang lain, cukuplah bacaan itu terdengar
oleh dirinya sendiri. Termasuk dalam hal ini adalah seseorang yang membaca al-Fatihah
dengan suara agak keras dalam shalat jahar setelah imam selesai membacanya.
Sebaiknya, ia diam untuk mendengarkan bacaan imam atau membaca Al-Fatihah
sekedar yang terdengar oleh dirinya sendiri. Juga orang yang melafalkan niat
dengan suara yang terdengar orang lain, bahkan hal ini merupakan perkara
bid’ah, karena niat itu tempatnya di hati dan Nabi serta para shahabat tidak
pernah melafalkan niat.
Sebagian orang ada yang shalat di masjid dengan
mengenakan pakaian kumal seadanya, pakaian kotor atau pakaian tidur. Padahal
Allah Subhannahu wa Ta'ala telah berfirman dalam surat al-A’raf : 31.
“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang
indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan jangan
berlebih-lebihan.” (QS.
7:31)
Jika seseorang akan masuk ke rumah seorang
pejabat, atau mau berangkat ke kantor, maka tentu ia akan memilih pakaian yang
bagus bahkan yang paling bagus. Maka ketika akan ke masjid tentu lebih utama
lagi. Sebagian orang memang ada yang bekerja di tempat-tempat yang meng-haruskan
pakaian mereka kotor (seperti bengkel, buruh, tani dan lain-lain, red),
sehingga ketika shalat dengan baju kotor mereka beralasan karena kondisi
pekerjaan yang mengharuskan demikian. Maka penulis menyarankan agar orang
tersebut mengkhususkan satu pakaian yang bersih dan hanya dipakai waktu shalat
saja.
Ada pula sebagian orang yang mendatangi masjid,
padahal baru saja makan bawang merah atau bawang putih (dan yang semisalnya
seperti petai, jengkol dan lain-lain, red), sehingga menebarkan aroma yang
tidak sedap. Dalam sebuah hadits, Nabi n telah bersabda,
“Barang siapa yang makan bawang merah atau
bawang putih, maka janganlah sekali-kali mendekati masjid kami.”
Sama halnya dengan orang yang menghisap rokok yang
juga menebarkan bau tidak sedap sebagaimana bawang dan yang semisalnya. Para
ulama sepakat bahwa rokok itu merusak dan berbahaya, serta menghisapnya adalah
haram pada setiap waktu, bukan ketika mau shalat saja.
Ada pula di antara sebagian jama’ah yang
tidak perhatian terhadap lurusnya shaf dalam shalat. Maka kita melihat di
antara mereka ada yang agak lebih maju atau lebih mundur di dalam shaf, dan
tidak lurus dengan para jama’ah yang lain, padahal masjid-masjid sekarang pada
umumnya telah membuat garis shaf atau tanda-tanda lain. Nabi Shallallaahu alaihi
wa Salam telah memperingatkan hal itu dengan sabdanya :
“Janganlah kalian berbeda (berselisih) di
dalam shaf, sebab hati kalian akan menjadi berselisih juga.”
Seharusnya setiap makmum berusaha meluruskan diri
dengan melihat kanan kirinya, kemudian merapatkan pundak dan telapak kaki
antara satu dengan yang lain.
Klasifikasi Orang Di Dalam Melaksanakan Shalat
1. Orang yang
selalu Menjaga Shalat-nya.
Yaitu dengan menunaikannya secara baik dan benar
serta berjama’ah di masjid. Ia segera memenuhi panggilan shalat ketika
mendengar adzan, selalu berusaha berada di shaf terdepan di belakang imam. Di
sela-sela menunggu imam, ia gunakan waktu untuk berdzikir, membaca Al-Qur’an
hingga didirikan shalat. Orang yang melakukan ini akan mendapatkan pahala yang
besar dan terbebas dari dua hal, yaitu dari api neraka dan dari nifaq,
sebagaimana tersebut dalam hadits riwayat Imam at-Tirmidzi dari Anasz.
2. Orang yang
Melakukan Shalat dengan Berjama’ah namun Sering atau selalu Terlambat.
Ia selalu ketinggalan takbiratul ihram, satu atau
dua raka’at dan bahkan sering datang pada waktu tahiyat akhir. Bagi para salaf
ketinggalan takbiratul ihram bukanlah masalah kecil, sehingga mereka sangat
perhatian agar tidak ketinggalan di dalamnya.
3. Orang
Melakukan Shalat Secara Berjama’ah karena Takut Orang Tua.
Mereka melakukan shalat dengan berjama’ah karena
mencari ridha orang tuanya, sehingga tatkala orang tuanya tidak ada di rumah
atau sedang bepergian, maka ia tidak lagi mau berjama’ah, lebih-lebih dalam
shalat Shubuh.
4. Orang yang Tidak Pernah Shalat
Berjama’ah di Masjid.
Ia mendatangi masjid hanya sekali dua kali saja atau ketika Hari Jum’at saja, mereka berdalil dengan pendapat sebagian orang yang mengatakan, bahwa shalat berjama’ah itu bukan sesuatu yang wajib. Padahal Nabi Shallallaahu alaihi wa Salam tidak memberikan rukhshah kepada seorang yang buta untuk shalat di rumah, maka selayaknya seorang muslim mendahulukan ucapan Nabinya.
Ia mendatangi masjid hanya sekali dua kali saja atau ketika Hari Jum’at saja, mereka berdalil dengan pendapat sebagian orang yang mengatakan, bahwa shalat berjama’ah itu bukan sesuatu yang wajib. Padahal Nabi Shallallaahu alaihi wa Salam tidak memberikan rukhshah kepada seorang yang buta untuk shalat di rumah, maka selayaknya seorang muslim mendahulukan ucapan Nabinya.
5. Orang Melakukan Shalat Secara
Asal-asalan.
Yaitu tidak menyempurnakan rukuk, sujud serta rukun-rukun dan kewajiban yang lain. Dalam shalatnya ia tidak mengingat Allah kecuali sedikit sekali, bahkan mungkin hanya sekedar ikut-ikutan shalat dan gerak saja.
Yaitu tidak menyempurnakan rukuk, sujud serta rukun-rukun dan kewajiban yang lain. Dalam shalatnya ia tidak mengingat Allah kecuali sedikit sekali, bahkan mungkin hanya sekedar ikut-ikutan shalat dan gerak saja.
6. Orang yang Melakukan Shalat
sesuai Syarat dan Rukunnya, namun Ia Tidak Menghayati dan Mengerti.
Ia melakukan shalat dengan raga-nya secara baik, akan tetapi pikirannya mengembara dalam urusan dunia, hatinya pun tidak tertuju pada apa yang sedang ia kerjakan saat itu.
Ia melakukan shalat dengan raga-nya secara baik, akan tetapi pikirannya mengembara dalam urusan dunia, hatinya pun tidak tertuju pada apa yang sedang ia kerjakan saat itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar