Sabtu, 06 Oktober 2012

Bacaan Islamiyah


ANTARA NATAL DAN MAULID NABI Saw.

Natal
Tidak di ketahui secara pasti kapan Nabi Isa Dilahirkan, walaupun para penganut Kristiani mengklaim bahwa kelahiran Al Masih adalah tanggal 25 Desember namun keyakinan itu sama sekali tidak bisa dipertanggung-jawabkan secara pasti. Yang jelas Nabi Isa dilahirkan pada musim panas, sebagaimana dikisahkan dalam Al Qur'an bahwa setelah melahirkan putranya, sang ibu Maryam bersandar di sebuah pohon kurma lalu di wahyukan kepadanya agar menggoyang batang kurma itu,maka berjatuhanlah rutob dari atas pohon tersebut. Rutob adalah buah korma yang telah masak (empuk), dan buah kurma tidak akan bisa matang jika tidak ada angin panas yang bertiup. Jika ada yang berkeya-kinan bahwa Nabi Isa lahir pada musim salju (dingin) maka itu adalah salah.
Jangankan sampai sedetil tanggal lahirnya, tahun kelahirannya saja antara Biebel dan pencetus kalender Masehi yang dipakai saat ini ada perbedaan. Dalam Matius sebutkan bahwa Isa dilahirkan pada masa raja Herodas dari Roma. Sementara itu para pakar sejarah mereka mengatakan bahwa raja Herodas mati pada tahun 4 sebelum Masehi, artinya 4 tahun sebelum kelahiran nabi Isa. Jika Biebel memang benar maka seharusnya tahun Masehi (yang sekarang 2001) seharusnya sudah 2005. dan jika yang benar adalah pencipta kalender maka Bibel (kitab suci) mereka yang salah. Ada kemungkinan juga kedua-duanya salah, dan tidak mungkin keduanya benar.

Sitem Kerahiban dan Taklid Buta
Sungguh kacaunya sebuah agama desebabkan karena sumber asli (kitab suci) dari agama tersebut telah diacak-acak dan diputar balikan oleh orang-orang yang menamakan dirinya atau dinamai ahli ilmu dan ahli ibadah. Dengan seenaknya orang-orang semacam ini membuat fatwa dan hukum yang menyelisihi sumber otentik dari agama itu sendiri. Mereka dianggap sebagai wakil Tuhan dan orang suci yang tidak punya salah atau ma'shum. Sehingga ucapan mereka ibarat wahyu yang harus ditaati meskipun itu mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram.
Jika demikian maka ini berarti telah menjadikan orang alim (baik itu ulama, pendeta, rahib dan sebagainya) sebagai tuhan-tuhan selain Allah. Mungkin mereka beralasan dengan mengatakan: "Kami kan tidak menyembah mereka!" Alasan serupa juga pernah disampaikan oleh seorang Ahlu Kitab yang masuk Islam, Adiy bin Hatim, tatkala ia mendengar Nabi Shallallaahu alaihi wa salam membaca firman Allah, yang artinya: "Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai rabb-rabb selain Allah, dan (juga mereka menjadikan Rabb) Al-Masih putera Maryam; padahal mereka hanya disuruh menyembah Ilah Yang Maha Esa; tidak ada Ilah (yang berhak disembah) selain Dia. Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan." (QS. 9:31)
Mendengar pembelaan diri dari Adiy, Rasulullah Shallallaahu alaihi wa salam lalu bertanya: "Tidaklah mereka itu mengharamkan apa yang telah dihalalkan Allah lalu kamu pun mengharamkannya? Dan tidaklah mereka itu menghalalkan apa yang telah diharamkan Allah lalu kamupun (ikut) menghalalkannya?"
Semua pertanyaan Nabi Shallallaahu alaihi wa salam dibenar-kan oleh Adiy, maka beliaupun bersabda: "Itulah ibadah (penyembahan) kepada meraka." (HR. Imam Ahmad dan At-Tirmidzi dengan mengatakan hasan)
Fenomena seperti ini ternyata juga merebak di kalangan kaum muslimin dimana masih banyak diantara mereka terjebak dalam kultus Individu, menganggap wali ma'shum terhadap seseorang yang segala tingkah laku dan ucapannya tidak boleh disalahkan, dengan alasan takut kuwalat (tertimpa bencana), atau beranggapan mereka memiliki maqom (kedudukan) yang tidak bisa dimengerti dan dicapai orang awam.
Demikianlah sistem kerahiban dalam agama Nashara telah menjadikan penganutnya dicap Allah sebagai orang dloollin (sesat). Sistem ini sebagaimana disebutkan dalam firman Allah surat Al Hadid ayat 27 merupakan perkara yang diada-adakan dan sama sekali tidak pernah diperintahkan oleh Allah. Artinya: "Dan mereka mengada-adakan rahbaniyyah padahal kami tidak mewajibkannya kepada mereka tetapi (mereka sendirilah yang mengada-adakannya) untuk mencari keridhaan Allah, lalu mereka tidak memeliharanya dengan pemeliharaan yang semestinya. Maka Kami berikan kepada orang-orang yang beriman di antara mereka pahalanya dan banyak di antara mereka orang-orang yang fasik." (QS. 57:27)
Dengan kata lain mereka telah membuat bid'ah dalam tata cara agama mereka,sehingga mereka menjadi sesat. Oleh karena itu Rasulullah, jauh-jauh sudah mengingatkan, agar Islam terjaga kemurniannya maka beliau bersabda, yang artinya: "Setiap hal yang baru (dalam urusan agama adalah bid'ah, dan setiap bid'ah adalah sesat." (HR. Imam Ahmad, Abu Dawud, At-Tirmidzi, Ibnu Majah).
Bagaimana Dengan Maulid Nabi ?
Maulid (peringatan Hari kela-hiran) Nabi Shallallaahu alaihi wa salam sudah menjadi tradisi bagi sebagian besar kaum muslimin di Indonesia. Hari tersebut dianggap sebagai hari besar (hari raya) yang harus diperingati secara rutin tiap tahun. Peringatan secara rutin dan terus menerus dalam istilah Arab disebut dengan Ied, sedang kalau kita mau meneliti dalam kitab-kitab hadits bab tentang hari raya disana biasanya tertulis Kitabul Idain (kitab tentang dua hari raya atau hari besar), maksudnya Iedul Fithri dan Iedul Adha. Dari sini jelas sekali bahwa hari Besar dalam Islam yang diperingati secara rutin tiap tahun hanya ada dua hari saja. Sekiranya ada hari besar lain yang waktu itu dirayakan oleh Rasulullah dan para sahabatnya, tentu kaum muslimin mulai zaman shahabat, tabiin dan tabiut-tabiin sudah lebih dahulu melakukannya. Sebagaimana mereka merayakan Idain secara mutawatir, tanpa ada khilaf, dan sudah barang tentu juga dijelaskan adab-adabnya dan bagaimana prakteknya.
Sedangkan dalam tinjauan syar'i peringatan maulid Nabi sebagaimana di kemukakan syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz Rahimahullaah dalam kitabnya At Tahdzir minal Bida', adalah merupakan hal baru dalam Islam, yang tidak pernah di contohkan oleh Rasulullah, para shahabat dan tabi'in. Ada beberapa alasan mengapa beliau tidak memperbolehkan peringatan semacam ini
Pertama : merupakan amalan baru yang tertolak, sebagaimana sabda Nabi n, yang artinya: "Barangsiapa mengada-adakan (sesuatu hal baru) adalam urusan (agama) kami, yang bukan merupakan ajarannya maka akan ditolak" (Muttafaq Alaih).
Kedua : Menyelisihi Sunnah Nabi dan Khulafaur Rasyidin. Nabi Shallallaahu alaihi wa salam bersabda, artinya: "Kamu semua harus berpegang teguh pada sunnahku (setelah Al-Qur'an) dan sunnah khulafaur Rasyidin yang mendapat petunjuk Allah setelahku." (HR. Abu Dawud dan At Tirmidzi).
Ketiga : Mengambil ajaran bukan dari Nabi, Firman Allah. Artinya : "Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dila-rangnya bagimu maka tinggalkan-lah; dan bertaqwalah kepada Allah. Sesung-guhnya Allah sangat keras hukuman-Nya." (QS. 59:7)
Keempat : Tidak pernah dicon-tohkan dan diteladankan oleh Nabi Shallallaahu alaihi wa salam padahal sebisa mungkin kita harus meneladani beliau, Firman Allah, artinya: "Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (keda-tangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah." (QS. 33:21)
Kelima : Agama Islam telah sempurna tidak perlu penambahan ajaran baru lagi. Firman Allah, artinya : "Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agamamu." (QS. 5:3)
Keenam : Bahwa Rasulullah telah menunjukan seluruh kebaikan kepada umatnya dan telah memperingatkan dari kejahatan yang beliu ketahui, sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Muslim. Beliau tidak pernah memberi petunjuk tentang peringatan maulid ini, bahkan sebaliknya memperingatkan dari perkara-perkara baru dalam Islam.
Ketujuh : Membuat ajaran baru dalam Islam merupakan seburuk-buruk perkara, sebagaiaman penggalan sabda beliau Shallallaahu alaihi wa salam dalam sebuah khutbahnya, yang artinya: " Dan seburuk-buruk perkara(dalam agama) ialah yang di ada-adakan (bid'ah), dan setiap bid'ah itu kesesatan." (HR. Muslim)
Kedelapan : Merupakan sikap tasyabuh (meniru-niru) ahli kitab dari kaum Yahudi dan Nashrani dalam hari-hari besar mereka.
Belum lagi jika dalam acara tersebut terdapat ghuluw (sikap berlebihan) terhadap Nabi Shallallaahu alaihi wa salam misalnya berkeyakinan kalau Nabi datang dalam acara tersebut dan bisa menjawab do'a, ikhtilath yaitu bercampur baur pria dan wanita yang bukan muhrim, atau diselingi dengan pentas musik dan sebaginya.
Kalau kita selidiki kedua kasus di atas baik itu natal maupun maulid Nabi n, ternyata sumber kekeliruannya adalah sama yaitu Niat baik yang salah cara penyalurannya. Padahal Islam telah mengajarkan bahwa suatu amal dikatakan Shalih dan akan diterima oleh Allah selain diniatkan dengan ikhlas juga harus mengikuti cara dan petunjuk yang dibawa oleh Nabi n. Karena kalau kita lihat dalam Al-Qur'an, orang kafir yang dikatakan oleh Allah sebagai orang yang paling rugi amalnya ternyata dikarenakan salah prediksi (perkiraan). Mereka sangka apa yang mereka lakukan adalah kebaikan-kebaikan sebagaimana yang mereka niatkan, padahal sebenarnya adalah kesesatan, firman Allah, artinya : "Katakanlah : "Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya. Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedang mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya." (QS. 18:103-104)
Janganlah kita seperti mereka, cocokkan cara ibadah kita dengan cara ibadah Nabi Shallallaahu alaihi wa salam dan para sahabatnya, dan sertailah dengan niat ikhlas karena Allah. (Dept. Ilmiah)

Sumber:
  - Waspada Terhadap Bid'ah, Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baaz, Yayasan Al-
  Sofwa, cet. 2, 1997.
- Kitab Tauhid, Syaikh At-Tamimi.
- Benarkah Al-Qur'an mengatakan Bibel Sudah Berubah?, HM. Thaha Suhami, 
   Yayasan Kebangkitan Kaum Muslimin.
- Al-Qur'an dan Terjemahannya, cetakan Madinah Munawwarah.


BERTOBAT DARI MEROKOK
 

Fakta-fakta

Rekomendasi WHO, 10/10/1983 menyebutkan seandainya 2/3 dari yang dibelanjakan dunia untuk membeli rokok digunakan untuk kepentingan kesehatan, niscaya bisa memenuhi kesehatan asasi manusia di muka bumi.
WHO juga menyebutkan bahwa di Amerika, sekitar 346 ribu orang meninggal tiap tahun dikarenakan rokok.
90% dari 660 orang yang terkena penyakit kanker di salah satu rumah sakit Sanghai Cina adalah disebabkan rokok.
Prosentase kematian disebabkan rokok adalah lebih tinggi dibandingkan karena perang dan kecelakaan lalulintas.
20 batang rokok per hari menyebabkan berkurangnya 15% haemoglobin, yakni zat asasi pembentuk darah merah.
Prosentase kematian orang yang berusia 46 tahun atau lebih adalah 25 % lebih bagi perokok.

Dugaan-dugaan Dusta

Merokok membantu berfikir, padahal kenyataannya merokok bisa menceraiberaikan pikiran, mengurangi konsentrasi berfikir karena rokok menyebabkan penyempitan nafas dan keringnya tenggorokan.
Merokok membantu menenangkan urat saraf, padahal sebaliknya rokok berpengaruh buruk pada urat saraf, sebagaimana ia menyebabkan kencangnya detak jantung dan itu sangat berbahaya.
Merokok memperbanyak teman dengan saling menawarkan rokok dan berbasa-basi di dalamnya. Ternyata inipun keliru, sebab pada kenyataannya teman-teman yang dimaksud adalah teman-teman buruk.
Merokok menghilangkan rasa lelah, padahal justru menambah kelelahan dan kepayahan karena terganggunya banyak organ tubuh, seperti urat saraf, alat pencernaan dsb.
Merokok bisa mengusir kesedihan dan kegalauan, padahal ia mendatangkan kesedihan, kegalauan dan bencana, di antaranya karena ia harus terus merogoh kantongnya, dan dengan merokok berarti ia secara terang-terangan melakukan maksiat kepada Allah.

Bahaya Merokok

Merokok sangat berbahaya dan merusak kesehatan. Di antara bahaya merokok adalah:
·         Melemahkan iman dan menjauhkan diri dari Tuhan.
·         Mengurangi nafsu makan.
·         Menyebabkan penyakit TBC.
·         Menyebabkan sesak nafas.
·         Menyebabkan sulitnya pencernaan makanan.
·         Menyebabkan rusaknya hati.
·         Menyebabkan berhentinya detak jantung.
·         Menyebabkan penyakit kanker.
·         Menyebabkan batuk dan lendir.
·         Menyebabkan lemas dan kurus.
·         Menyebabkan luka lambung.
·         Menyebabkan kebakaran.
·         Menyebabkan keengganan isteri terhadap suaminya.

Mungkin beberapa penyakit di atas belum tampak pada masa muda karena daya tahan tubuh yang diberikan Allah Subhannahu wa Ta'ala. Tetapi pada masa tua, berbagai penyakit itu akan bereaksi kecuali jika Allah menghendaki yang lain.

Bagaimana Memerangi Rokok ?

Tak disangsikan bahwa setiap penyakit ada obatnya. Adapun untuk mengatasi kecanduan merokok di antaranya adalah hal-hal berikut:
·         Tarbiyah (pendidikan) keimanan yang sungguh-sungguh untuk setiap individu masyarakat.
·         Adanya teladan yang baik saat di rumah, sekolah dan lingkungan lainnya.
·         Melarang para guru merokok di depan murid-muridnya terutama yang masih berusia belia.
·         Penerangan yang gencar dan intensif tentang bahaya merokok.
·         Membebankan pajak yang tinggi terhadap berbagai jenis rokok.
·         Melarang merokok di tempat-tempat kerja, stasiun, bandara dan tempat-tempat umum lainnya.
·         Menyebarkan fatwa para ulama yang menjelaskan tentang haramnya rokok.
·         Menyebarkan nasihat-nasihat dan peringatan-peringatan para dokter tentang bahaya rokok.
·         Peringatan tentang bahaya rokok dalam ceramah-ceramah, khutbah dan lainnya.
·         Nasihat secara pribadi kepada perokok.

Serba-serbi Rokok

Setiap harinya ada 44 orang meninggal dunia di Inggris akibat rokok.
Setengah batang terakhir rokok mengandung zat yang jauh lebih berbahaya dari setengah yang pertama.
Pemerintah Italia pada tahun 1962 melalui UU. No. 65 melarang melakukan iklan rokok dan berbagai hal yang berkaitan dengannya.
Sebagian dokter berkata, dalil-dalil sangat kuat sehingga sampai pada tingkat tidak ada jalan lain menurut perasaan kita sebagai dokter yang bertanggung jawab terhadap kesehatan umat manusia kecuali kita harus memperingatkan masyarakat dari bahaya rokok yang mengancam mereka. Karena itu mereka harus berhenti merokok!
Syaikh Muhammad bin Abdullah Al-Masuti sangat keras dalam hal rokok, sehingga buku-buku yang ditulisnya banyak membahas tentang haramnya rokok, di antaranya :
"Pemahaman dan Penjelasan tentang Bahaya Tembakau yang 
dikenal dengan Nama Rokok".
"Mutiara-mutiara Pilihan dalam Penjelasan Tentang Haramnya Tembakau yang dikenal dengan Nama Rokok."
"Penjelasan dan Keterangan Tentang Haramnya Merokok."
Dan dikatakan bahwa rokok dikenal di dunia Arab dan dunia Islam pada umumnya sekitar tahun 1012 H.

Perlakuan Terhadap Perokok Tempo Dulu

Syaikh Abdullah bin Muhammad rahimahullah berkata: "Adapun orang yang mengisap rokok, jika ia mengisapnya setelah mengetahui hukumnya haram, maka ia dicambuk 80 kali dengan cambukan ringan yang tidak membahayakannya. Dan jika dia mengisapnya karena kebodohannya maka tidak ada sangsi atasnya dan ia diperintahkan bertobat dan beristighfar. Dan jika ada orang mengatakan, rokok itu tidak haram, juga tidak halal, maka dia adalah orang bodoh yang tidak mengerti apa yang dikatakannya. Beliau juga mengatakan, 'Orang yang menanam tembakau harus dihukum, juga orang yang menyimpannya di dalam rumah atau mengisapnya, dia harus dihukum.'

Fatwa-fatwa

Ditanyakan kepada Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, 'Apa hukum mengisap rokok berikut dalilnya dari Al-Qur'an dan Al-Hadits?'
Jawab: Rokok adalah haram. Dalilnya adalah firman Allah :
"Dan janganlah kamu membunuh dirimu sendiri. Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepada mu." (An-Nisa: 29)
"Dan janganlah kamu menjerumuskan dirimu sendiri dalam kebinasaan." (Al-Baqarah: 195)
"Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan." (An-Nisa: 5)
Lalu Allah dalam banyak ayatNya melarang kita berlaku boros. Dan, tak diragukan lagi membeli rokok adalah pemborosan dan sekaligus perusakan kesehatan, sehingga termasuk hal yang dilarang. Dalam Sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melarang membuang-buang harta. Dan tentu membelanjakan uang untuk rokok adalah membuang uang. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :
"Tidak boleh mendatangkan bahaya dan membalasnya dengan bahaya."
Dan semua tahu, merokok sangat membahayakan. Di samping itu, jika telah kecanduan rokok, seseorang akan sakit dan sesak dadanya jika tak mendapatkannya. Padahal itu sama dengan memaksakan untuk dirinya sesuatu yang tidak ia perlukan.

Akhir yang Memilukan

Ia seorang pemuda berusia 25 tahun dan pecandu rokok selama bertahun-tahun. Suatu ketika ia masuk ke rumah sakit karena sakit mendadak, yakni lemah jantung. Selama berhari-hari ia dirawat di ruang gawat darurat dengan berbagai peralatan kedokteran yang canggih. Dokter yang menangani pasien tersebut menyarankan kepada para perawat agar pasiennya itu dijauhkan dari rokok, karena rokok itulah penyebab utama sakitnya, bahkan dokter memerintahkan agar setiap yang besuk diperiksa agar tidak secara sembunyi-sembunyi memberikan rokok kepadanya. Selang beberapa lama kesehatannya pulih lagi. Ia kembali melakukan kegiatan-kegiatannya. Namun satu hal, ia tidak mengindahkan nasihat dokter agar berhenti merokok.
Suatu hari, pemuda tersebut hilang, orang-orangpun sibuk mencarinya. Mereka akhirnya menemukan pemuda tersebut tergeletak tewas di sebuah kamar mandi dengan memegang rokok. Kita berlindung kepada Allah dari kesudahan yang demikian.

Bagaimana Meninggalkan Kebiasaan Merokok?

Sekarang, Anda insya Allah telah terbuka untuk meyakini haramnya rokok. Juga, Anda telah meyakini bahaya-bahayanya, baik terhadap diri Anda sendiri maupun terhadap masyarakat. Mudah-mudahan Allah memudahkan Anda bertobat. Inilah yang diharapkan dari Anda. Jika Anda telah berusaha kuat meninggalkan kebiasaan merokok, maka ikutilah langkah-langkah berikut ini :
·         Setelah engkau ketahui bahaya-bahaya rokok, mulailah berfikir untuk meninggalkannya dan kuatkan keyakinanmu untuk itu dengan bertawakkal penuh kepada Allah.
·         Buatlah evaluasi harian tentang keburukan-keburukan rokok terhadap dirimu, teman-temanmu, anak-anakmu, tetangga-tetanggamu dan lainnya.
·         Jauhkanlah dirimu semampu mungkin dari merokok dan asap rokok. Usahakan untuk selalu berada pada udara yang bersih dan sibukkanlah dirimu dengan hal-hal yang bermanfaat.
·         Jika engkau telah mengetahui bahaya rokok dan engkau yakini haramnya, maka hendaknya engkau membenci dan meninggalkannya karena Allah, dan jauhilah dari berteman dengan para perokok.
·         Pakailah sikat gigi, siwak atau sejenisnya jika engkau diserang keinginan merokok kembali.
·         Kurangilah minum teh dan kopi, perbanyak makan buah-buahan dan makanan yang bergizi lainnya.
·         Usahakan setiap pagi setelah sarapan engkau minum juice jeruk, apel atau buah-buahan lainnya karena ia bisa mengurangi keinginan merokok.

Ketahuilah, barangsiapa meninggalkan sesuatu karena Allah, niscaya Allah akan menggantinya dengan sesuatu yang lebih baik daripadanya, dalam waktu dekat atau jauh.
Dan terakhir, hendaknya semua itu dilakukan dengan ikhlas, serta keinginan kuat untuk meninggalkannya yang terbit dari dalam hatimu sendiri. (ain).
Disadur dari kitab :
RASA'ILUT TAUBAH MINAT TADKHIN MUHAMMAD BIN IBRAHIM AL-HURAIQI


HUKUM MUSIK DAN LAGU
 
Pandangan Al Qur'an Dan As Sunnah :
Allah Ta'ala berfirman :
"Dan di antara manusia (ada) yang mempergunakan lahwul hadits untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu bahan olok-olokan." (Luqman: 6)
Sebagian besar mufassir berkomen-tar, yang dimaksud dengan lahwul hadits dalam ayat tersebut adalah nyanyian. Hasan Al Basri berkata,ayat itu turun dalam masalah musik dan lagu. Allah berfirman kepada setan :
"Dan hasunglah siapa yang kamu sanggupi di antara mereka dengan suaramu." Maksudnya dengan lagu (nyanyian) dan musik.
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam telah bersabda:
"Kelak akan ada dari umatku beberapa kaum yang menghalalkan zina, sutera, minuman keras dan musik." (HR. Bukhari dan Abu Daud)
Dengan kata lain, akan datang suatu masa di mana beberapa golongan dari umat Islam mempercayai bahwa zina, memakai sutera asli, minum-minuman keras dan musik hukumnya halal, padahal semua itu adalah haram.
Adapun yang dimaksud dengan musik di sini adalah segala sesuatu yang menghasilkan bunyi dan suara yang indah serta menyenangkan. Seperti kecapi, gendang, rebana, seruling, serta berbagai alat musik modern yang kini sangat banyak dan beragam. Bahkan termasuk di dalamnya jaros (lonceng, bel, klentengan).
"Lonceng adalah nyanyian setan." (HR. Muslim)
Padahal di masa dahulu mereka hanya mengalungkan klentengan pada leher binatang. Hadits di atas menun-jukkan betapa dibencinya suara bel tersebut. Penggunaan lonceng juga ber-arti menyerupai orang-orang nasrani, di mana lonceng bagi mereka merupakan suatu yang prinsip dalam aktivitas gereja.
Imam Syafi'i dalam kitabnya Al Qadha' berkata: "Nyanyian adalah kesia-siaan yang dibenci, bahkan menyerupai perkara batil. Barangsiapa memperba-nyak nyanyian maka dia adalah orang dungu, syahadat (kesaksiannya) tidak dapat diterima."
Nyanyian di masa kini :
Kebanyakan lagu dan musik pada saat ini di adakan dalam berbagai pesta juga dalam tayangan televisi dan siaran radio. Mayoritas lagu-lagunya berbicara tentang asmara, kecantikan, ketampanan dan hal lain yang lebih banyak mengarah kepada problematika biologis, sehingga membangkitkan nafsu birahi terutama bagi kawula muda dan remaja. Pada tingkat selanjutnya membuat mereka lupa segala-galanya sehingga terjadilah kemaksiatan, zina dan dekadensi moral lainnya.
Lagu dan musik pada saat ini tak sekedar sebagai hiburan tetapi sudah merupakan profesi dan salah satu lahan untuk mencari rizki. Dari hasil menyanyi, para biduan dan biduanita bisa mem-bangun rumah megah, membeli mobil mewah atau berwisata keliling dunia, baik sekedar pelesir atau untuk pentas dalam sebuah acara pesta musik.
Tak diragukan lagi hura-hura musik --baik dari dalam atau manca negara-- sangat merusak dan banyak menimbul-kan bencana besar bagi generasi muda. Lihatlah betapa setiap ada pesta kolosal musik, selalu ada saja yang menjadi korban. Baik berupa mobil yang hancur, kehilangan uang atau barang lainnya, cacat fisik hingga korban meninggal dunia. Orang-orang berjejal dan mau saja membayar meski dengan harga tiket yang tinggi. Bagi yang tak memiliki uang terpaksa mencari akal apapun yang penting bisa masuk stadion, akhirnya merusak pagar, memanjat dinding atau merusak barang lainnya demi bisa menyaksikan pertunjukan musik kolosal tersebut. Jika pentas dimulai, seketika para penonton hanyut bersama alunan musik. Ada yang menghentak, menjerit histeris bahkan pingsan karena mabuk musik. Para pemuda itu mencintai para penyanyi idola mereka melebihi kecintaan mereka kepada Allah Ta'ala yang menciptakannya, ini adalah fitnah yang amat besar.
Tersebutlah pada saat terjadi perang antara Bangsa Arab dengan Yahudi tahun 1967, para pembakar semangat menyeru kepada para pejuang: "Maju terus, bersama kalian biduan fulan dan biduanita folanah ... ", kemudian mereka menderita kekalahan di tangan para Yahudi yang pendosa.
Semestinya diserukan : Maju terus, Allah bersama kalian, Allah akan menolong kalian." Dalam peperangan itu pula, salah seorang biduanita memaklumkan jika mereka menang maka ia akan menyelenggarakan pentas bulanannya di Tel Aviv, ibukota Israel -padahal biasanya digelar di Mesir-. Sebaliknya yang dilakukan orang-orang Yahudi setelah merebut kemenangan adalah mereka bersimpuh di Ha'ith Mabka (dinding ratapan) sebagai tanda syukurnya kepada Tuhan mereka.
Semua nyanyian itu hampir sama, bahkan hingga nyanyian-nyanyian yang bernafaskan Islam sekalipun tidak akan lepas dari kemungkaran. Bahkan di antara sya'ir lagunya ada yang berbunyi:
"Dan besok akan dikatakan, setiap nabi berada pada kedudukannya ... Ya Muhammad inilah Arsy, terimalah ..."
Bait terakhir dari sya'ir tersebut adalah suatu kebohongan besar terhadap Allah dan RasulNya, tidak sesuai dengan kenyataan dan termasuk salah satu bentuk pengkultusan terhadap diri Rasul Shallallahu 'Alaihi Wasallam, padahal hal semacam itu dilarang.
Kiat Mengobati virus nyanyian dan musik diantara beberapa langkah yang dianjurkan adalah :
Jauhilah dari mendengarnya baik dari radio, televisi atau lainnya, apalagi jika berupa lagu-lagu yang tak sesuai dengan nilai-nilai akhlak dan diiringi dengan musik.
Di antara lawan paling jitu untuk menangkal ketergantungan kepada musik adalah dengan selalu mengingat Allah dan membaca Al Qur'an, terutama surat Al Baqarah. Dalam hal ini Allah Ta'ala telah berfirman :
"Sesungguhnya setan itu lari dari rumah yang di dalamnya dibaca surat Al Baqarah." (HR. Muslim)
"Hai manusia sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan sebagai penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman."(Yunus: 57)
Membaca sirah nabawiyah (riwayat hidup Rasul Shallallahu 'Alaihi Wasallam) , demikian pula sejarah hidup para sahabat beliau.

 

Nyanyian yang diperbolehkan

Ada beberapa nyanyian yang diperbolehkan yaitu:
Menyanyi pada hari raya. Hal itu berdasarkan hadits A'isyah:
"Suatu ketika Rasul Shallallahu 'Alaihi Wasallam masuk ke bilik 'Aisyah, sedang di sisinya ada dua orang hamba sahaya wanita yang masing-masing memukul rebana (dalam riwayat lain ia berkata: "... dan di sisi saya terdapat dua orang hamba sahaya yang sedang menyanyi."), lalu Abu Bakar mencegah keduanya. Tetapi Rasulullah malah bersabda: "Biarkanlah mereka karena sesungguhnya masing-masing kaum memiliki hari raya, sedangkan hari raya kita adalah pada hari ini." (HR. Bukhari)
Menyanyi dengan rebana ketika berlangsung pesta pernikahan, untuk menyemarakkan suasana sekaligus memperluas kabar pernikahannya. Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda :
"Pembeda antara yang halal dengan yang haram adalah memukul rebana dan suara (lagu) pada saat pernikahan." (Hadits shahih riwayat Ahmad). Yang dimaksud di sini adalah khusus untuk kaum wanita.
Nasyid Islami (nyanyian Islami tanpa diiringi dengan musik) yang disenandungkan saat bekerja sehingga bisa lebih membangkitkan semangat, terutama jika di dalamnya terdapat do'a. Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam menyenandungkan sya'ir Ibnu Rawahah dan menyemangati para sahabat saat menggali parit. Beliau bersenandung:
"Ya Allah tiada kehidupan kecuali kehidupan akherat maka ampunilah kaum Anshar dan Muhajirin."
Seketika kaum Muhajirin dan Anshar menyambutnya dengan senandung lain:
"Kita telah membai'at Muhammad, kita selamanya selalu dalam jihad."
Ketika menggali tanah bersama para sahabatnya, Rasul Shallallahu 'Alaihi Wasallam juga bersenandung dengan sya'ir Ibnu Rawahah yang lain:
"Demi Allah, jika bukan karena Allah, tentu kita tidak mendapat petunjuk, tidak pula kita bersedekah, tidak pula mengerjakan shalat. Maka turunkanlah ketenangan kepada kami, mantapkan langkah dan pendirian kami jika bertemu (musuh). Orang-orang musyrik telah mendurhakai kami, jika mereka mengingin-kan fitnah maka kami menolaknya."
Dengan suara koor dan tinggi mereka balas bersenandung "Kami menolaknya, ... kami menolaknya." (Muttafaq 'Alaih)
Nyanyian yang mengandung pengesaan Allah, kecintaan kepada Rasululah Shallallahu 'Alaihi Wasallam dengan menyebutkan sifat-sifat beliau yang terpuji; atau mengandung anjuran berjihad, teguh pendirian dan memper-baiki akhlak; atau seruan kepada saling mencintai, tomenolong di antara sesama; atau menyebutkan beberapa kebaikan Islam, berbagai prinsipnya serta hal-hal lain yang bermanfaat buat masyarakat Islam, baik dalam agama atau akhlak mereka.
Di antara berbagai alat musik yang diperbolehkan hanyalah rebana. Itupun penggunaannya terbatas hanya saat pesta pernikahan dan khusus bagi para wanita. Kaum laki-laki sama sekali tidak dibolehkan memakainya. Sebab Rasul Shallallahu 'Alahih Wasallam tidak memakainya, demikian pula halnya dengan para sahabat beliau Radhiallahu 'Anhum Ajma'in.
Orang-orang sufi memperbolehkan rebana, bahkan mereka berpendapat bahwa menabuh rebana ketika dzikir hukumnya sunnat, padahal ia adalah bid'ah, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda :
"Jauhilah perkara-perkara yang diada-adakan, karena sesungguhnya setiap perkara yang diada-adakan adalah bid'ah. dan setiap bid'ah adalah sesat." (HR. Turmudzi, beliau berkata: hadits hasan shahih).


HUKUM PATUNG DAN GAMBAR

Islam datang menyeru manusia  untuk menyembah Allah semata, dan meninggalkan penyembahan kepada selain Allah, baik itu kepada wali atau orang-orang shaleh lainnya. Dalam bentuk patung, gambar, kuburan atau lainnya yang merupakan fenomena fisik penyebab timbulnya kesyirikan.
Dakwah semacam ini telah ada sejak lama, yakni sejak Allah mengutus para rasul untuk memberi petunjuk kepada manusia. Allah berfirman:
"Dan sesungguhnya kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): "Sembahlah Allah (saja) dan jauhilah thaghut (segala yang disembah selain Allah dengan secara sukarela)." (An Nahl: 36)
Masalah penyembahan patung-patung ini telah disebutkan kisahnya dalam surat Nuh. Dalil dan bukti yang paling kuat bahwa patung-patung itu merupakan personifikasi dari orang-orang shaleh, sebagaimana disebutkan dalam hadits riwayat Bukhari dari Ibnu Abbas tentang firman Allah Ta'ala:
" Dan mereka berkata: "Janganlah sekali-kali kamu meninggalkan (pe-nyembahan) tuhan-tuhan kamu dan janganlah pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) Wadd, dan jangan pula Suwa', Yaghuts, Ya'uq dan Nasr." (Nuh: 23-24)
Ibnu Abbas berkata: "Wadd, Suwa', Yaghuts, Ya'uq dan Nasr adalah nama-nama orang shaleh pada zaman Nabi Nuh. Ketika mereka telah meninggal dunia, setan membisikkan kepada kaumnya agar di majlis yang biasa mereka duduk dibangun patung-patung peringatan dan dinamakan dengan nama-mana mereka. Lalu mereka mela-kukan hal itu. Pada pertama kalinya, mereka tak menyembah patung-patung tersebut. Sampai setelah generasi mereka meninggal semua (generasi pembikin patung-patung) dan ilmu telah dilupakan, maka mulai saat itulah patung-patung tersebut disembah."
Kisah di atas menunjukkan bahwa penyebab utama timbulnya syirik adalah patung-patung dan gambar-gambar yang dipersonifikasikan dengan para pemimpin dan orang-orang yang mereka muliakan.
Banyak orang menyangka, patung-patung dan gambar-gambar itu hukum-nya halal. Mereka beralasan, sebab patung-patung dan gambar-gambar tersebut tidak lagi disembah pada zaman modern ini. Argumen itu terpatahkan dengan beberapa dalil sbb:
Sesungguhnya patung-patung dan gambar-gambar pada saat ini masih tetap saja disembah oleh manusia. Gambar Isa Al Masih dan ibundanya Maryam misalnya, keduanya dijadikan sembahan selain Allah di gereja-gereja bahkan mereka menyembah gambar salib. Di pasar-pasar, banyak pula dijual lukisan-lukisan Isa dan Maryam yang dijual dengan harga sangat tinggi. Gambar-gambar itu kemudian digan-tungkan di rumah untuk disembah dan diagungkan.
Patung-patung orang besar di berbagai negara maju (secara materi, tetapi pada hakekatnya mereka sangat terkebelakang secara rohani) amat diagungkan. Banyak orang mengangkat topi untuk penghormatan dan banyak pula yang membungkukkan badan saat lewat di depan atau samping patung-patung tersebut. Misalnya patung George Washington di Amerika Serikat, patung Napoleon  di Perancis, patung Stallin di Rusia dan patung-patung lain yang diletakkan disamping jalan protokol. Yang amat menyedihkan, adalah pemikiran pembuatan patung itu telah menjalar ke negara-negara Islam. Mereka mengikuti jejak orang-orang kafir, mendirikan patung-patung di pinggir jalanraya. Kini, banyak negara-negara Arab dan Islam memiliki patung-patung yang diletakkan ditempat umum tersebut. Semestinya dana pembuatan patung itu dialokasikan untuk pemba-ngunan masjid, madrasah, rumah sakit dan lembaga-lembaga sosial lain, sehingga manfaatnya lebih dirasakan oleh umat Islam, bahkan madrasah atau rumah sakit itu bisa mereka namakan dengan nama-nama mereka sendiri.
Patung-patung yang telah didirikan di negara-negara Islan itu, suatu saat nanti bakal di sembah oleh manusia. Orang kelak akan mengangkat topi kepadanya, akan mengagungkan dan menyembahnya, seperti yang telah kita saksikan di Eropa, Amerika dan di negara-negara lainnya. Ini adalah kenyataan sejarah. Kaum Nabi Nuh 'Alaihis Salam dahulunya juga hanya sekedar mendirikan patung-patung pemimpin mereka untuk sekedar peringatan, tetapi pada akhirnya mereka mengagungkan dan menyembah patung-patung tersebut.
Rasululllah Shallallahu 'Alaihi Wasallam memerintahkan Ali dengan sabdanya:
"Janganlah engkau tinggalkan patung kecuali engkau menghancurkannya, dan (jangan engkau sisakan) kuburan yang ditinggikan kecuali engkau meratakannya dengan tanah. (HR. Muslim)
Seandainya orang yang berakal mau sedikit berfikir dan merenungkan satu saja dari bahaya beredarnya gambar-gambar pada saat ini, niscaya dia mengetahui hikmah mengapa gambar-gambar itu diharamkan dalam Islam.
Renungan itu adalah betapa saat ini kita saksikan gambar-gambar telah membuat banyak kerusakan tatanan umat. Gambar-gambar porno merebak di mana-mana. Gambar-gambar itu merangsang dan membangkitkan nafsu hewani manusia, sehinggga tak jarang gara-gara melihat pengaruh gambar porno tersebut, orang kemudian nekat melakukan zina bahkan perkosaan anak-anak di bawah umur. Na'udzubillah...
Ada yang mengatakan, patung-patung atau gambar-gambar itu hanya sebagai tanda kenang-kenangan.
Tidak, sebab mengenang, misalnya kepada keluaraga atau saudara sesama muslim adalah di dalam hati, dengan mendo'akan agar mereka diampuni oleh Allah dan diberi rahmatNya. Lebih dari itu, berapa banyak patung-patung atau gambar-gambar yang kemudian mengakibatkan sikap saling takabur.

Hadits-hadits tentang patung dan gambar:
Telah diriwayatkan dari Abdullah bin Mas'ud, bahwa Rasul Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:
"Sesungguhnya orang yang paling sakit dan keras siksanya pada hari kiamat nanti adalah para perupa (tukang gambar)." (HR. Bukhari)
Abu Hurairah meriwayatkan, bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:
"Allah berfirman: "Siapakah orang yang lebih zhalim daripada orang yang menciptakan (sesuatu) seperti ciptaan Ku, maka hendaknya mereka mencipta-kan sebutir biji atau sebutir jagung ..."(HR. Bukhari)
Hadits marfu' dari Ibnu Abbas Radhiallahu 'Anhuma menuturkan:
"Setiap perupa ada di neraka, diciptakan untuknya setiap gambar yang ia bikin sebuah nyawa, sehingga ia diazab di Jahannam."
Dalam hadits marfu' lain riwayat Bukhari disebutkan:
"Malaikat tidak akan masuk ke dalam rumah yang di dalamnya terdapat anjing dan gambar-gambar."
Dari Abu Sa'id, Rasul Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:
"Sungguh kamu akan mengikuti (dan meniru) tradisi umat-umat sebelum kamu bagaikan bulu anak panah yang serupa dengan bulu anak panah lainnya, sampai kalaupun mereka masuk ke liang biawak niscaya kamu akan masuk ke dalamnya pula." Sebagian sahabat bertanya: " Ya Rasulullah, orang-orang Yahudi dan Nasranikah?" Beliau menjawab: "Siapa lagi (kalau bukan mereka) ?" (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadits dimuka menjelaskan di antaranya tentang haramnya gambar dan patung, sebab kita ketahui orang-orang Yahudi dan Nasrani amat mengagungkan dan menyembah patung-patung dan gambar-gambar. Juga menandakan betapa ucapan  Nabi yang berdasarkan wahyu itu, kini telah menjadi kenyataan. Banyak orang Islam yang mengikuti tradisi umat Yahudi dan Nasrani.
Dalam shahihnya Al Barqani meriwayatkan:
"Dan yang sangat aku khawatirkan terhadap umatku tiada lain adalah para pemimpin yang menyesatkan, dan apabila pertumpahan darah telah menimpa umatku maka tidak akan berakhir sampai hari kiamat. Kiamat tidak akan terjadi sebelum ada seuatu kaum dari umatku mengikuti orang-orang musyrik dan beberapa kelompok dari umatku menyembah berhala. Dan sesungguhnya akan ada di antara umatku tiga puluh pendusta yang semuanya mengaku sebagai nabi, padahal aku adalah penutup bagi para nabi, tidak ada nabi lagi sesudahku. (Sungguhpun demikian) akan tetap ada dari umatku segolongan yang tegak membela Al Haq dan mendapat pertolongan (dari Allah), mereka tidak tergoyahkan oleh orang-orang yang menghinakan mereka sampai datang keputusan Allah Ta'ala.

Bentuk-bentuk gambar dan patung yang dibolehkan:
Dibolehkan membuat patung dan gambar berbentuk pohon, bintang, matahari, bulan, gunung, batu, laut, sungai, pemandangan indah dan tempat-tempat suci seperti Ka'bah, kota Medinah, Masjidil Aqsha dan masjid-masjid lain. Semua itu dengan catatan, tidak disertai dengan gambar manusia, binatang atau lainnya yang memiliki nyawa. Dalilnya adalah perkataan Ibnu Abbas  Radhiallahu 'Anhuma:
"Jika engkau harus mengerjakan-nya (menggambar) maka buatlah pohon dan semua yang tidak memiliki nyawa." (HR. Bukhari)
Potret-potret yang ditempelkan di dalam KTP, paspor, SIM dan sebagainya, karena hal-hal tersebut merupakan hal yang diharuskan dan terpaksa. Jadi, dibolehkannya karena kepentingan dan keterpaksaan.
Memotret para penjahat, misalnya pembunuh, pencuri dan lainnya untuk memudahkan pelacakan dan penangkapan, sehingga selanjutnya bisa dilakukan qishash atasnya, demikian pula kebutuhan pemotretan dalam ilmu kedokteran atau disiplin ilmu lainnya.
Dibolehkan bagi anak-anak kecil perempuan bermain boneka, dengan memberinya pakaian, membersihkan dan menidurkannya. Hal itu agar ia bisa belajar bagaimana kelak ketika ia harus menjadi seorang ibu. Dalil dari diboleh-kannya hal tersebut adalah perkataan   Ummul Mukminin Aisyah:
"Aku dulu pernah bermain dengan boneka (anak-anakan) perempuan di sisi Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam." HR. Bukhari)
Sumber dari:
Rasa'ilut Taujihat Al Islamiyah; Oleh  As Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu
Muharramat Istahana Bihannas; Oleh As Syaikh Muhammad bin Shaleh Al Munajjid. 


KEKELIRUAN SIKAP DI MASA MUDA

Masih amat banyak para pemuda yang jatuh dalam pergaulan yang salah, senang dengan tindakan brutal dan kekerasan, ugal-ugalan, hura-hura dan bahkan kemaksiatan seperti, minum minuman keras, pergaulan bebas dan sebagainya. Termasuk tingkat yang mengkhawatirkan adalah meninggalkan kewajiban yang seharusnya dilaku-kan oleh setiap muslim yang telah baligh, seperti shalat dan puasa Ramadhan. Alasannya sangat sederhana, yakni memang begitulah seharusnya seorang pemuda itu, kalau tidak demikian namanya bukan anak muda.
Kita semuanya tanpa kecuali pasti menyadari, bahwa masing-masing kita mempunyai kesalahan dan pernah berdosa, terlupa serta khilaf. Hanya saja orang yang mendapatkan taufiq dan mau menyadari kekeliruannya pasti akan bersegera untuk bertaubat dan minta ampun kepada Allah. Menyesali perbuatan itu dan berusaha sekuat tenaga untuk tidak mengulangi-nya, sebagaimana difirmankan Allah :
“Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah- dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui. Mereka itu balasannya ialah ampunan dari Rabb mereka dan Surga yang di dalamnya mengalir sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan itulah sebaik-baik pahala orang-orang yang beramal. (QS. 3:135-136)
Betapa Maha Besarnya Allah! Seseorang telah melakukan tindak kekejian, menganiaya diri sendiri, kemudian mau bertaubat, menyesal, minta ampunan dan meninggalkan kemaksiatan itu lalu Allah mengampuni dan memberikan untuknya kenikmatan abadi di Surga.Mengalir di bawahnya sungai-sungai, disediakan buah-buahan ranum tak kenal musim, keteduhan dan kedamaian, bidadari yang jelita dan memandang wajah Allah Yang Agung lagi Mulia yang merupakan nikmat paling besar bagi penduduk Surga.

Pangkal Kekeliruan

Berbagai tindakan menyimpang yang dilakukan para pemuda ternyata memiliki muara yang boleh dikatakan sama, yaitu kekeliruan dalam memaha-mi dan menyikapi masa muda. Hampir sebagian besar pemuda memiliki persangkaan dan persepsi, bahwa masa muda adalah masa berkelana, hura-hura, bersenang-senang, main-main, berfoya-foya dan mengabiskan waktu untuk bersuka ria semaunya.
Untuk menimbang dan meman-dang dari sudut syar’i dikatakan belum waktunya  dan bukan trendnya. Padahal kenyataannya syari’at berbicara lain, yaitu masa muda adalah masa dimulainya seseorang untuk memikul suatu beban tanggung jawab sebagaimana yang disebutkan dalam sebuah hadits riwayat At-Tirmidzi, bahwa ada tiga golongan yang pena diangkat (tidak ditulis dosanya) yang salah satunya adalah seorang anak hingga ia dewasa (menjadi pemuda). Maka bagaimana-kah seorang pemuda muslim yang ketika itu catatan keburukan sudah mulai ditulis malah justru memperbanyak keburukannya?
Yang sebenarnya adalah, masa muda merupakan masa dimulainya seseorang memulai menumpuk dan memperbanyak amal kebajikan, masa menghitung dan introspeksi diri, masa penuh semangat dan jiwa membara untuk membangun dan beramal seba-nyak-banyaknya. Masa di mana sege-nap kemampuan dan tenaga dicurahkan serta masa yang penuh dengan kesem-patan emas untuk melakukan berbagai ketaatan dan kebaikan.


Bentuk-Bentuk Kesalahan yang Sering Dilakukan Pemuda
1. Meremehkan Kewajiban
Banyak sekali di antara para pemuda yang meremehkan kewajiban-kewajiban yang telah di tetapkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala , mereka lupa, bahwa Allah menciptakan manusia tidak lain adalah agar beriba-dah kepada-Nya. Allah telah berfirman,
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku. Aku tidak menghendaki rezeki sedikit pun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya memberi Aku makan”. (QS. 51:56-57)
Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam hadits qudsi,  berfirman,
“Tidaklah hamba-Ku melakukan taqarrub (ibadah) dengan sesuatu yang lebih Aku cintai daripada apa-apa yang telah Aku wajibkan kepadanya.” (HR. Al-Bukhari)
Kewajiban paling pokok yang sering dilupakan oleh kebanyakan anak-anak muda adalah shalat (lima waktu) yang merupakan ibadah paling agung setelah syahadatain. Nabi telah menegaskan dalam sabdanya,
“Pemisah antara seseorang dengan kemusyrikan dan kekufuran adalah (dalam hal) meninggalkan shalat.” (HR Muslim). Dan sabdanya yang lain, “Perjanjian antara kita (muslimin) dengan mereka (orang kafir) adalah shalat, maka barang siapa meninggalkannya ia telah kafir.” (HR. Ahmad, At-Tirmidzi dan An-Nasai dishahihkan oleh Al-Albani).
Apabila seseorang telah menyia-nyiakan shalatnya, maka terhadap selain shalat biasanya lebih menyia-nyiakan lagi.
2. Terlalu Menuruti Hawa Nafsu
Yakni dengan tanpa memperhati-kan halal dan haram lagi, yang penting kemauannya terpenuhi. Jika saja ia mau bersungguh-sungguh memegang aturan Islam serta mau berpegang dangan talinya, maka tentu Allah akan menjaganya dari hal-hal yang haram. Kemudian Allah akan memberikan untuknya kesenangan yang halal yang dapat mencukupinya. Namun karena keimanan yang lemah dan rasa malu yang tipis, maka ia malah enggan dengan pemberian Allah tersebut dan lari darinya sehingga melanggar batas-batas yang telah ditetapkan Allah. Maka ia berhak mendapatkan celaan dari  Allah dalam firmanNya,
“Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka kelak mereka akan menemui kesesatan.” (QS. 19:59)

3. Menyia-Nyiakan Waktu/Umur.
Hal ini disebabkab karena kitidak-tahuan terhadap hakekat fase masa muda, serta tujuan dari kehidupan. Seandainya para pemuda menyadari, bahwa waktu adalah kehidupannya dan umur adalah segala-galanya, tentu mereka tidak akan membuangnya dengan percuma.
Sebagian salaf berkata,”Wahai anak Adam! kalian adalah hari-hari yang berputar, tatkala lewat satu hari, maka bagian dari dirimu telah hilang.”
4.Mabuk-Mabukan dan Mengkonsumsi Narkoba
Ini merupakan bala’ yang sangat besar bagi kawula muda, karena dengan terjurumus di dalamnya berarti ia telah menyerahkan jiwanya untuk dikendali-kan setan dan hawa nafsu yang buruk.
Khamer adalah biang kekejian sedangkan narkoba tak ada bedanya dengan khamer karena sama-sama memabukkan dan merusak akal. Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam dalam sabdanya telah menegaskan,
“Setiap yang memabukkan adalah khamer dan setiap yang memabukkan adalah haram.” (Muttafaq ‘alaih).
5. Merokok
Merokok memang bukan kategori miras atau narkoba, namun tetap saja merupakan sesuatu yang membahayakan ditinjau dari berbagai segi, baik kesehatan, kejiwaan, sosial dan ekonomi. Oleh karena itu banyak ulama yang menyatakan keharamannya berdasarkan banyak dalil yang terkait dengan bahaya-bahaya tersebut. Di antara dampak negatif merokok adalah membahayakan kesehatan, jika dilaku-kan di tempat umum asapnya mengganggu dan membahayakan orang lain serta termasuk menyia-nyiakan uang untuk sesuatu yang tidak berguna.
6. Kebiasaan Rahasia (Onani)
Biasanya para pemuda yang melakukan ini karena khawatir terjerumus ke dalam dosa zina, maka dengan itu ia berharap agar dapat meredam gejolak syahwatnya. Namun kenyataannya tidak sesuai yang di harapkan, malahan justru menambah besar dorongan hawa nafsunya. Ia bukanlah obat penyembuh, dan bukanlah cara penyaluran yang sesuai syariat.
Obat yang dianjurkan adalah menikah, menjaga pandangan, puasa, menyibukkan diri dengan kegiatan positif, mencari teman yang baik, menjauhi tempat-tempat yang banyak fitnah, tidak menonton acara-acara yang merusak dll.

7. Suka Meniru Trend Orang Kafir (Tasyabbuh)
Masalah ini cukup serius dan membahayakan, muncul akibat pera-saan kurang dan rendah kemauan yang membawanya berputar dalam lingka-ran keburukan. Tidak mau menghiasi diri dengan tingginya akhlak yang diajarkan oleh agamanya sendiri. Mereka lupakan sabda Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam ,
“Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongannya.” (HR Ahmad dan Abu Dawud dishahihkan oleh Al-Albani)
8. Hobi Mengumbar Lisan
Bentuknya berupa mengejek dan mengolok-olok orang, menggunjing dan adu domba, dusta, mencela dan melaknat serta mengucapkan perkataan perkataan buruk dan jorok. Di antara firman Allah yang melarang hal-hal tersebut adalah surat Al-Hujurat :11-12.
9.Durhaka Kepada Kedua Orang Tua
Allah telah mengingatkan kita semua dengan firman-Nya
“Dan Kami perintahkan kepada manu-sia (berbuat baik) kepada dua orang ibu bapanya” (QS.Luqman :14)
Dan sabda Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam , “Terlaknatlah siapa saja yang mendurhakai kedua    orang tuanya.” (HR. Ath-Thabrani dishahihkan oleh Al-Albani)
10. Mendengarkan Nyanyian dan Musik
Para pemuda dan juga kebanyakan manusia amat perhatian dengan musik dan nyanyian-nyanyian, hingga rumah-nya penuh dengan koleksi lagu-lagu yang boleh dibilang sebagian besarnya berbicara tentang cinta, syahwat dan segala yang memancing tindakan buruk.
Nabi telah mensinyalir melalui sabdanya,  “Sungguh akan datang suatu zaman pada umatku ini dimana saat itu orang-orang menganggap halal perzina-an, sutra, khamer dan musik.”(HR. Al-Bukhari)
11.Bangga dengan Perbuatan Dosa
Amat banyak anak muda yang merasa bangga apabila dapat mencelakai sesamanya, memukul atau menghajar hingga terluka, kuat minum sekian botol, tidak puasa Ramadhan dan lain sebagainya. Andaikan ia tidak terang-terangan dan merasa bangga dengan dosanya, maka besar kemungkinan  Allah akan mengampuninya, karena dalam Hadits Muttafaq ‘Alaih, Nabi n telah bersabda, bahwa seluruh umatnya akan diampuni kecuali al-mujahirun (orang yang terang-terangan dalam berbuat dosa).
12. Tidak mensyukuri nikmat Allah dan menyia-nyiakannya.
13. Mengganggu dan menyakiti orang lain, tidak menghormati yang tua.
14. Memutuskan hubungan silatur rahmi.
15. Suka mengikuti program obrolan dengan lawan jenis via telepon.
16. Menunda taubat dan panjang angan-angan.
17. Terlalu banyak tertawa dan bercanda
18. Bergaul dengan teman yang buruk perangai.
19. Tidak perhatian dengan urusan-urusan kaum muslimin.

Sumber: Kutaib “Min Akhtha’ Asy Syabab” Qism Al-Ilmi Darul Wathan Riyadh. 


KEMUSYRIKAN DAN ZIARAH KUBUR

Menziarahi kubur orang Islam itu disyari'atkan bahkan disunnahkan. Karena Nabi shallallahu 'alaihi wasalam menziarahi kuburan di Baqi' (kuburan kaum muslimin di Madinah), dan demikian pula kuburan para syuhada' perang Uhud. Nabi Nabi shallallahu 'alaihi wasalam berkata:
artinya:
"Semoga keselamatan (dilimpakan) atas kalian wahai penghuni kubur dari orang-orang Mukmin dan Muslim, sedangkan kami insya Allah akan menyusul kalian, kami mohon kepada Allah (semoga) untuk kami dan kalian (diberi) afiat. " (Hadits dikeluarkan oleh Muslim 975 dari Buraidah).
Pada mulanya dulu Nabi shallallahu 'alaihi wasalam melarang ziarah kubur, kemudian beliau membolehkannya dengan sabdanya:
artinya: "Dahulu saya telah melarang kalian ziarah kubur, maka (kini) ziarahlah kalian padanya karena sesungguhnya itu mengingatkan kematian." (HR Muslim 977, At-Tirmidzi 1054, At-Thayalisi 807, Ibnu Hibban 3168, Al-Hakim 12/375, Abu Daud 3235, dan Ahmad 5/359).
Dan dalam riwayat yang lain:
artinya:"...maka (kini) ziarahlah kalian padanya karena sesungguhnya (ziarah kubur) itu menzuhudkan (menjauhkan diri dari kecintaan) terhadap dunia dan mengingatkan akhirat." (HR Ibnu Majah dalam sunannya, nomor 1571).
Hadits-hadits tentang ziarah kubur itu diriwayatkan dalam kitab Shahihain —Al-Bukhari dan Muslim—, Sunan At-Tirmidzi dan lainnya. Keseluruhan hadits-hadits tersebut ada di kitab Misykatul Mashabih 1/154.
Ziarah kubur itu ada dua macam: Syar'iyah (di-syari'atkan) dan syirkiyah (termasuk kemusyrikan).

Ziarah kubur yang Syar'iyah

Ziarah kubur yang disyari'atkan dalam Islam adalah berziarah ke kubur Muslimin, dan mengucapkan salam atas mereka, mendo'akan untuk mereka agar diberi ampunan dan maghfirah, sebagaimana terdapat dalam hadits-hadits. Dan hendaklah kamu mengambil pelajaran (i'tibar) dengan keadaan mereka dahulunya bahwa mereka dulu begini dan begitu, mereka adalah nabi-nabi, wali-wali, orang-orang shalih, raja-raja, umara' (pemimpin pemerintahan) dan orang-orang kaya. Mereka telah mati, telah dipendam, telah menjadi tanah, dan mereka telah menjumpai apa yang telah mereka perbuat baik berupa kebaikan atau keburukan.
Jadi, ziarah kubur itu tidak untuk mengambil pelajaran dan menebalkan sikap meterialistis yang mementingkan kehidupan dunia ini.
Karena kehidupan di dunia ini adalah tipuan dan tidak kekal, sedangkan kita semua akan mati dan akan dikubur. Maka sebaiknya kita tidak tertipu oleh gebyar dan kesenangan dunia. Inilah hakikat ziarah kubur yang syar'i itu.

Ziarah kubur yang syirkiyah

Adapun ziarah kubur yang syirkiyah atau menyekutukan Allah dan sangat dilarang dalam Islam adalah apabila peziarah menciumi kuburan, atau sujud di atasnya, atau mengusap-usapnya, atau memanggil-manggil penghuninya, atau minta pertolongan padanya (istighatsah dengan kubur), atau minta keselamatan (istinjad) padanya, atau bernadzar (misalnya kalau sukses usahanya maka akan mengadakan penyembelihan) untuk kubur, atau menyangka/ meyakini bahwa (mayit) yang dikubur itu bisa memberi manfaat atau mudharat padanya.
Ziarah kubur yang model ini adalah bertentangan dengan hikmah disyari'atkannya ziarah kubur itu sendiri. Bahkan itu adalah kenyataan yang dulunya diperbuat oleh ahli jahiliyah. Oleh karena itu dulu Nabi shallallahu 'alaihi wasalam melarang ziarah kubur.
Menjauhi syirik itu mutlak. Allah memerintahkan semua manusia agar memurnikan ibadahnya hanya untuk Allah, sedang Dia menciptakan seluruh manusia hanyalah untuk beribadah kepadaNya dengan ikhlas. Sebagaimana Allah firmankan, artinya: "Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembahKu." (Adz-Dzaariyaat/ 51:56).
Ketahuilah bahwa ibadah itu tidak sah kecuali bersama tauhid (mengesakan Allah ¥?). Sebagaimana shalat itu tidak sah kecuali beserta thaharah (suci) dan wudhu'. Maka apabila kemusyrikan masuk ke dalam ibadah pasti rusaklah ibadah itu, seperti halnya hadats apabila masuk ke dalam wudhu' maka rusaklah wudhu'nya.
Syirik itu jika mencampuri ibadah maka merusak ibadah , dan menghapus pahala ketaatan, hingga pelakunya termasuk penghuni neraka yang kekal di dalamnya.
Ketahuilah bahwa di antara hal-hal penting yang wajib diketahui adalah: mengetahui syirik. Siapa yang tidak tahu syirik boleh jadi dia terjatuh di dalam kemusyrikan, sedangkan dia tidak tahu! Allah Ta'ala berfirman, artinya: "Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu bagi siapa yang dikehendakiNya." (QS An-Nisaa': 48, 116).
Dalam ayat tersebut Allah Ta'ala menjelaskan bahwa Dia tidak mengampuni hamba yang mati dalam keadaan musyrik. Dan Dia mengampuni dosa selain syirik bagi hambaNya yang Ia kehendaki.
Ayat di atas menunjukkan bahwa syirik adalah sebesar-besar dosa. Karena Allah menjelaskan bahwa Dia tidak mengampuni dosa syirik bagi orang yang belum bertobat (sebelum kematiannya). Sedangkan dosa selain syirik maka ada di bawah kehendak Allah, jika Dia berkehendak, maka Dia akan mengampuni, dan jika Dia berkehendak, Dia akan menyiksanya karena dosanya itu. Dengan demikian wajib bagi setiap hamba untuk takut pada kemusyrikan yang merupakan dosa terbesar itu.
Wajib sama sekali atas setiap Muslim mengetahui dan menghindari syirik itu. Untuk mengetahuinya di antaranya hendaklah dibaca risalah Al-Ushuuluts Tsalaatsah (sudah diterjemahkan dengan penjelasannya, berjudul Penjelasan Kitab 3 Landasan Utama), dan Kitab Tauhid karangan Syaikh Muhammad At-Tamimi (keduanya diterbitkan oleh Darul Haq).
Dalam buku itu disebutkan firman Allah, artinya: "Sesungguhnya barangsiapa menyekutukan Allah maka pasti Allah mengharamkan kepadanya Surga dan tempatnya adalah neraka, dan tidak ada seorang pun penolong bagi orang-orang yang dhalim." (QS Al-Maidah: 72).
Nabi n bersabda: "Dosa terbesar adalah engkau menjadikan tandingan (sekutu) bagi Allah sedangkan Dia lah yang menciptakanmu." (HR Al-Bukhari dan Muslim).
Syaikh Muhammad Al-Utsaimin menjeaskan firman Allah yang artinya: "Dan sembahlah Allah dan janganlah kamu menyekutukanNya dengan sesuatu pun." (An-Nisaa': 36).
Dalam ayat ini Allah memerintahkan agar manusia beribadah kepadaNya serta melarang berbuat syirik. Dan ini mengandung pengertian bahwa penyembahan itu hanyalah milik Allah semata.
Barangsiapa tidak menyembah Allah maka dia kafir dan sombong. Barangsiapa menyembah Allah tetapi juga menyembah selainNya, maka dia kafir dan musyrik.
Barangsiapa menyembah Allah saja, maka dia orang Muslim yang sesungguhnya.
Syirik ada dua macam : besar dan kecil.
Syirik besar yaitu menyekutukan Allah dengan selainNya yang menyebabkan pelakunya keluar dari agama Islam. Lebih jelasnya, syirik akbar (besar) yaitu menjadikan tandingan atau sekutu terhadap Allah dalam hal beribadah, berdoa, atau mengharapkan, atau takut, atau cinta, dalam memperlakukan tandingan itu seperti memperlakukannya kepada Allah. Atau memperlakukan tandingan itu dengan perlakuan jenis ibadah. Itulah syirik yang Allah haramkan atas pelakunya untuk masuk surga, sedang tempatnya adalah neraka.
Syirik kecil adalah setiap pekerjaan: ucapan atau tindakan yang dinyatakan oleh syara' bahwa termasuk perbuatan syirik, namun tidak menyebabkan pelakunya keluar dari agama Islam. Lebih jelasnya, syirik ashghar (kecil) adalah seluruh perkataan dan perbuatan yang menjadi perantara kepada syirik besar, seperti bersumpah dengan selain Allah, riya' , beramal tidak ikhlas karena Allah. Riya' yaitu menampak-nampakkan (pamer) kebaikan agar dipuji orang. Nabi n mengungkapkan kekhawatirannya terhadap sahabatnya akan adanya riya' pada mereka, karena riya' itu paling banyak dan disenangi oleh jiwa manusia dan paling mudah dilakukan. Kalau sahabat yang imannya sangat tebal saja diperingatkan dengan kekhawatiran Nabi n akan adanya syirik kecil (riya') itu pada mereka, maka umat Islam hendaknya lebih khawatir adanya syirik besar dan kecil karena lemahnya iman. Sedangkan berziarah kubur yang sampai memberlakukan kuburan sebagai jenis yang diibadahi dan dimintai tolong itu jelas satu jenis kemusyrikan. Maka apakah tidak pantas untuk dikhawatiri.
Syirik yang kecil (ashghar) pun sangat ditekankan untuk dihindari, apalagi syirik besar (akbar). Maka perbuatan yang menjurus kepada kemusyrikan wajib dihindari. Demikian pula ziarah kubur yang menjurus kepada kemusyrikan, wajib pula dihindari. Ketegasan Nabi n yang pernah melarang ziarah kubur itu kaitannya adalah dengan dosa yang paling besar yakni syirik. Selama seseorang belum bisa membersihkan dirinya dari kemusyrikan dalam hal ziarah kubur, maka larangan berziarah kubur tetap berlaku pada orang itu. Dan dia baru tidak dilarang bila memang sudah jelas ziarah kuburnya itu tanpa tercampuri kemusyrikan sedikitpun.
KESALAHAN-KESALAHAN YANG SERING DILAKUKAN DI BULAN RAMADHAN

Dalam setahun, ada satu bulan yang kedatangannya selalu kita nantikan, ia adalah bulan Ramadhan. Alhamdulillah, bulan yang sangat kita rindukan itu kini telah tiba. Pada bulan ini Allah mencurahkan kebaikanNya untuk segenap hamba-hambaNya yang beriman. Di bulan Ramadhan, kedermawanan Nabi shallallahu alaihi wasallam lebih deras dari hembusan angin. Para Sahabat dan As-Salafus Shalih terdahulu selalu berlomba-lomba menumpuk kebaikan dan amal ibadah di dalamnya. Namun saat ini, kondisi umat Islam sungguh memilukan, mayoritas mereka tak saja lemah untuk diajak ber-fastabiqul khairat (berlomba-lomba dalam kebaikan) di bulan penuh kemuliaan ini, tapi mereka selalu saja  -hampir sepanjang tahun- tak siap dengan amalan-amalan yang semestinya mereka lakukan secara benar. Karena itu, redaksi An-Nur berikut ini menyajikan tulisan tentang berbagai kesalahan yang sering dilakukan di bulan Ramadhan. Ditulis oleh seorang ulama yang memiliki perhatian khusus terhadap bulan Ramadhan, di antaranya beliau juga menulis buku "Risalah Ramadhan" (telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, cet. Darul Haq), beliau adalah Syaikh Abdullah bin Jarullah bin Ibrahim  Al-Jarullah. Bagian pertama dari dua tulisan.

Bulan Ramadhan adalah bulan penuh berkah, musim berbagai macam ibadah seperti puasa, shalat, membaca Al-Qur'an, bersede-kah, berbuat baik, dzikir, do'a, istighfar, memohon Surga,  berlindung dari masuk Neraka serta macam-macam ibadah dan amal kebajikan lainnya.
Orang yang beruntung adalah yang menjaga setiap detik waktunya, baik di siang atau malam hari untuk berbagai amal perbuatan yang menjadikannya berbahagia serta lebih dekat kepada Allah, sesuai dengan yang diperintahkan, tanpa menambah atau mengurangi. Karena itu, setiap muslim wajib belajar tentang hukum-hukum puasa.
Sayangnya, tak sedikit orang yang melalaikan masalah ini, sehingga banyak terjerumus pada kesalahan-kesalahan. Di antara kesalahan-kesalahan yang jamak (umum) dilakukan orang berkaitan dengan bulan Ramadhan adalah:

Tidak mengetahui hukum-hukum puasa serta tidak menanyakannya.
Padahal Allah berfirman: "Maka bertanyalah kepada orang yang  mempunyai pengetahuan, jika kamu tidak mengetahui." (An-Nahl:43).
Dan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa dikehendaki baik oleh Allah, niscaya ia dipahamkan dalam urusan agamanya." ( Muttafaq Alaih).
 
Menyambut bulan suci Ramadhan dengan hura-hura dan bermain-main. Padahal yang seharusnya  adalah menyambut bulan yang mulia tersebut  dengan dzikir dan bersyukur kepada Allah, karena masih diberi kesempatan bertemu kembali dengan Ramadhan. Lalu hendaknya ia bertaubat dengan sungguh-sungguh, kembali kepada Allah serta melakukan muhasabatun nafs (perhitungan dosa-dosa pribadi), baik yang kecil maupun yang besar, sebelum datang hari Perhitungan dan Pembalasan atas setiap amal yang baik maupun yang buruk.
 
Ta'at hanya di bulan Ramadhan.
Sebagian orang, bila datang bulan Ramadhan mereka bertaubat, shalat dan puasa. Tetapi jika bulan Ramadhan telah berlalu mereka kembali lagi meninggalkan shalat dan melakukan berbagai perbuatan  maksiat.  Alangkah  celaka  golongan orang seperti ini, sebab mereka tidak mengetahui Allah kecuali di bulan Ramadhan. Tidakkah mereka mengetahui bahwa Tuhan bulan-bulan pada sepanjang tahun adalah Satu jua?  Bahwa maksiat itu haram hukumnya di setiap waktu? Bahwa Allah mengetahui perbuatan mereka di setiap saat dan tempat?

Karena itu, hendaknya mereka bertaubat kepada Allah dengan taubat nashuha (sebenar-benar taubat), meninggalkan maksiat serta menyesali apa yang telah mereka lakukan di masa lalu, selanjutnya berkemauan kuat untuk tidak mengulanginya di kemudian hari. Dengan demikian insya Allah taubat mereka akan diterima, dan dosa-dosa mereka diampuni.
 
Beranggapan keliru
Sebagian orang beranggapan bulan Ramadhan adalah kesempatan untuk tidur dan bermalas-malasan di siang hari, serta untuk begadang di malam hari. Lebih disayangkan lagi, mayoritas mereka begadang dalam hal-hal yang dimurkai Allah, berhura-hura, bermain yang sia-sia (seperti main kartu dsb.), menggunjing, adu domba dan sebagainya. Hal-hal semacam ini sangat berbahaya dan merugikan mereka sendiri.
Sesungguhnya hari-hari bulan Ramadhan merupakan  saksi  ta'atnya  orang-orang yang  ta'at  dan saksi maksiatnya orang-orang yang ahli maksiat dan lupa diri.
 
Bersedih dengan datangnya bulan Ramadhan
Sebagian orang ada yang merasa sedih dengan datangnya bulan Ramadhan dan bersuka cita jika bulan Ramadhan berlalu. Sebab mereka beranggapan bulan Ramadhan akan menghalangi mereka melakukan kebiasaan maksiat dan menuruti syahwat. Mereka berpuasa sekedar ikut-ikutan dan toleransi. Karena itu mereka lebih mengutamakan bulan-bulan lain daripada bulan Ramadhan. Padahal ia adalah bulan penuh barakah, ampunan, rahmat dan pembebasan dari Neraka bagi setiap muslim yang melakukan kewajiban-kewajibannya dan meninggalkan setiap yang diharamkan atasnya, mengerjakan segala perintah dan menjauhi segala yang dilarang.
 
Begadang untuk sesuatu yang tidak terpuji
Banyak orang yang begadang pada malam-malam Ramadhan dengan melakukan sesuatu yang tidak terpuji, bermain-main, ngobrol, jalan-jalan atau duduk-duduk di jembatan atau trotoar jalan. Pada tengah malam mereka baru pulang dan langsung sahur kemudian tidur. Karena kelelahan, mereka tidak bisa bangun untuk shalat  Shubuh berjamaah pada waktunya. Ada banyak kesalahan dan kerugian dari perbuatan semacam ini:
 
Begadang dengan sesuatu yang tidak bermanfaat
Padahal Nabi shallallahu alaihi wasallam membenci tidur sebelum Isya' dan bercengkerama (ngobrol) setelahnya kecuali dalam hal kebaikan. Dalam hadits riwayat Ahmad, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: "Tidak boleh bercengkerama kecuali bagi orang yang shalat atau bepergian." (As-Suyuthi  berkata, hadits ini hasan).
Sia-sianya waktu mereka yang sangat berharga. Mereka sama sekali tidak  memanfaat-kannya sedikitpun. Padahal masing-masing orang akan menyesali setiap waktu yang ia lalui tanpa diiringi dengan mengingat Allah di dalamnya.
Menyegerakan sahur sebelum waktu yang dianjurkan. Padahal Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menganjurkan sahur pada akhir malam sebelum terbit fajar.

Musibah  terbesar mereka  adalah tidak dapat menunaikan shalat Shubuh berjamaah tepat pada waktunya. Betapa tidak, sebab pahala shalat Shubuh berjamaah menyamai shalat satu malam atau separuhnya. Hal ini sebagaimana disabdakan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam:"Barangsiapa shalat Isya'  berjamaah maka seakan-akan ia shalat separuh malam dan barangsiapa shalat Shubuh  berjamaah maka seakan-akan ia shalat sepanjang (satu) malam." (HR. Muslim dari Utsman bin Affan radhiallahu anhu).

Orang yang meninggalkan shalat Shubuh secara berjamaah tersebut berkarakter sebagaimana orang-orang munafik,  mereka tidak melakukan shalat kecuali dalam keadaan malas, mengakhirkan waktunya dan tidak berjamaah. Mereka  mengharam-kan dirinya dari mendapatkan keutamaan serta pahala yang besar.
 
Hanya menjaga hal-hal lahiriah
Banyak orang yang menjaga dari hal-hal yang membatalkan puasa secara lahiriah seperti makan, minum dan bersenggama dengan isteri, tetapi tidak menjaga dari hal-hal yang membatalkan puasa secara mak-nawiyah seperti menggunjing,  adu domba, dusta, melaknat, mencaci, memandang wanita-wanita di jalanan, di toko, di pasar dan sebagainya.

Seyogyanya setiap muslim memperhatikan puasanya, menjauhkan diri dari hal-hal yang diharamkan dan membatalkan puasa. Sebab betapa banyak orang yang berpuasa, tetapi ia tidak mendapatkan kecuali lapar dan dahaga belaka. Betapa banyak orang yang shalat, tetapi ia tidak mendapatkan kecuali begadang dan letih saja. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa tidak meninggalkan ucapan dan perbuatan dusta maka Allah tidak butuh terhadap puasanya dari makan dan minum."(HR. Al-Bukhari).
 
Meninggalkan shalat taraweh
Padahal telah dijanjikan bagi  orang  yang  menjalankannya  -karena iman dan mengharap pahala dari Allah-  ampunan akan dosa-dosanya yang telah lalu. Orang yang meninggalkan shalat taraweh berarti  meremehkan adanya pahala yang agung dan balasan yang besar ini.

Ironinya, banyak umat Islam yang meninggalkan shalat taraweh. Barangkali ada yang ikut shalat sebentar lalu tidak melanjutkannya hingga selesai. Atau rajin melakukannya pada awal-awal bulan Ramadhan dan malas ketika sudah akhir bulan. Alasan mereka, shalat taraweh hanyalah sunnah belaka.

Benar, tetapi ia adalah sunnah mu'akkadah (sangat dianjurkan) yang dilakukan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, Khulafaur Rasyidin dan para Tabi'in yang mengikuti petunjuk mereka. Ia adalah salah satu bentuk taqarrub  (mendekatkan diri) kepada Allah, dan salah satu sebab bagi ampunan dan kecintaan  Allah  kepada hambaNya. Orang yang meninggalkannya berarti tidak mendapatkan bagian daripadanya sama sekali. Kita berlindung kepada Allah dari yang demikian. Dan bahkan mungkin orang yang melakukan shalat taraweh itu bertepatan dengan turunnyaLailatul Qadar, sehingga ia mendapatkan keberuntungan dengan ampunan dan pahala yang amat besar.
 
Puasa tetapi tidak shalat
Sebagian orang ada yang berpuasa, tetapi meninggalkan shalat atau hanya shalat ketika bulan Ramadhan saja. Orang semacam ini puasa dan sedekahnya tidak bermanfaat. Sebab shalat  adalah  tiang dan pilar utama agama Islam.

 
Bepergian agar punya alasan berbuka
Sebagian orang melakukan perjalanan ke luar negeri pada bulan Ramadhan untuk tujuan  yang  baik, tetapi agar bisa berbuka puasa dengan alasan musafir.
Perjalanan semacam ini tidak dibenarkan dan ia tidak boleh berbuka karenanya. Sungguh tidak tersembunyi bagi Allah tipu daya orang-orang yang suka menipu. Sebagian besar orang yang melakukan hal tersebut adalah para tukang mabuk dan minum-minuman keras. Mudah-mudahan Allah menjauhkan kita dari yang demikian.
 
Berbuka dengan sesuatu yang haram
Seperti minuman yang memabukkan, rokok dan sejenisnya. Atau berbuka dengan sesuatu yang didapatkan dari yang haram. Orang yang makan atau minum dari sesuatu yang haram  tak akan diterima amal perbuatannya dan tak mungkin pula do'anya dikabulkan.
 
Tergesa-gesa dalam shalat
Sebagian imam-imam masjid dalam shalat tarawih amat tergesa-gesa dalam shalatnya. Mereka melakukan gerakan-gerakan dalam shalatnya dengan amat cepat, sehingga menghilangkan maksud shalat itu sendiri. Mereka dengan cepat membaca ayat-ayat suci Al- Qur'an, padahal semestinya ia membaca secara tartil. Mereka tidak thuma'ninah (tenang) ketika ruku', sujud, bangun dari ruku' dan ketika duduk antara dua sujud, ini adalah tidak boleh dan shalat menjadi tidak sempurna karenanya.
Seyogyanya setiap imam thuma'ninah ketika berdiri, duduk, ruku', sujud, bangun dari ruku' dan ketika duduk antara dua sujud.
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda kepada orang yang tidak thuma'ninah dalam shalatnya, artinya:"Kembalilah, lalu shalatlah karenasesungguh-nya engkau belum shalat." (Muttafaq Alaih).

Dan seburuk-buruk pencuri adalah orang yang mencuri shalatnya. Yakni ia tidak menyempurnakan ruku', sujud dan bacaan dalam shalatnya.
Shalat adalah timbangan, barangsiapa  menyempurnakan timbangannya maka akan disempurnakan untuknya. Sebaliknya, barangsiapa  curang maka Neraka Wail-lah bagi orang-orang yang curang.
 
Memanjangkan doa' qunut, berdo'a dengan do'a-do'a yang bukan dituntunkan Nabi shallallahu alaihi wasallam, hal yang terkadang membuat bosan dan keengganan para makmum shalat bersamanya.
Sebenarnya, do'a yang dituntunkan Rasul shallallahu alaihi wasallam dalam qunut witir adalah ringan dan mudah.
Dari Hasan bin Ali radhiallahuanhuma , ia berkata: "Rasulullah shallallahu alaihi wasallam mengajariku beberapa kalimat yang aku ucapkan (sebagai do'a) dalam qunut witir yaitu:
"Ya Allah, berilah aku petunjuk sebagaimana orang yang Engkau beri petunjuk, berilah aku ampunan sebagaimana orang yang Engkau beri ampunan, uruslah aku sebagaimana orang yang Engkau urus, berilah berkah apa yang Engkau berikan kepadaku, jauhkanlah aku dari kejelekan qadha' (ketentuan)Mu, sesungguhnya Engkau yang menentukan qadha' dan tidak ada yang memberi qadha' kepadaMu, sesungguhnya orang yang Engkau tolong tidak akan terhina, dan orang yang Engkau musuhi tidak akan mulia, Mahasuci Engkau wahai Tuhan kami dan Mahatinggi Engkau." (HR. At-Tirmidzi, ia berkata hadits ini hasan).
Dan tidak diketahui dari Nabi shallallahu alaihi wasallam do'a qunut yang lebih baik dari ini.
Dari Ali bin Abi Thalib radhiallahu anhu bahwasanya Nabi shallallahu alaihi wasallam pada akhir shalat witir mengucapkan:
"Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung dengan ridhaMu dari kemurkaanMu, dan dengan ampunanMu dari siksaMu dan aku berlindung kepadaMu daripada (murka dan siksa)Mu, aku tidak (bisa) menghitung (banyaknya) pujian atasMu sebagaimana pujianMu atas DiriMu Sendiri." (HR. Ahmad dan Ahlus Sunan).
 
Tidak memperhatikan sunnah. Adalah sunnah  setelah salam dari shalat witir mengucapkan:
"Maha Suci Tuhan Yang Maha Menguasai dan Mahasuci." sebanyak tiga kali. Ini berdasarkan hadits riwayat Abu Daud dan Nasa'i dengan sanad shahih. Tetapi, banyak orang yang tidak mengucapkannya. Untuk itu, para imam dan penceramah perlu mengingatkan jama'ahnya dalam masalah ini.
 
Mendahului imam
Banyak didapati para makmum mendahului imam dalam shalat tarawih dan shalat-shalat lainnya, baik dalam memulai gerakan ketika ruku', sujud, berdiri atau duduk. Ini adalah tipu daya setan dan salah satu bentuk peremehan terhadap masalah shalat.

Ada empat kondisi antara makmum dengan imamnya dalam shalat jama'ah. Satu daripadanya dianjurkan dan tiga kondisi lainnya dilarang. Tiga kondisi yang dilarang itu adalah makmum mendahului imam, menyelisihi (terlambat daripada)nya dan menyamai (berbarengan dengan)nya. Adapun satu kondisi yang dianjurkan bagi makmum yaitu mengikuti imam. Dalam shalatnya, para makmum dianjurkan langsung mengikuti pekerjaan-pekerjaan shalat imamnya. Jadi, makmum tidak boleh mendahului gerakan-gerakan imam, juga tidak boleh membarengi atau terlambat daripadanya.

Orang yang mendahului gerakan imam, shalatnya adalah batal. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam: "Tidakkah takut orang yang mengangkat kepalanya sebelum imam, Allah mengubah kepalanya menjadi kepala keledai atau mengubah rupanya menjadi rupa keledai?" (Muttafaq Alaih).

Hal ini disebabkan oleh shalatnya yang jelek sehingga ia tidak mendapatkan pahala daripadanya. Seandainya dia dianggap telah shalat tentu ia diharapkan mendapatkan pahala. Dan tak diragukan lagi, pengubahan Allah kepalanya menjadi kepala keledai adalah salah satu bentuk siksaanNya.
 
Makmum membaca mushaf 
Sebagian makmum ada yang membawa mushaf Al-Qur'an ketika shalat tarawih, mereka mengikuti bacaan imam dengan melihat mushaf Al-Qur'an. Pekerjaan ini adalah tidak disyari'atkan dan juga tidak didapatkan dalam amalan para salaf. Ia tidak boleh dilakukan kecuali bagi orang yang ingin membetulkan imam jika salah.

Yang diperintahkan kepada makmum adalah mendengarkan bacaan imam dengan diam. Hal ini berdasarkan firman Allah, artinya: "Dan apabila dibacakan Al-Qur'an maka dengarkanlah baik-baik dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat  rahmat."( Al A'raf: 204).

Imam  Ahmad  berkata: "Banyak orang sepakat bahwa ayat ini maksudnya adalah ketika dalam keadaan shalat". Lalu, Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-Jibrin juga telah mengingatkan dalam"At- Tanbiihat 'Alal Mukhaalafati Fis Shalah", beliau berkata: "Sesungguhnya pekerjaan ini (makmum membaca mushaf Al-Qur'an ketika shalat) menjadikan makmum tidak khusyu' dan tadabbur dalam shalatnya, karena itu ia termasuk pekerjaan sia-sia."
 
Mengeraskan do'a qunut
Sebagian imam masjid mengeraskan suaranya ketika do'a qunut lebih dari yang seharusnya. Padahal tidak diperkenankan mengeraskan suara kecuali sebatas agar bisa didengar oleh makmum, dan sesungguhnya Allah berfirman, artinya: "Berdo'alah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya  Allah  tidak  menyukai orang-orang yang melampaui batas." (Al- A'raaf : 55).

Ketika para sahabat mengeraskan suara  saat bertakbir, seketika Rasulullah shallallahu alaihi wasalam melarang mereka dari yang demikian, seraya bersabda: "Rendahkanlah suaramu. Sesungguhnya kamu tidak berdo'a kepada Dzat yang tuli, tidak pula ghaib."(HR. Al-Bukhari dan Muslim).
 
Memendekkan bacaan shalat
Sebagian besar imam-imam masjid dalam shalat-shalat yang disyari'atkan tidak memanjangkan bacaan seperti ketika shalat tarawih dan shalat kusuf (gerhana), mereka tidak memanjangkan bacaan bahkan sebagiannya melakukan ruku', sujud, bangun dari ruku' dan duduk antara dua sujud dengan sangat cepat.
Shalat yang disyari'atkan adalah shalat yang sesuai dengan teladan dan petunjuk Nabi shallallahu alaihi wasallam. Adapun ukuran ruku' dan sujud Rasulullah shallallahu alaihi wasallam adalah tak jauh berbeda dengan saat beliau berdiri. Dan bila Rasulullah shallallahu alaihi wasallam mengangkat kepalanya dari ruku', beliau diam berdiri  (lama)  sehingga seorang sahabat berkata beliau telah lupa. Dan jika beliau mengangkat kepalanya dari sujud beliau duduk lama sehingga ada sahabat yang berkata Rasulullah shallallahu alaihi wasallam telah lupa. Al-Bara' bin Azib  radhiallahu anhu berkata: "Aku shalat bersama Nabi shallallahu alaihi wasallam maka aku dapati berdirinya, ruku'nya, sujudnya dan duduknya antara dua sujud hampir sama (antara semuanya). Dalam riwayat lain disebutkan: "Tidaklah (beliau) berdiri kecuali hampir sama dengan duduknya."
Maksudnya, bila Rasulullah shallallahu alaihi wasallam memanjangkan berdirinya, maka beliau juga memanjangkan ruku', sujud dan duduk antara dua sujud. Sebaliknya, jika beliau meringankan berdirinya (tidak terlalu lama) maka beliau juga meringankan ruku', sujud dan duduk antara dua sujud.
Akhirnya, semoga uraian ini menjadi bahan renungan kita bersama di bulan yang mulia dan suci ini, sekaligus bisa menghantarkan kita mengarungi kehidupan di bulan Ramadhan  -baik dalam ibadah maupun kehidupan sehari-hari-  sebagaimana yang dituntunkan Nabi shallallahu alaihi wasallam.
 Mudah-mudahan Allah meneguhkan iman Islam kita, mengampuni kita, orang tua kita dan segenap kaum muslimin. Amin....



KESALAHAN-KESALAHAN DALAM HAL PAKAIAN WANITA
 
Mengenakan pakaian yang sempit, transparan (tembus pandang) dan yang membuat orang tertarik untuk memandang.
Ini jelas haram. Setiap muslimah dilarang memakai pakaian yang sempit dan memperlihatkan lekuk-lekuk tubuh, juga pakaian tipis yang menampakkan warna kulit dan pakaian lain secara umum yang membuat orang terutama laki-laki tertarik untuk memandangnya. Ironinya, kenyataan ini menimpa mayoritas kaum muslimah. Allah berfirman :
"Dan janganlah wanita-wanita muslimah menampakkan perhiasan mereka kecuali kepada para suami mereka." (An-Nur31).
"Dan janganlah mereka (wanita-wanita muslimah) memukulkan kaki-kaki mereka untuk diketahui apa yang tersembunyi dari perhiasan mereka." (An-Nur: 31).
Jika memperdengarkan suara perhiasan seperti gelang kaki atau perhiasan sejenisnya yang tersembunyi tidak dibolehkan, maka bagaimana pula dengan perhiasan yang tampak nyata, lebih dari itu bagaimana halnya dengan menampakkan lengan tangan, dada, betis bahkan paha?
 
Mengenakan pakaian yang terbuka dari bawah, atau tidak menutupi betis, dua telapak kaki, punggung, mengenakan celana pendek juga pakaian-pakaian yang menampakkan kecantikan wanita di hadapan laki-laki bukan mahramnya.
Hal ini tidak boleh dilakukan oleh wanita di hadapan laki-laki bukan mahramnya, baik di dalam maupun di luar rumah. Tetapi ironinya, pakaian jenis inilah yang membudaya di kalangan yang mengaku dirinya muslimah. Para wanita itu tidak menyadari bahwa pakaiannya tersebut merupakan jenis kemungkaran yang besar, bahkan ia salah satu penyebab terbesar bagi timbulnya berbagai tindak perkosaan dan kriminalitas. Yang lebih mengherankan, seakan jenis pakaian ini terutama di kota sudah demikian diterima masyarakat, sehingga jarang bahkan tak terdengar upaya mengingatkan kaum muslimah dari pakaiannya yang jauh dari Islam tersebut, baik lewat media massa maupun elektronik. Bahkan yang digelar di berbagai stasiun telivisi adalah pakaian-pakaian seronok dan telanjang, dan itu yang dilahap oleh kaum muslimah setiap hari sebagai panutan.
Sesungguhnya munculnya keadaan ini telah pernah disinyalir oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam . Abu Hurairah  meriwayatkan, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :
"Dua (jenis manusia) dari ahli Neraka yang aku belum melihatnya sekarang yaitu; kaum yang membawa cemeti-cemeti seperti ekor sapi, mereka memukul manusia dengannya, dan wanita-wanita yang berpakaian tetapi telanjang, berjalan dengan menggoyang-goyangkan pundaknya dan berlenggak-lenggok, kepala mereka seperti punuk onta yang condong. Mereka tidak akan masuk Surga bahkan tidak akan mendapat wanginya, dan sungguh wangi Surga telah tercium dari jarak perjalanan sekian dan sekian." (HR. Muslim, shahih).
 
Mengenakan pakaian yang berlengan pendek, termasuk di dalamnya mengenakan kaos sehingga menampakkan kedua lengan tangan.
Ini jelas haram karena tidak menutup aurat. Tetapi betapa banyak wanita muslimah yang tidak memperhatikan masalah ini, sehingga mereka mengenakan pakaian tersebut di jalan-jalan, di pasar dan di tempat-tempat umum. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam  bersabda :
"Wanita adalah aurat, maka jika ia keluar setan membuatnya indah (dalam pandangan laki-laki)." (HR. At-Tirmidzi, hasan shahih). Yakni setan membuat segenap mata memandang kepada si wanita sehingga menimbulkan fitnah.
 
Mengenakan pakaian yang menyerupai pakaian laki-laki, baik dalam bentuk maupun ciri-cirinya.
Ini adalah dilarang. Wanita memiliki pakaian khusus dengan segenap ciri-cirinya, dan laki-laki juga memiliki pakaian yang khusus, yang membedakannya dari pakaian wanita. Dan wanita tidak diperbolehkan menyerupai laki-laki dalam hal pakaian, penampilan dan cara berjalan. Dalam hadits shahih disebutkan:
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melaknat laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai laki-laki." (HR. Al-Bukhari, shahih).
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melaknat laki-laki yang memakai pakaian wanita dan wanita yang memakai pakaian laki-laki." (HR. Ahmad, Abu Daud, Ibnu Majah dan lainnya, sanad hadits ini shahih menurut syarat Muslim).
 
Mengenakan konde (sanggul) rambut, karena ia termasuk menyambung rambut.
Ketika acara walimah pernikahan atau acara-acara pesta lainnya banyak wanita muslimah yang berdandan dengan sanggul rambut. Ini adalah dilarang. Asma' binti Abi Bakar c berkata, seorang wanita datang kepada Nabi `. Wanita itu berkata, 'Wahai Rasulullah, sesungguhnya saya mempunyai anak perempuan yang pernah terserang campak sehingga rambutnya rontok, kini ia mau menikah, bolehkah aku menyambung (rambut)nya? Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam  menjawab :
"Allah melaknat perempuan yang menyambung (rambut) dan yang meminta disambungkan rambutnya." (HR. Muslim).
"Nabi shallallahu 'alaihi wasallam melarang wanita menyambung (rambut) kepalanya dengan sesuatu apapun." (HR. Muslim).
Termasuk dalam hal ini adalah mengenakan wig (rambut palsu) yang biasanya dipasangkan oleh perias-perias yang salon-salon mereka penuh dihiasi dengan berbagai kemungkaran. Kebanyakan orang-orang yang melakukan hal ini adalah kalangan artis, bintang film, pemain drama, teater juga wanita-wanita yang kurang percaya diri dan ingin tampil lebih. Mudah-mudahan Allah menunjuki mereka dan kita semua.
 
Mengecat kuku sehingga menghalangi air mengenai kulit ketika berwudhu.
Setiap kulit anggota wudhu tidak boleh terhalang oleh air, termasuk di dalamnya kuku. Mengenakan cat kuku menjadikan air terhalang mengenai kuku, sehingga wudhu menjadi tidak sah. Allah berfirman:
"Wahai orang-orang yang beriman, bila kalian hendak mendirikan shalat maka basuhlah wajahmu dan kedua tanganmu hingga ke siku, dan usaplah (rambut) kepalamu dan kakimu hingga ke mata kaki." (Al-Maidah: 6).
Biasanya yang mengecat kuku adalah para wanita, tetapi larangan ini berlaku umum, baik laki-laki maupun wanita.
 
Memakai kuku palsu atau memanjangkan kuku tangan dan kaki.
Ini adalah menyalahi fithrah, dan larangan ini berlaku umum, baik bagi laki-laki maupun wanita. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam  bersabda:
"Ada lima fithrah; yaitu memotong rambut kemaluan, khitan, menggunting kumis, mencabut rambut ketiak dan memotong kuku." (Muttafaq alaih).
Anas bin Malik radhiallahu anhu berkata:
"Kami diberi waktu dalam menggunting kumis, memo-tong kuku, mencabut bulu ketiak dan rambut kemaluan agar kami tidak membiarkannya lebih dari 40 malam." (HR. Muslim).
Meskipun bagi sementara orang, memanjangkan kuku ada manfaatnya, misalnya untuk keperluan-keperluan khusus, tetapi ia tidak menjadikan hukumnya berubah menjadi boleh. Karena itu setiap muslim harus menjaga agar kukunya tidak sampai panjang, segera memotongnya jika telah tumbuh. Adapun di antara hikmahnya adalah untuk menjaga kebersihan, sehingga ia merupakan salah satu tindakan penjagaan.
 
Tidak memakai kerudung (penutup kepala).
Malapetaka besar yang dipropagandakan oleh kaum sekuler dan murid-murid orientalis adalah pendapat bahwa kerudung (penutup kepala) hanyalah kebudayaan Arab belaka, tidak merupakan perintah syari'at. Oleh mereka yang terbiasa tidak memakai kerudung, pendapat ini merupakan legitimasi dan pembenaran terhadap perbuatan mungkar mereka. Sedangkan mereka yang masih labil dan perlu pembinaan, mereka menjadi bimbang, tetapi biasanya mereka lebih mudah mengikuti trend yang ada. La haula wala quwwata illaa billah. Tidak seorang ulama salaf pun yang berpendapat kerudung (penutup kepala) bukan perintah agama. Pendapat aneh ini hanya terjadi di kalangan cendekiawan muslim yang jauh dari tuntunan salaf. Dan dalil masalah ini sebagaimana disebutkan dalam pembahasan-pembahasan terdahulu.
 
Tidak memakai kaos kaki, sehingga tampak telapak kakinya.
Bagi sebagian muslimah yang ta'at memakai pakaian muslimah pun, terkadang masalah ini dianggap sepele. Telapak kaki termasuk aurat, karena itu ia harus ditutupi, membiarkannya kelihatan berarti kemungkaran dan dosa. Dalil masalah ini sebagaimana disebutkan dalam masalah-masalah terdahulu.
Wanita pada dasarnya sangat senang dipuji, baik kecantikannya, kelembutannya dan sifat-sifat indahnya yang lain. Tetapi banyak yang terperosok jauh, ingin dipuji kecantikannya, meski dengan resiko membuka aurat, agar tampak lebih indah mempesona. Ingatlah, wanita adalah sumber fitnah. Dan fitnah terbesar dari wanita adalah soal auratnya. Kaum muslimah yang menutup aurat secara syar'i berarti telah memberikan sumbangan terbesar bagi tertutupnya sumber fitnah. Karena itu, berhati-hatilah wahai kaum muslimah dalam hal berpakaian! (ain).
*************




Kesalahan-kesalahan dalam hal pakaian laki-laki


Isbal. Isbal yaitu menurunkan atau memanjangkan pakaian hingga di bawah mata kaki.
Larangan isbal bersifat umum untuk seluruh jenis pakaian, baik celana panjang, sarung, gamis, mantel atau pakaian lainnya. Ironinya, larangan ini dianggap remeh oleh kebanyakan umat Islam, padahal dalam pandangan Allah ia merupakan masalah besar. Rasulullah ` bersabda:
"Kain yang memanjang hingga di bawah mata kaki tempatnya di Neraka." (HR. Al-Bukhari, shahih).
Ancaman bagi musbil (orang yang melakukan isbal ) dengan Neraka tersebut sifatnya adalah muthlak dan umum, baik dengan maksud takabur atau tidak. Jika isbal tersebut dilakukan dengan maksud takabur maka ancamannya lebih besar. Nabi Shallallahu 'alaihi wasalam bersabda:
"Pada hari Kiamat, Allah tidak akan melihat kepada orang yang menyeret bajunya (musbil, ketika di dunia) karena takabur." (Muttafaq Alaih, shahih).
Dan secara tegas Nabi Shallallahu 'alaihi wasalam melarang kita kaum laki-laki melakukan isbal. Beliau Shallallahu 'alaihi wasalam bersabda:
"Dan tinggikanlah kainmu hingga separuh betis, jika engkau enggan maka hingga mata kaki. Dan jauhilah olehmu memanjangkan kain di bawah mata kaki, karena ia termasuk kesombongan, dan sungguh Allah tidak menyukai kesombongan." (HR. Abu Daud dan At-Tirmidzi dengan sanad shahih, At-Tirmidzi berkata, hadits ini hasan shahih).
Hadits di atas memberi kata putus terhadap orang yang beralasan bahwa memanjangkan kain hingga di bawah mata kaki dibolehkan asal tidak karena sombong. Ini adalah alasan batil dan dicari-cari untuk pembenaran kebiasaan mereka yang menyalahi sunnah. Hadits di atas dengan tegas memasukkan perbuatan isbal sebagai sikap sombong, apatah lagi jika memang isbal-nya itu diniati untuk sombong. Maka pantaslah ancamannya sangat berat. Dan fakta menunjukkan, laki-laki yang musbil itu, memanglah pada umumnya untuk bergaya yang di dalamnya ada unsur bangga diri dan sombong. Buktinya kebanyakan mereka menganggap kampungan, kolot dan udik serta melecehkan saudara-saudara mereka yang mengenakan pakaian di atas mata kaki, padahal itulah yang diperintahkan syari'at.
Adapun kaum wanita, mereka diwajibkan menutupi tubuhnya hingga di bawah mata kaki, karena ia termasuk aurat. Namun pada umumnya, yang dipraktikkan umat Islam di zaman ini adalah sebaliknya. Laki-laki memakai pakaian hingga di bawah mata kaki, sedang wanita pakaiannya jauh di atas mata kaki. Na'udzubillah, dan kepada Allah kita memohon keselamatan.
 
Mengenakan pakaian tipis dan ketat.
Dalam kaca mata syari'at, jika bahan-bahan pakaian itu sangat tipis sehingga menampakkan aurat, lekuk-lekuk tubuh atau sejenisnya maka pakaian itu tidak boleh dikenakan. Hal ini berdasarkan firman Allah Ta'ala:
"Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurun-kan kepadamu pakaian untuk menutupi auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan." (Al-A'raf: 26).
Tetapi jika pakaian itu tidak menampakkan aurat dan lekuk-lekuk tubuh maka hal itu tidak mengapa. Namun jika pakaian itu menyerupai dan menunjukkan identitas pakaian orang kafir maka ia tidak dibolehkan.
 
Mengenakan pakaian yang menyerupai pakaian wanita.
Di antara fithrah yang disyari'atkan Allah kepada hambaNya yaitu agar laki-laki menjaga sifat kelelakiannya dan wanita menjaga sifat kewanitaannya seperti yang telah diciptakan Allah. Jika hal itu dilanggar, maka yang terjadi adalah kerusakan tatanan hidup di masyarakat. Dalam hadits shahih disebutkan:
"Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasalam melaknat laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai laki-laki." (HR. Al-Bukhari).
Sebagian ulama' berkata, 'Yang dimaksud menyerupai dalam hadits tersebut adalah dalam hal pakaian, berdandan, sikap, gerak-gerik dan sejenisnya, bukan dalam berbuat kebaikan.' Karena itu, termasuk dalam larangan ini adalah larangan menguncir rambut, memakai anting-anting, kalung, gelang kaki dan sejenisnya bagi laki-laki, sebab hal-hal tersebut adalah kekhususan bagi wanita. Rasulullah ` bersabda:
"Allah melaknat laki-laki yang memakai pakaian wanita dan wanita yang memakai pakaian laki-laki." (HR. Abu Daud, Shahihul Jami', 5071) .
 
Mengenakan pakaian modis yang sedang nge-trend.
Saat ini sebagian umat Islam, terutama kaum mudanya sering tergila-gila dengan mode pakaian yang sedang in (nge-trend ) atau pakaian yang dikenakan oleh para bintang dan idola mereka. Seperti pakaian bergambar penyanyi, kelompok-kelompok musik, botol dan cawan arak, gambar-gambar makhluk hidup, salib atau lambang-lambang club-club dan organisasi-organisasi non Islam, juga slogan-slogan kotor yang tidak lagi memperhitungkan kehormatan dan kebersihan diri, yang biasanya ditulis di punggung pakaian atau kaos dengan bahasa Indonesia atau bahasa-bahasa asing.
Pada umumnya para pemakai pakaian-pakaian tersebut merasa bangga dengan pakaiannya, bahkan dengan maksud untuk memperoleh popularitas karena pakaiannya yang aneh tersebut. Padahal Nabi  bersabda :
"Barangsiapa mengenakan pakaian (untuk memper-oleh) popularitas di dunia, niscaya Allah mengenakan kepadanya pakaian kehinaan pada hari Kiamat." (HR. Ahmad, Abu Daud dan Ibnu Majah dari Ibnu Umar, hasan).
Imam Asy-Syaukani berkata, 'Hadits di atas menunjukkan diharamkannya mengenakan pakaian untuk meraih popularitas. Dan larangan tersebut tidak khusus terhadap pakaian untuk popularitas, tetapi termasuk juga pakaian yang menyelisihi pakaian masyarakat pada umumnya (yang bertentangan dengan agama/etika). Jika pakaian itu untuk maksud popularitas, maka tidak ada bedanya antara pakaian yang mahal atau kumal, sesuai dengan yang dikenakan orang pada umumnya atau tidak, sebab pengharaman tersebut berporos pada (niat) popularitas.
 
Mengenakan pakaian yang tidak menutupi aurat.
Seperti memakai celana pendek atau pakaian olah raga lainnya yang menampakkan paha. Aurat laki-laki adalah dari pusar hingga dua lutut kaki. Karena itu, paha termasuk aurat. Setiap muslim diperintahkan menutup dan menjaga auratnya kecuali di depan isteri atau hamba sahayanya. Ketika Rasulullah “melihat sahabat Ma'mar tersingkap pahanya, beliau” bersabda :
"Wahai Ma'mar, tutupilah pahamu, karena paha adalah aurat." (HR. Ahmad).
"Jagalah auratmu kecuali dari isterimu atau hamba sahayamu." (HR. Imam lima kecuali An-Nasa'i dengan sanad hasan).
 
Tidak memperhatikan masalah pakaian ketika masuk masjid.
Sebagian orang yang akan menunaikan shalat berjama'ah tak peduli dengan pakaian yang dikenakannya, bahkan terkadang di luar kepatutan dan kepantasan. Misalnya masuk masjid dengan mengenakan jenis pakaian sebagaimana disebutkan pada poin keempat. Shalat adalah untuk menghadap kepada Allah, karena itu kita harus mengenakan pakaian yang bagus dan indah sebagaimana yang diperintahkan. Allah berfirman :
"Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid." (Al-A'raf: 31).
Disunnahkan pula agar kita memakai wangi-wangian ketika hendak ke masjid dan menghindari bau-bauan yang tidak sedap. Demikianlah yang dituntunkan dan dipraktikkan baginda Nabi dan para sahabatnya yang mulia.
 
Mengenakan pakaian bergambar makhluk bernyawa, apalagi gambar orang-orang kafir, baik penyanyi, seniman, negarawan atau orang-orang terkenal lainnya.
Mengenakan pakaian bergambar makhluk bernyawa adalah haram, baik gambar manusia atau hewan. Nabi ` bersabda:
"Setiap tukang gambar ada di Neraka, Allah mencipta-kan untuknya (dari) setiap gambar yang ia bikin sebuah nyawa, lalu mereka menyiksanya di Neraka Jahannam." (HR. Muslim).
"Malaikat tidak masuk ke dalam rumah yang ada di dalamnya anjing dan gambar-gambar." (HR. Al-Bukhari).
Adapun gambar orang-orang kafir maka memakai atau menggunakannya madharatnya akan semakin besar, sebab akan mengakibatkan pengagungan terhadap mereka.
 
Laki-laki menggunakan perhiasan emas dan kain sutera.
Saat ini banyak kita jumpai barang-barang perhiasan untuk laki-laki yang terbuat dari emas. Seperti jam tangan, kaca mata, kancing baju, pena, rantai, cincin dan sebagainya. Ada pula yang merupakan hadiah dalam suatu pertandingan, misalnya sepatu emas dan lainnya.
Dari Ibnu Abbas radhiallahu anhu bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasalam melihat cincin emas di tangan seorang laki-laki, serta merta beliau mencopot lalu membuangnya, seraya bersabda : 
"Salah seorang dari kamu sengaja (pergi) ke bara api, kemudian mengenakannya di tangannya!' Setelah Rasulullah ` pergi, kepada laki-laki itu dikatakan, 'Ambillah cincinmu itu dan manfaatkanlah!' Ia menjawab, 'Demi Allah, selamanya aku tidak akan mengambilnya, karena Rasulullah ` telah membuangnya." (HR. Muslim, 3/1655).
Dan Rasulullah Shallallahu alaihi wasalam bersabda :
"Dihalalkan emas dan sutera itu untuk kaum wanita dari kaumku dan diharamkan keduanya bagi kaum prianya dari mereka." (HR. Ahmad, At-Tirmidzi dan An-Nasa'i, shahih). (ain).


KESALAHAN UMUM BERKAITAN DENGAN SHALAT
 
Shalat adalah amal pertama yang dihisab Allah. Jika shalat seseorang baik maka baik pula seluruh amalnya. Demikian pun sebalik-nya. Tetapi ironinya, banyak umat Islam yang melalaikan urusan shalat. Berikut ini yang sering dilalaikan sebagian umat Islam dalam hal shalat.
Meninggalkan shalat sama sekali. Ini adalah suatu kekufuran berdasarkan Al-Qur'an, As-Sunnah dan ijma'. Allah berfirman, artinya: "Apakah yang membuat kalian masuk ke dalam Neraka Saqar?' Mereka menjawab, '(Karena) kami dulu tidak termasuk orang-orang yang mendirikan shalat'."  (Al-Muddatstsir:4).
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallambersabda, artinya: "Perjanjian antara kami dengan mereka adalah shalat, barang-siapa meninggalkannya maka dia telah kafir." (HR. Ahmad dan lainnya, shahih).
Adapun dalil dari ijma' adalah ucapan Abdullah bin Syaqiq : "Para sahabat Muhammad shallallahu 'alaihi wasallamtidak berpendapat ada suatu amalan yang jika ditinggal-kan menjadikan kufur kecuali masalah shalat." (Diriwayatkan At-Tirmidzi dan lainnya dengan sanad shahih).
 
Mengakhirkan shalat. Sebab ia bertentangan dengan firman Allah, artinya: "Sesungguhnya shalat itu wajib atas orang-orang beriman pada waktu yang telah ditentukan."  (An-Nisa': 103).
Karena itu, mengakhirkan shalat tanpa udzur yang dibolehkan syara' adalah dosa besar. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, artinya: "Itu adalah shalat orang munafik. Ia duduk menunggu matahari, sampai jika matahari telah berada di antara dua tanduk setan (hendak tenggelam) ia berdiri dan menukik empat rakaat, sedang ia tidak mengingat Allah di dalamnya kecuali sedikit." (HR. Muslim).
 
Meninggalkan shalat berjamaah. Shalat berjamaah adalah wajib kecuali bagi orang yang memiliki udzur yang dibolehkan syara'. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, artinya: "Siapa yang mendengarkan seruan adzan tetapi tidak memenuhinya maka tidak ada shalat baginya, kecuali karena udzur." (HR. Ibnu Majah dan lainnya dengan sanad kuat). Allah berfirman, artinya: "Dan ruku'lah bersama orang-orang yang ruku'." (Al-Baqarah: 43). Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, artinya: "Kemudian aku mengutus (utusan) kepada orang-orang yang tidak shalat berjamaah, sehingga aku bakar rumah-rumah mereka." (Muttafaq Alaih). Dan cukuplah bagi mereka yang menginginkan syi'ar Islam dengan memulai lewat gerakan shalat berjama'ah.
 
Tidak thuma'ninah dalam shalat. Thuma'ninah adalah rukun shalat. Shalat tidak sah jika tidak thuma'ninah. Thuma'ninah artinya, tenang ketika sedang ruku', i'tidal, sujud dan duduk antara dua sujud. Tenang di sini maksudnya, sampai tulang-tulang kembali pada posisi dan persendiannya, tidak tergesa-gesa dalam pergantian dari satu rukun ke rukun lainnya. Demikianlah, sehingga Nabi shallallahu 'alaihi wasallam kepada orang yang tergesa-gesa dalam shalatnya dan tidak thuma'ninah bersabda, artinya: "Kembali dan shalatlah, sesungguhnya engkau belum shalat."
 
Tidak khusyu' dan banyak gerakan dalam shalat. Allah memuji orang-orang yang khusyu' dalam shalatnya. Allah berfirman, artinya: "(Yaitu) orang-orang yang khusyu' dalam shalatnya." (Al-Mukminun: 2). Karena itu, hendaknya setiap orang yang shalat, khusyu' dalam shalatnya, sehingga memperoleh pahala yang sempurna.
 
Mendahului atau menyelisihi imam. Ini bisa mengakibatkan batalnya shalat atau raka'at. Karena itu, hendaknya makmum mengikuti imam, tidak mendahului atau terlambat daripadanya, baik satu rukun atau lebih. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, artinya: "Sesungguhnya diadakannya imam itu untuk diikuti, karena itu jika ia bertakbir maka bertakbirlah, dan jangan kalian bertakbir sampai ia bertakbir, dan jika ia ruku' maka ruku'lah dan jangan kalian ruku' sampai dia ruku'..." (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
 
Bangun dari duduk untuk menyempurnakan raka'at sebelum imam selesai dari salam yang kedua.
 
Memandang ke langit (atas) atau menoleh ke kiri dan ke kanan ketika shalat. Hal ini telah diancam oleh Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, artinya: "Hendaklah orang-orang mau berhenti dari mendongakkan pan-dangannya ke langit ketika shalat atau Allah tidak mengembalikan pandangannya kepada mereka." (HR. Muslim).
Adapun menoleh yang tidak diperlukan maka hal itu mengurangi kesempurnaan shalat, dan jika sampai lurus ke arah lain maka hal itu membatal-kan shalat. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, artinya: "Jauhi-lah dari menoleh dalam shalat, karena sesungguh-nya ia adalah suatu kebinasaan." (HR. At-Tirmidzi dan dishahihkannya).
 
Mengenakan pakaian tipis yang tidak menutupi aurat. Hal ini membatalkan shalat, karena menutup aurat merupakan syarat sahnya shalat.
 
Tidak memakai kerudung dan menutupi telapak kaki bagi wanita. Aurat wanita dalam sha-lat adalah seluruh tubuhnya kecuali wajah dan telapak tangan (termasuk punggungnya). Ummu Salamah x ditanya tentang pakaian shalat wanita. Beliau menjawab: "Hendaknya ia shalat dengan kerudung, dan baju kurung panjang yang menu-tupi kedua telapak kakinya."
 
Lewat di depan orang yang sedang shalat. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, artinya: "Seandainya orang yang lewat di depan orang shalat itu mengetahui dosanya, tentu berhenti (menunggu) empat puluh (tahun) lebih baik baginya daripada lewat di depannya." (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
 
Tidak melakukan takbiratul ihram ketika mendapati imam sedang ruku'. Takbiratul ihram adalah rukun shalat karena itu ia wajib dilakukan dan dalam keadaan berdiri, baru kemudian mengikuti imam yang sedang ruku'.
 
Tidak langsung mengikuti keadaan imam ketika masuk masjid. Orang yang masuk masjid hendaknya langsung mengikuti imam, baik ketika itu ia sedang duduk, sujud atau lainnya (tentunya setelah takbiratul ihram, sebagaimana disebutkan di muka). Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, artinya: "Jika kalian datang untuk shalat dan kami sedang sujud, maka sujudlah!" (HR. Abu Daud, shahih).
 
Melakukan sesuatu yang melalaikannya dari shalat. Ini menunjukkan bahwa dia lebih menuruti hawa nafsu daripada menta'ati Allah. Betapa banyak orang yang tetap sibuk dengan pekerjaannya, menonton TV, ngobrol dan sebagai-nya sementara seruan adzan telah berkumandang. Padahal melalaikan shalat dan mengingat Allah adalah suatu bencana besar. Allah berfirman, artinya: "Wahai orang-orang yang beriman, jangan-lah hartamu dan anak-anakmu melalaikanmu dari mengingat Allah, barangsiapa melakukan demiki-an maka mereka itulah orang-orang yang merugi." (Al-Munafiqun:9).
 
Memejamkan mata ketika shalat tanpa keperluan. Ini adalah makruh. Ibnu Qayyim berkata, 'Nabi shallallahu 'alaihi wasallam tidak mencontohkan shalat dengan meme-jamkan mata.' Akan tetapi jika memejamkan mata tersebut diperlukan misalnya, karena di hadapan-nya ada lukisan atau sesuatu yang menghalangi kekhusyu'annya maka hal itu tidak makruh.
 
Makan atau minum dalam shalat. Ini membatalkan shalat. Ibnul Mundzir berkata, 'Para ahli ilmu sepakat bahwa orang yang shalat dilarang makan dan minum.' Karena itu, bila masih terdapat sisa makanan di mulut, seseorang yang sedang shalat tidak boleh menelannya tetapi hendaknya mengeluarkannya dari mulutnya.
 
Tidak meluruskan dan merapatkan barisan. Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, artinya: "Kalian mau meluruskan barisan-barisan kalian atau Allah akan membuat perselisihan di antara hati-hati kalian." (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Adapun rapatnya barisan, sebagaimana yang dipraktekkan para sahabat adalah pundak dan telapak kaki seseorang merapat dengan pundak dan telapak kaki kawannya.
 
Imam tergesa-gesa dalam shalatnya dan tidak thuma'ninah, sehingga menjadikan makmum juga tergesa-gesa, tidak thuma'ninah dan tidak sempat membaca Fatihah. Setiap imam akan ditanya tentang shalatnya, dan thuma'ninah adalah rukun, karena itu ia wajib atas imam karena dia adalah yang diikuti.
 
Tidak memperhatikan sujud dengan tujuh anggota. Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, artinya: "Kami diperin-tahkan untuk sujud dengan tujuh anggota; kening -dan beliau mengisyaratkan dengan tangannya sampai ke hidungnya-, dua tangan, dua lutut dan dua telapak kaki." (Muttafaq Alaih).
 
Membunyikan ruas jari-jari ketika shalat. Ini adalah makruh. Ibnu Abi Syaibah meriwayat-kan: "Aku shalat di sisi Ibnu Abbas dan aku mem-bunyikan jari-jariku. Setelah selesai shalat, ia berkata, 'Celaka kamu, apakah kamu membunyi-kan jari-jarimu dalam keadaan shalat?"
 
Mempersilakan menjadi imam kepada orang yang tidak pantas menjadi imam. Imam adalah orang yang diikuti, karena itu ia harus faqih (paham dalam urusan agama) dan qari' (pandai membaca Al-Qur'an). Para ulama mene-tapkan, tidak boleh dipersilakan menjadi imam orang yang tidak baik bacaan Al-Qur'annya, atau yang dikenal dengan kemaksiatannya (fasiq), meskipun demikian, kalau itu terjadi maka shalat makmum tetap sah.
 
Membaca Al-Qur'an secara tidak baik dan benar. Ini adalah kekurangan yang nyata. Karena itu, setiap muslim harus berusaha untuk membaca Al-Qur'an, terutama dalam shalatnya dengan baik dan benar. Allah berfirman, artinya: "Dan bacalah Al-Qur'an itu dengan tartil." (Al-Muzzammil: 4).
 
Wanita pergi ke masjid dengan perhiasan dan wewangian. Ini adalah kemunkaran yang tampak nyata baik di bulan Ramadhan atau di waktu lainnya. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, artinya: "Jangan melarang wanita-wanita pergi ke masjid, dan hendaknya mereka keluar dalam keadaan tidak berhias dan memakai wewangian." (HR. Ahmad dan Abu Daud, shahih).



LURUSKAN DAN RAPATKAN SHAF

Shalat berjamaah merupakan amal yang sangat dianjurkan oleh Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam . Sebagaimana sabdanya, "Shalat berjamaah lebih afdhal dari shalat sendirian dua puluh derajat". Ketika shalat berjamaah, meluruskan dan merapatkan shaf (barisan) sangat diperintahkan, sebagaimana di dalam sabda Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam,
Artinya, "Luruskan shafmu, karena sesungguhnya meluruskan shaf itu merupakan bagian dari kesempurnaan shalat". (Muttafaq 'Alaih).

Hadits ini dan hadits-hadits lain yang semisal, kata Ibnu Hazm, merupakan dalil wajibnya merapikan shaf sebelum shalat dimulai. Karena menyempurnakan shalat itu wajib, sedang kerapihan shaf merupakan bagian dari kesempurnaan shalat, maka merapikan shaf merupakan kewajiban.  Juga lafaz amr (perintah) dalam hadits di atas menunjukkan wajib. Selain itu, Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam setiap memulai shalat, selalu menghadap kepada jamaah dan memerintahkan untuk meluruskan shaf, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik Radhiallaahu anhu.

Teladan dari Nabi dan Para Sahabat

Umar bin Khaththab pernah memukul Abu Utsman An-Nahdi karena ke luar dari barisan shalatnya. Juga Bilal pernah melakukan hal yang sama, seperti yang dikatakan oleh Suwaid bin Ghaflah bahwa Umar dan Bilal pernah memukul pundak kami dan mereka tidak akan memukul orang lain, kecuali karena meninggalkan sesuatu yang diwajibkan (Fathul Bari juz 2 hal 447). Itulah sebabnya, ketika  Anas tiba di Madinah dan ditanya apa yang paling anda ingkari, beliau berkata, "Saya tidak pernah mengingkari sesuatu melebihi larangan saya kepada orang yang tidak merapikan shafnya." (HR. A-Bukhari).

Bahkan Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam sebelum memulai shalat, beliau berjalan  merapikan shaf dan memegang dada dan pundak para sahabat dan bersabda,
"Wahai sekalian hamba Allah! Hedaklah kalian meluruskan shaf-shaf kalian atau (kalau tidak), maka sungguh Allah akan membalikkan wajah-wajah kalian." (HR. Al-Jama'ah, kecuali al-Bukhari)
Di dalam riwayat Abu Hurairah, dia berkata, "Rasulullah biasa masuk memeriksa ke shaf-shaf mulai dari satu ujung ke ujung yang lain, memegang dada dan pundak kami seraya bersabda, "Janganlah kalian berbeda (tidak lurus shafnya), karena akan menjadikan hati kalian berselisih  "(HR. Muslim)
Imam Al-Qurthubi berkata, "Yang dimaksud dengan perselisihan hati pada hadits di atas adalah bahwa ketika seorang tidak lurus di dalam shafnya dengan berdiri ke depan atau ke belakang, menunjukkan kesombongan di dalam hatinya yang tidak mau diatur. Yang demikian itu, akan merusak hati dan bisa menimbulkan perpecahan (Fathul Bari juz 2 hal 443). Pendapat ini juga didukung oleh Imam An-Nawawi, beliau berkata, berbeda hati maksudnya terjadi di antara mereka kebencian dan permusuhan dan pertentangan hati. Perbedaan ketika bershaf merupakan perbedaan zhahir dan perbedaan zhahir merupakan wujud dari perbedaan bathin yaitu hati.

Sementara Qhadhi Iyyadh menafsirkannya dengan mengatakan Allah akan mengubah hati mereka secara fisik, sebagaimana di dalam riwayat lain (Allah akan mengubah wajah mereka). Hal itu merupakan ancaman yang berat dari Allah, sebagaimana Dia mengancam orang yang mengangkat kepalanya sebelum imam (i'tidal), maka Allah akan mengubah wajahnya menjadi wajah keledai. Imam Al-Kirmani menyimpulkan, akibat dari pertentangan dan perbedaan  di dalam shaf, bisa menimbulkan perubahan anggota atau tujuan atau juga bisa perbedaan balasan dengan memberikan balasan yang sempurna bagi mereka yang meluruskan shaf dan memberikan balasan kejelekan bagi mereka yang tidak meluruskan shafnya.

Berdiri di dalam shaf bukan hanya sekedar berbaris lurus, tetapi juga dengan merapatkan kaki dan pundak antara satu dengan yang lainnya seperti yang dilakukan oleh para shahabat. Diriwayatkan oleh Ibnu Umar Radhiallaahu anhu Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda,
Artinya "Rapatkankan shaf, dekatkan (jarak) antara shaf-shaf itu dan ratakan pundak-pundak." (HR. Abu Daud dan An-Nasai, dishahihkan oleh Ibnu Hibban).

Di dalam riwayat lain oleh Abu Dawud Rasulullah bersabda,
Artinya "Demi jiwaku yang ada di tanganNya, saya melihat syaitan masuk di celah-celah shaf, sebagaimana masuknya anak kambing."

Posisi Makmum di Dalam Shalat

Apabila imam shalat berjamaah hanya dengan seorang makmum, maka dia (makmum) disunnahkan berdiri di sebelah kanan imam(sejajar dengannya), sebagaimana yang diceritakan oleh Ibnu Abbas bahwa beliau pernah shalat berjamaah bersama Rasulullah n pada suatu malam dan berdiri di sebelah kirinya. Maka Rasulullah n memegang kepala Ibnu Abbas dari belakang lalu memindahkan di sebelah kanannya (Muttafaq 'Alaih). Apabila makmum terdiri dari dua orang, maka keduanya berada di belakang imam, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik, beliau bersabda,
Artinya "Rasulullah shalat maka saya dan seorang anak yatim berdiri di belakangnya dan Ummu Sulaim berdiri di belakang kami" (Muttafaq 'Alaih). 

Adapun pendapat Kufiyyun (Ulama-ulama' Kufah) yang mengatakan bahwa kalau makmum terdiri dari dua orang maka  yang satunya berdiri di sebelah kanan Imam dan yang lainnya di sebelah kirinya, maka hal itu dibantah oleh Ibnu Sirin, seperti yang diriwayatkan oleh Attahawi bahwa yang demikian itu hanya boleh diamalkan, ketika shalat di tempat yang sempit yang tidak cukup untuk membuat shaf di belakang.

Hadits di atas juga menjelaskan bahwa makmum wanita mengambil posisi di belakang laki-laki, sekali pun harus bershaf sendirian. Dan dia tidak boleh bershaf di samping laki-laki, apalagi di depannya. Sebaik-baik shaf laki-laki adalah yang pertama dan seburuk-buruknya adalah yang terakhir. Sebaliknya bagi wanita, sebaik-baik shaf baginya adalah yang terakhir dan yang paling buruk adalah yang pertama. (HR. Muslim dari Abu Hurairah). Dan shaf yang paling afdhal adalah di sebelah kanannya imam. Dan dari situlah dimulainnya membuat shaf baru, sebagaimana yang dikata-kan oleh Barra' bin 'Azib dengan sanad yang shahih. Menyempurnakan shaf terdepan adalah yang dilakukan oleh para malaikat, ketika berbaris di hadapan Allah.

Di riwayatkan oleh Abu Dawud dari Jabir bin Samurah ia berkata, "Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda, "Tidakkah kalian ingin berbaris, sebagaimana para malaikat berbaris di hadapan Rabb mereka." Maka kami bertanya, "Bagaimanakah para malaikat berbaris di hadapan Rabb?" Beliau menjawab, "Mereka menyempurnakan barisan yang depan dan saling merapat di dalam shaf."

Dibolehkan seorang makmum shalat di lantai dua dari masjid atau dipisahkan dengan tembok atau lainnya dari imam, selama dia mendengar suara takbir imam. Sebagaimana yang dikatakan oleh Hasan, "Tidak mengapa kamu shalat berjamaah dengan imam, walaupun di antara kamu dan imam ada sungai". Ditambahkan oleh Abu Mijlaz, selama mendengar takbirnya imam (Shahih Al-Bukhari). Dan sebagian ulama juga menyaratkan harus bersambungnya shaf, namun hal ini masih diperdebatkan di antara para ulama. Juga kisah qiyamuramadhan (shalat tarawih), yang  pertama kali yang dilakukan oleh Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam .

Larangan Membuat Shaf Sendirian

Seorang makmum dilarang  mem-buat shaf  sendirian, berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Wabishah bin Mi'bad, bahwa Rasulullah melihat seseorang shalat di belakang shaf sendirian, maka beliau memerintahkan untuk mengulang shalatnya (HR. Ahmad, Abu Daud, Tirmidzi dan dishahihkan oleh Ibnu Hibban).
Dan pada riwayat Thalq bin Ali ada tambahan, "Tidak ada shalat bagi  orang yang bersendiri di belakang shaf". Walaupun demikian sebagian ulama' tetap menyatakan sah shalat seorang yang berdiri sendiri dalam satu shaf karena alasan hadits di atas sanadnya  mudltharib (simpang siur), sebagai-mana yang dikatakan oleh Ibnu Abdil Barr.

Menurut Syaikh Muhammad bin Shaleh Al-Utsaimin, jika seseorang menjumpai shaf  yang sudah penuh, sementara ia sendirian dan tidak ada yang ditunggu, maka boleh baginya shalat sendiri di belakang shaf itu. Karena apabila ada larangan berhada-pan dengan kewajiban (jamaah bersama imam, red), maka di dahulu-kan yang wajib.

Untuk menjaga keutuhan shaf boleh saja seorang  maju atau bergeser ketika mendapatkan ada shaf yang terputus. Sabda Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam yang diriwayatkan oleh Abu Juhaifah beliau bersabda, "Barangsiapa yang meme-nuhi celah yang ada pada shaf maka Allah akan mengampuni dosanya." (HR. Bazzar dengan sanad hasan).

Tiada langkah paling baik melebihi yang dilakukan oleh seorang untuk menutupi celah di dalam shaf. Dan semakin banyak teman dan shaf  dalam shalat berjamaah akan semakin afdhal, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ubay bin Ka'ab, Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda,
Artinya "Shalat seorang bersama seorang lebih baik daripada shalat sendirian dan shalatnya bersama dua orang lebih baik daripada shalatnya bersama seorang. Dan bila lebih banyak maka yang demikian lebih disukai oleh Allah 'Azza wa  Jalla." (Muttafaq 'Alaih).

Dan ketika memasuki shaf untuk shalat disunahkan untuk melakukannya dengan tenang tidak  terburu-buru, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Abi Bakrah, bahwasanya ia shalat dan mendapati Nabi sedang ruku' lalu dia ikut ruku' sebelum  sampai kepada shaf, maka Nabi berkata kepadanya,
Artinya "Semoga Allah menambahkan kepadamu semangat (kemauan), tetapi jangan kamu ulangi lagi." (HR. Al Bukhari) dan dalam riwayat Abu Daud ada tambahan: "Ia ruku' sebelum sampai di shaf lalu dia berjalan menuju shaf." (Nurul Mukhlisin)

MENIKAH, TUNDA SEBELUM ...

Eramuslim - Menikah? Mungkin hanya orang-orang yang mempunyai alasan yang sangat khusus saja yang tidak ingin menjalaninya. Sebagai manusia, menikah adalah sesuatu yang fitrah yang sudah digariskan Allah karena memang manusia memiliki kecenderungan terhadap setiap lawan jenisnya. Fase itu seolah menjadi sesuatu yang "wajib" dilalui pada batas usia tertentu (baligh) guna mendapatkan ketenangan hidup, kasih sayang bahkan rahmat Allah.

Rasulullah Muhammad saw pun dengan tegas mengatakan, bahwa bukan menjadi bagian ummatnya orang-orang yang membenci nikah, karena menikah adalah sunnahnya. Sungguh luar biasa ajaran yang dibawa Nabi Allah tersebut, disatu sisi Islam melarang ummatnya untuk mendekati zina, namun disisi lain sangat menganjurkan untuk menyegerakan menikah sebagai langkah tepat menjaga kesucian diri.

Bahkan Allah pun masih memberikan toleransi bagi ummat-Nya untuk melakukan polygami jika memang hal tersebut menjadi satu-satunya solusi bagi permasalahan yang menyangkut urusan seksual seorang laki-laki, meski dalam hal ini mesti digarisbawahi bahwa masih dalam koridor menuju kesempurnaan taqwa dan kebersihan diri.

Namun pada kondisi seperti sekarang ini, saat perbandingan laki-laki jauh lebih banyak dari jumlah kaum hawa, saat semakin sulitnya mencari laki-laki sholeh yang tetap teguh dengan akhlaq mulianya di zaman serba modern ini, saat lebih semakin sulitnya menemukan laki-laki yang memiliki komitmen perjuangan dan pembelaan terhadap Islam yang begitu tinggi, sangatlah mungkin menumbuhkan perasaan "risau" direlung-relung hati para muslimah yang juga senantiasa memperbaiki akhlaq dan meningkatkan ketaqwaan kepada Rabb-nya. Sementara dalam benak dan khayal mereka, laki-laki pejuang dan pembela agama Allah-lah yang sangat menjadi dambaannya sebagai teman dalam mengarungi bahtera rumah tangga.

Karena nyatanya, diseperempat abad usianya, belum satupun datang menghampiri, meski ribuan lainnya mungkin begitu berharap kepada gadis cantik, berakhlaq baik, terpelajar yang sangat komitmen dengan agamanya. Namun dengan kelembutannya, ia menolaknya karena alasan kebersamaan perjuangan yang lebih diutamakannya. Nyatanya juga, dikematangan berpikir dan kedewasaan bersikapnya, belum juga seorang pun memberanikan diri menyatakan kesiapan membangun mahligai taqwa berdua menuju kesempurnaan beragama.

Meski janji Allah tidak teragukan lagi, bahwa laki-laki baik untuk wanita-wanita baik dan laki-laki tidak baik untuk wanita tidak baik pula. Meski meski disisi lain, Allah kerap menguji keberimanan hamba-Nya dengan ujian yang memberikan hikmah kesabaran bagi yang mampu melewatinya. Namun disinilah hakikat penciptaan hati manusia yang mudah dibolak-balikkan. Bahwa manusia kadang tetap teguh dengan keberimanannya meski ujian seberat apapun menggelayutinya, namun sepersekian detik berikutnya hatinya bisa begitu mudah terguncang oleh cobaan yang lain, terlebih cobaan yang berkaitan dengan hal-hal yang berdekatan dengan emosi seperti, orang tua, jodoh dan lain-lain.

Hal itu terbukti dari sekian banyaknya wanita-wanita muslimah yang begitu resah dan galau hatinya saat-saat memasuki usia pernikahan karena belum tergambarkan sesosok bayangan pun mengenai calon pendamping. Sementara usia terus merambat naik, seolah sosok bayangan itu terasa semakin menjauh dan terbang menghilang. Pada fase inilah terkadang banyak muslimah yang 'menggadaikan' kesholehahannya untuk 'ditukar' dengan laki-laki yang jauh dari harapannya saat masih menjadi aktifis dahulu. "Yang biasa aja harus nunggu kepala tiga dulu, apalagi yang luar biasa" komentarnya. Ini memang fase yang amat rentan bagi seorang muslimah, namun disinilah fase pembuktian muslimah-muslimah yang konsisten dan yakin akan janji Allah.

Khawatir, galau, gundah, resah dan segenap perasaan ketakutan tidak mendapatkan jodoh memang sangat peka dirasakan oleh kalangan muslimah, terlebih saat usia memasuki dasawarsa kedua. Karena bisa jadi -pikir mereka- semakin tambah usia mereka, semakin kecil probabilitasnya karena jumlah laki-laki belum menikah yang seumur mereka disinyalir terus berkurang. Saat seperti ini pulalah yang kemudian secara tidak disadari memindahkan fokus perhatian tidak sedikit para muslimah, dari ghirah meningkatkan ketaqwaan memperbaiki kualitas diri menjadi semangat mencari pasangan hidup. Padahal, sangat berbanding lurus antara peningkatan kualitas diri dengan peluang mendapatkan jodoh yang berkualitas.

Bicara soal kualitas, perlu kiranya memperhatikan kembali hal-hal yang mungkin belum ditingkatkan oleh para muslimah berkenaan dengan soal kesiapan mengarungi rumah tangga. Karena tentu saja, -ini yang sering dilupakan- yang menentukan kesiapan bukan hanya kita yang seringkali hanya melihat segi zahir saja, seperti usia dan materi. Padahal Allah-lah sang penentu utama kesiapan seseorang dalam memasuki jenjang rumah tangga. Sangat bisa, Allah menetapkan kita dalam status tidak memiliki persiapan apa-apa meski secara usia sudah lebih dari cukup dan materi juga tidak ada masalah.

Sudahkah kita berusaha meningkatkan kesabaran seperti dicontohkan Rahmah istri Nabi Ayub alaihi salam. Ia begitu sabar dan ikhlas hidup dalam kesengsaraan dan penuh kehinaan bersama sang suami, karena baginya kebahagiaan dalam kemuliaan dimata Allah-lah yang menjadi tujuannya.

Sudahkah kedewasaan dan kematangan bersikap kita diupayakan seperti kedewasaan Siti Khadijah, istri pertama Rasulullah saw. Meski harta berlimpah ditangan, tidak membuatnya sombong terhadap suami yang berpenghasilan kecil. Kelebihan usia juga bukan alasan untuk tidak patuh dan tidak hormat kepada suami.

Sudahkah kecemerlangan berpikir Aisyah radiallahu anha menjadi pelajaran bagi kita untuk dicontoh. Laki-laki, biasanya selalu bersikap rasional. Maka, yang diinginkannya pula dari pasangannya adalah hal-hal yang rasional, masuk akal. Istri yang cerdas dan mampu mengiringi pembicaraan dalam setiap diskusi tentu akan lebih menyenangkan bagi sang suami. Oleh karena itu, meningkatkan kualitas ilmu dan wawasan (dengan banyak membaca misalnya) menjadi sesuatu yang perlu dilakukan pada masa-masa pranikah.

Sudahkah sifat-sifat penyayang dan pelindung seperti yang diajarkan Asiyah istri Fir'aun kita usahakan terpatri menjadi bagian dari sifat kita. Sehingga, suami pun tidak akan merasa salah dalam menjatuhkan pilihannya kepada anda karena dia akan menemukan kehangatan kasih sayang itu pada diri anda. Tentu tidak hanya suami, kelak anak-anak kita pun besar dalam buaian kehangatan dan perlindungan ibu semacam Asiyah ini.
Sudahkah juga, semangat pengorbanan tertanam dalam diri ini seperti Nusaibah binti Ka'ab yang mempersembahkan suami dan anak-anaknya untuk perjuangan membela agama Allah.

Memang sulit untuk menyamai keteladanan Rahmah, Khadijah, Aisyah, Asiyah, Nusaibah dan juga berbagai karakter utama dari banyak sahabiah lainnya. Setidaknya semua itu menjadi contoh kepada kita, bahwa dengan keteladanannya itu mereka mampu membahagiakan suami-suami mereka.

Namun bukan berarti saudara-saudara muslimah yang sudah menikah juga sudah lebih baik kualitasnya dan sudah memiliki keteladanan yang mendekati dari para sahabiah itu, sehingga mereka diberikan kesempatan oleh Allah untuk 'lebih dulu' berjodoh. Bagaimana dengan fenomena pertengkaran rumah tangga dan perceraian yang juga banyak melanda para aktifis pengajian?

Tentu disinilah letak keadilan Allah. Dia seolah menunjukkan kepada hamba-Nya yang belum menikah tentang sebab-sebab keretakan rumah tangga, yang antara lain karena rendahnya kualitas diri yang dimiliki sebelum memasuki bahtera rumah tangga. Termasuk juga, Allah tunjukkan kepada para muslimah, betapa laki-laki, makhluk yang kelak menjadi pendamping hidupnya, juga bukan makhluk sempurna. Bukan tidak mungkin mereka lah yang menyebabkan istri-istrinya kehilangan kesabaran dengan ulahnya yang menyakitkan. Atau membuat sang istri menjadi orang-orang yang sombong karena memanjakannya dengan harta. Suami juga bisa sangat berperan dalam upaya pembodohan istri, ketika mereka juga bukan type manusia pembelajar atau bahkan melarang istrinya meningkatkan keilmuan dan wawasannya. Wallahu a'lam bishshowab (Bayu Gautama)

TIGA TIPE PEREMPUAN: YANG MANA TIPE ANDA?



Islam tentu sangat memperhatikan kaum perempuan, dimana hal tersebut tidak berlaku dalam ajaran-ajaran sebelum kedatangan Islam. Posisi perempuan begitu penting (dipentingkan) sehingga sering terdengar suatu ungkapan bahwa tegaknya suatu negara (kelompok) sangat tergantung dengan perilaku perempuan dalam kelompok tersebut. Mungkin ada yang menganggap ini berlebihan, meski tidak bisa dipungkiri bahwa peran perempuan sangat berdekatan dengan kesuksesan dan juga kegagalan!

Dalam ajaran Islam, laki-laki dan perempuan tidak dibedakan peranannya dalam kehidupan bermasyarakat dan beragama. Keduanya memiliki kesempatan yang sama dalam berusaha berbuat yang terbaik bagi diri, keluarga dan masyarakatnya. Jelasnya, Alqur'an tidak membedakan perlakuan terhadap laki-laki dan perempuan. Beberapa ayat menjelaskan hal tersebut :
"Barangsiapa yang melakukan kebaikan, baik laki-laki maupun perempuan sedangkan ia mukmin, mereka akan masuk surga ..." (QS. 4:124, 40:40)
"Barangsiapa beramal saleh, baik laki-laki maupun perempuan, sedangkan ia mukmin, kami hidupkan dia dalam kehidupan yang baik ..." (QS. 16:97)
"Aku tidak menyia-nyiakan amal orang yang beriman diantara kamu, baik laki-laki maupun perempuan ..." (QS. 3:195)
"Tidaklah boleh bagi mukmin laki-laki dan perempuan merasa keberatan bila Allah telah memutuskan sesuatu perkara ..." (QS. 33:36)
"Orang-orang beriman laki-laki dan perempuan satu sama lain saling melindungi. Mereka sama-sama menyuruh kebaikan dan melarang kemungkaran, mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, mentaati Allah dan Rasul-Nya. Allah menyayangi mereka ..." (QS. 9:71)

Begitu gamblangnya Al Qur'an memperhatikan makhluk perempuan, selain ayat-ayat diatas yang menunjukkan tidak adanya diskriminasi antara laki-laki dan perempuan dalam hubungannya dengan pekerjaan, amal dan tindakan, Al Qur'an juga memberikan kepada kita penjelasan tentang beberapa tipologi perempuan, dimana bisa dikatakan, bahwa apa yang pernah terjadi pada masa lalu dan diabadikan dalam Al Qur'an agar menjadi pelajaran bagi kaum mukminin yang perempuan khususnya dan laki-laki pada umumnya. Karena, sekali lagi, masalah yang berhubungan dengan perempuan yang terjadi di muka bumi ini, hampir selalu terkait dengan kaum laki-laki.

Oleh karena itu, menjadi penting untuk memperhatikan beberapa tipe perempuan yang pernah diterangkan Allah dalam Al Qur'an. Dimana Al Qur'an secara khusus membicarakan jenis-jenis perempuan berdasarkan amalnya. Untuk jenis perempuan ideal yang patut diteladani, seringkali Al Qur'an menyebut nama jelas. Namun untuk melukiskan perempuan "buruk" Al Qur'an tidak menyebut nama secara langsung.

Tipe pertama adalah type wanita saleh yang diwakili oleh Maryam. Nama Maryam disebut beberapa kali dalam ayat-Nya selain juga menjadi salah satu nama Surat dalam Al Qur'an. Ia adalah type perempuan saleh yang menjaga kesucian dirinya, mengisi waktunya dengan pengabdian yang tulus kepada Rabb-nya. Karena kesalehahannya itulah ia mendapat kehormatan menjadi ibu dari kekasih Allah, Isa alaihi salam, tokoh terkemuka di dunia dan akhirat (QS. 3:45).
"Dan Maryam putra Imran, yang menjaga kesucian kehormatannya. Kami tiupkan roh Kami dan ia membenarkan kalimah Tuhan-Nya dan kitab-kitab-Nya dan ia termasuk orang yang taat" (QS. 66:16).

Maryam adalah tipe perempuan saleh. Kehormatannya terletak dalam kesucian, bukan dalam kecantikan. Tentu masih banyak deretan nama-nama perempuan saleh baik yang tersebut dalam hadits-hadits Nabi maupun dalam sejarah.
Al Qur'an juga menerangkan tipe-tipe perempuan pejuang untuk menjadi contoh bagi para muslimah. Tipe yang kedua ini dicontohkan dengan sempurna oleh Asiyah binti Mazahim, istri Fir'aun yang hidup dibawah kekuasaan suami yang melambangkan kezaliman. Asiyah dengan teguh memberontak, melawan dan mempertahankan keyakinannya apapun resiko yang diterimanya. Semuanya ia lakukan karena ia memilih rumah di Surga, yang diperoleh dengan perjuangan menegakkan kebenaran, ketimbang istana di dunia, yang dapat dinikmatinya bila ia bekerja sama dengan kezaliman. "Dan Allah menjadikan teladan bagi orang-orang yang beriman perempuan Fir'aun, ketika ia berdo'a: Tuhanku, bangunkan bagiku rumah di surga. Selamatkan aku dari Fir'aun dan perbuatannya. Selamatkan aku dari kaum yang zalim." (QS. 66:11).

Al Qur'an memuji perempuan yang membangkang kepada suami yang zalim. Pada saat yang sama Al Qur'an juga mengecam perempuan yang menentang suami yang memperjuangkan kebenaran, seperti istri Nabi Nuh alaihi salam dan istri Nabi Luth alihi salam. Dalam kaitannya dengan hal ini, Al Qur'an juga menambahkan satu contoh perempuan yang mendukung kezaliman suaminya (sebagai contoh lawan dari Asiyah) yakni, istri Abu Lahab.

Selain Asiyah, ada pula contoh-contoh perempuan pejuang meski suami-suami mereka bukanlah orang-orang zalim, melainkan para pejuang kebenaran. Khadijah binti Khuwailid, Aisyah binti Abu Bakar, Nusaibah binti Ka'ab, adalah contoh nama-nama yang bersama suami mereka bahu-membahu memperjuangkan agama Allah.

Tipe ketiga yang dijelaskan dalam Al Qur'an adalah tipe perempuan penggoda. Jelas untuk yang satu ini diwakili oleh Zulaikha penggoda Nabi Allah Yusuf alaihi salam. Dalam kisah Zulaikha menggoda Yusuf inilah, Al Qur'an menunjukkan kepandaian perempuan dalam melakukan makar dan tipuan. Manakah tipe anda dari ketiga tipe tersebut? Wallahu a'lam bishshowaab.



BIDADARI SURGA ITU ...

Menjelang perang Uhud dimulai, ia bersama suaminya, Zaid bin Ashim dan kedua anaknya, Habib dan Abdullah keluar ke bukit Uhud. Lalu Rasulullah saw bersabda kepada mereka, "Semoga Allah memberikan berkah kepadamu semua." Setelah itu wanita bidadari perang uhud itu berkata kepada beliau, "Berdo'alah kepada Allah semoga kami dapat menemani engkau di surga kelak, ya Rasulullah!" Lalu Nabi saw berdo'a, "Ya Allah jadikanlah mereka itu teman-temanku di Surga." Maka wanita itupun berkata lantang, "Aku tidak akan mempedulikan persoalan dunia menimpa diriku."

Dialah Ummu Amarah yang dikenal dengan nama Nusaibah bin Ka'ab Al Maziniay yang menjadi bidadari surga karena perannya membela Rasulullah saat pasukan muslimin terdesak pada perang Uhud. Bersama Mush'ab bin Umair -yang kemudian menemui syahid setelah mendapatkan puluhan tusukan di tubuhnya- Nusaibah menghadang Qam'ah, orang yang dipersiapkan membunuh Rasulullah dalam perang tersebut. Nusaibah sendiri harus menderita dengan dua belas tusukan dan salah satunya mengenai lehernya.
Kata-kata Nusaibah "Aku tidak akan mempedulikan persoalan dunia menimpa diriku" setelah ia mendapati Rasulullah mendoa'kan dirinya dan keluarganya menjadi teman-teman Rasul di surga, terdengar begitu tegar dengan kesan yang amat mendalam. Mungkin karena ketidakpeduliannya terhadap urusan dunia dengan segala apa yang bakal menimpanya itulah yang kemudian menjadikannya salah seorang bidadari di surga.

Kini, 15 abad setelah Nusaibah tiada, masihkah ada diantara kita yang berani dengan lantang dan mantap mengucapkan kata-kata seperti yang diucapkan Nusaibah. Masihkah ada diantara kita yang tidak mempedulikan persoalan dunia dan apapun yang dikehendaki Allah selama kita di dunia menimpa diri ini. Mungkin ada, tapi entah dimana dan siapa.
Kalaupun ada, yang jelas dia adalah Nusaibah-Nusaibah abad modern. Kalaupun ada juga, ia tentu tidak akan bersaksi bahwa dialah orangnya, karena seperti Nusaibah bin Ka'ab, ia tidak pernah bersaksi bahwa ia adalah pembela Rasulullah dan agama Allah, melainkan Rasulullah lah yang memberikan kesaksian, "Tidaklah aku menoleh ke kanan dan ke kiri pada peperangan Uhud melainkan aku melihat Nusaibah (Ummu Amarah) berperang membelaku." (Al Ishabah).

Dimana Nusaibah kini, yang siap menyerahkan seluruh hidupnya untuk membela Allah dan Rasul-Nya, yang menjadikan seluruh anggota keluarga adalah mujahid pejuang Allah, yang lebih mengutamakan indahnya surga Allah daripada kenikmatan-kenikmatan dunia yang sesaat dan serba semu, yang tidak pernah khawatir dan merasa takut tidak mendapatkan kesenangan di dunia, karena dimatanya, kesenangan menjadi teman Rasulullah di Surga menjadi keutamaannya.

Dimana Nusaibah kini, yang Allah dengan segala janjinya lebih ia yakini dari segala kepentingan dan urusan dunianya, yang menikah dengan suami yang juga siap menyerahkan hidupnya untuk Allah semata, yang siap menjadikan anak-anaknya tameng Rasulullah di setiap medan perang.

Bisa jadi, bila ada Nusaibah kini, ia akan siap kehilangan segala kenikmatan dunianya, ia rela menjual kesenangan dunianya untuk harga yang lebih mahal, yakni surga Allah. Ia tak pernah bersedih, murung ataupun marah akan setiap ketentuan Allah atas dirinya, ia percaya bahwa Allah akan bersikap adil dengan segala kehendaknya atas setiap manusia, ia begitu yakin, jika tidak ia dapatkan kenikmatan dunia dengan segala perhiasannya, pasti ia akan mendapatkan yang jauh lebih indah kelak sebagai balasan dari amal dan kesabarannya menerima semua ketentuan-Nya. Tapi, dimanakah Nusaibah kini? Wallahu a'lam bishshowaab (Bayu Gautama)


MENCERMATI ISTILAH BID'AH HASANAH

Bid'ah hasanah sampai saat ini masih menjadi polemik dikalangan kaum muslimin, sebagian mereka menerima istilah ini dan sebagian lagi menolaknya dengan berprinsip bahwa setiap bid'ah adalah sesat. Sementara itu orang yang menerima adanya bid'ah hasanah berdalih bahwa bid'ah itu dilakukan dalam rangka beribadah dan taqarub ke pada Allah. Selain itu mereka juga punya beberapa argument dian taranya:
Ungkapan Umar Radhiallaahu anhu: "inilah sebaik-baik bid'ah" ketika menda pati kaum muslimin berkumpul untuk shalat tarawih berjama'ah de ngan satu imam
Sabda Nabi Shallallahu alaihi wasalam :
Makna yang benar dari hadits ini bisa dilihat dalam  penjelasan selan-jutnya.
Jika setiap hal yang baru (bid'ah) adalah sesat maka ber arti kemajuan teknologi, komuni kasi dan sejenisnya adalah dila rang karena tidak ada pada zaman Nabi Shallallahu alaihi wasalam
Inilah diantara alasan-alasan yang sering digunakan oleh mereka yang menerima adanya bid'ah hasanah.  Bagaimanakah penjelasan ulama dalam masalah ini ?
Ucapan shahabat Umar Radhiallaahu anhu : "ini-lah sebaik-baik bid'ah"
Sebagaimana diketahui  bahwa ucapan ini beliau sampaikan keti ka melihat kaum muslimin  melaku kan qiyamul lail dibulan Ramadhan secara berjamaah.Yang jadi perta nyaan adalah apakah benar qiyamul lail dibulan Ramadhan dengan ber jamaah itu merupakan perbuatan bid'ah ? jawabannya adalah seba gaimana yang disampaikan oleh Syaikh Muhammad Bin Shalih Al Utsa imin bahwa itu bukanlah bid'ah bahkan termasuk sunnah rasulul lah Shallallahu alaihi wasalam, berdasarkan hadits riwa yat Bukhari dan Muslim dari Aisyah, bahwa Nabi saw pernah melakukan qiyamul lail dibulan Ramadhan bersama para shahabat selama 3 malam berturut-turut, kemudian beliau tidak melakukannya pada malam berikutnya dan bersabda:
"Sesungguhnya aku takut kalau shalat tersebut diwajibkan atas kamu lalu kamu tidak akan sanggup melaksanakannya"
Dan setelah Nabi Shallallahu alaihi wasalam menghentikan qiyamul lail ini maka diantara para shahabat ada yang melakukannya sendiri-sendiri, ada yang berjamaah dengan beberapa orang saja, dan ada pula yang berjamaah dengan jumlah besar. Keadaan ini terus berlangsung hingga akhirnya Amirul Mukminin  Umar mengumpulkan mereka kepada satu imam, lalu beliau berkomentar "inilah sebaik-baik bid'ah ….dalam arti bila dibandingkan dengan  apa yang dilakukan kaum muslimin sebelumnya.
Dari sini jelas sekali bahwa beliau Shallallahu alaihi wasalam, tidaklah membuat atau menciptakan ajaran baru dalam islam berupa qiyaumul lail di bulan Ramadhan dengan satu imam, namun justru yang beliau lakukan adalah menghidupkan kembali sunnah yang pernah dilakukan oleh Rasulullah, karena sudah tidak ada lagi kekhawatiran akan diwajibkannya shalat malam tersebut. Lain dari pada itu beliau adalah orang yang sangat patuh kepada firman  Allah ta'ala dan sabda rasulullah Shallallahu alaihi wasalam. Tidak mungkin bahwa apa yang beliau ucapkan "inilah sebaik-baik bid'ah" adalah bid'ah sebagaimana yang disabdakan Nabi :setiap bid'ah adalah kesesatan. Oleh karena itu tidak layak bagi kita kaum muslimin  memper-tentangkan sabda rasul  dengan perkataan shahabatnya yang sudah dijamin oleh Nabi sendiri bahwa mereka adalah generasi terbaik dan paling adil.
Hadits Nabi "Man sanna……"dst
Mereka yang membenarkan adanya bid'ah hasanah mengartikan hadits yang kami sebutkan dimuka (point 2)  sebagai berikut :
Barang siapa yang ( membuat atau mengadakan) Sunnah yang baik dalam Islam, maka ia mendapat pahala perbuatannya dan pahala orang-orang yang mengikuti perbuatanya itu sampai hari kiamat.
Hadits ini berkaitan dengan kisah orang-orang yang menghadap kepada Nabi saw dan mereka dalam kesulitan besar,maka Nabi menghimbau agar para shahabat mendermakan sebagian harta mereka untuk membantu orang-orang yang kesulitan tadi. Lalu seorang dari kaum Anshor datang dengan membawa sebungkus uang perak yang kelihatannya cukup banyak dan diletakkan dihadapan Rasulullah maka wajah beliau berseri-seri dan bersabda: Man sanna ….dan seterusnya.
Dari sini dapat dipahami bahwa memahami hadits sebagaimana diatas, yaitu "barang siapa mem-buat (mengadakan) Sunnah…dst adalah tidak benar,karena seluruh sunnah yang berkaitan dengan urusan agama sudah dijelaskan oleh Nabi.
Makna yang benar dari hadits diatas  adalah sebagai berikut :
Pertama, Barang siapa berbuat (sesuatu) dalam Islam, perbuatan yang baik….dst, sedang bid'ah bukan termasuk kebaikan dalam islam.
Kedua , barang siapa menghidupkan suatu sunnah dalam Islam …dst
Ketiga, siapa yang memulai  men-contohkan  kebaikan dalam islam …dst.
Adapun anggapan orang tentang sesuatu yang dinilai sebagai bid'ah hasanah maka, menurut syaikh Muhammad Al Utsaimin tidak lepas dari dua hal:
-Pertama, kemungkinan bukan termasuk bid'ah namun dianggap sebagai bid'ah.
-Kedua, memang benar-benar bid'ah yang sudah barang tentu buruk, namun dia tidak mengetahui keburukannya.
Kemajuan Tehnologi, Bid'ah?
Secara bahasa bid'ah memang punya arti " sesuatu yang baru yang tidak pernah ada sebelumnya, atau sesuatu yang diciptakan pertama kali tanpa ada contoh yang mendahu luinya. Jika ditinjau dari segi ini kemajuan Iptek memang bisa dikatakan bid'ah (hal baru) atau sering disebut dengan istilah modern.
Iptek, apapun bentuknya dan bagaimanapun canggihnya itu semua hanyalah sarana, jika sarana itu digunakan untuk perbuatan yang haram maka hukumnya juga haram, jika untuk perbuatan yang diperin-tahkan maka hukumnya juga diperintahkan. Sarana bisa berubah dan  berganti dari masa kemasa sesuai dengan perkembangan dan tuntutan kebutuhan manusia. Namun berbeda dengan syariat yang tentu saja tidak bisa diperlakukan seperti ini.
Sebagai contoh seseorang yang mau berangkat haji, kalau dulu dilakukan dengan jalan kaki atau naik unta , maka sekarang bisa naik mobil, kapal, atau pesawat, ini tidak jadi masalah karena semua itu merupakan sarana, namun kain ihram yang tidak berjahit tidak bisa diganti dengan baju biasa, gamis, atau yang sejenisnya meskipun teknologi textil dan menjahit semakin maju, karena yang disyariatkan ketika seseorang sedang berihram adalah memakai pakaian tak berjahit.
Dengan demikian yang dimak-sud oleh rasulullah bahwa setiap bid'ah itu sesat adalah hal-hal baru dalam urusan syariat (agama), karena urusan syariat adalah tauqifi yaitu mengikuti apa-apa yang disampaikan oleh beliau  Shallallahu alaihi wasalam . 
Benarlah apa yang disampaikan imam Asy Syatibi ketika mendefini sikan bid'ah , yatu :" Cara dalam agama yang dibuat buat menyaingi  syariat dan dilakukan dengan tu juan seperti halnya tujuan  menja lan kan syariat". Juga definisi-definisi lain dari para ulama dan masyayikh bahwa bid'ah yang dimaksudkan dalam sabda-sabda Nabi Shallallahu alaihi wasalam adalah dalam hal agama (syariat), karena memang tugas para rasul adalah untuk menyampai kan syariat. Allah berfirman: QS:5:67.
Hai rasul, sampaikan apa yang diturunkan kepadamu dari rabb-mu.(QS:5:67)
Sebagai rasul pilihan yang sudah barang tentu memiliki sifat amanah dan tabligh maka seluruh apa yang diturunkan kepada beliausaw telah disampaikan dengan disaksikan oleh para shahabat yang hadir dalam haji wada'.Dengan demikian Islam telah sempurna dan tidak perlu tambahan baru lagi.

PENUTUP
Telah sepakat kaum muslimin baik yang menerima atau menolak adanya bid'ah hasanah terhasdap hadits nabi:
Jauhilah perkara-perkara baru karena segala hal yang baru (dalam agama) adalah bid'ah dan setiap bid'ah itu sesat.
Jika seseorang mau membuktikan bahwa disana ada bid'ah hasanah maka konsekwensinya ia harus bisa membuktikan adanya dhalalah hasanah (kesesatan yang baik) wallahu A'lam. (Departemen Ilmiah )  

MENGAPA WANITA HARUS BERHIJAB ?

Pertanyaan ini sangat penting untuk dilontarkan dan jawabannya sangat lebih penting lagi. Akan tetapi, pertanyaan di atas membutuhkan jawa-ban yang sangat panjang. Di sini akan kami sebutkan sebagian dari jawaban tersebut :

Pertama; Sebagai Realisasi Ketaatan Kepada Allah dan Rasul-Nya.
Karena ketaatan tersebut akan menjadi sumber kebahagiaan dan kesuksesan besar di dunia dan akhirat. Maka seseorang tidak akan merasakan manisnya iman sebelum mampu melaksanakan perintah Allah dan Rasul-Nya serta berusaha merealisasikan semua perintah-perintah tersebut. Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman,
Dan barangsiapa menaati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar.” (Al- Ahzab :71)
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda,“Sungguh akan merasakan manisnya iman seseorang yang telah rela Allah sebagai Tuhan, Islam sebagai agama, dan Muhammad sebagai nabi (yang diutus Allah).” (H.R. Muslim)
Di samping itu, bahwa tujuan utama Allah menciptakan jin dan manusia tidak lain adalah untuk beribadah kepada-Nya, sebagaimana yang telah difirmankan di dalam surat adz-Dzariyat ayat 56. Maka segala aktivitas dan kegiatan manusia hendaklah mencerminkan nilai ibadah kepada Allah termasuk dalam berbusana dan berpakaian.Caranya adalah dengan meyesuaikan diri dengan aturan dan ketentuan berpakaian yang telah digariskan dalam syari’at Islam.

Ke dua; Menampakkan Aurat dan Keindahan Tubuh Merupakan Bentuk Maksiat yang Mendatangkan Murka Allah dan Rasul-Nya.
Allah Subhannahu wa Ta'ala Berfirman,“Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, maka sungguh dia telah sesat, sesat yang nyata. (Al-Ahzab :36).
Nabi Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda,“Setiap umatku (yang bersalah) akan dimaafkan, kecuali orang yang secara terang-terangan (berbuat maksiat).” (Muttafaqun ‘alaih).
Sementara wanita yang menampakkan aurat dan keindahan tubuh, telah nyata-nyata menampakkan kemaksiatan secara terang-terangan. Hal ini dikarenakan Allah telah menje-laskan batasan aurat seorang wanita, perintah untuk menutupinya ketika di hadapan orang asing (bukan mahram) serta mencela dan melaknat wanita yang memamerkan auratnya di depan umum.
Jika seorang wanita hanya sekedar lewat dengan memakai parfum di hadapan kaum lelaki saja dapat dikategorikan zina, sebagaimana disabdakan Nabi Shallallaahu alaihi wa Salam di dalam makna memancing dan mengundang perbuatan tersebut, maka bagaimana lagi dengan mempertontonkan sesuatu yang tak selayaknya diperlihatkan?
Bau wangi yang bersumber dari seorang wanita dapat membangkitkan imajinasi kaum lelaki yang mencium aroma tersebut.Maka membuka aurat jelas lebih dilarang dalam Islam karena bukan sekedar memberikan gambaran, namun benar-benar menampakkan bentuk riilnya.

Ke tiga; Hijab Dapat Meredam Berbagai Macam Fitnah
Jika berbagai macam fitnah  lenyap, maka masyarakat yang dihuni oleh kaum wanita berhijab akan lebih aman dan selamat dari fitnah. Sebaliknya apabila suatu masyarakat dihuni oleh wanita yang tabarruj atau pamer aurat dan keindahan tubuh, sangat rentan terhadap ancaman berbagai fitnah dan pelecehan seksual serta gejolak syahwat yang membawa malapetaka dan kehan-curan. Bagian tubuh yang terbuka, jelas akan memancing perhatian dan panda-ngan berbisa. Itulah tahapan pertama bagi penghancuran serta perusakan moral dan peradaban sebuah masya-rakat.

Ke empat; Tidak Berhijab dan Pamer Perhiasan Akan Mengundang Fitnah bagi Laki-Laki.
Seorang wanita apabila menam-pakkan bentuk tubuh dan perhiasannya di hadapan kaum laki-laki bukan mahram, hanya akan mengundang perhatian kaum laki-laki hidung belang dan serigala berbulu domba. Jika ada kesempatan, maka mereka akan dengan ganas dan beringas memangsa, laksana singa sedang kelaparan.
Penyair berkata, Berawal dari pandangan lalu senyuman kemudian salam, Disusul pembicaraan lalu berakhir dengan janji dan pertemuan.

Ke lima; Menunjukkan Kepribadian dan Identitas serta Mencegah dari Gangguan.
Jika seorang wanita muslimah menjaga hijab, secara tidak langsung ia berkata kepada semua kaum laki-laki “Tundukkanlah pandanganmu, aku bukan milikmu serta kamu juga bukan milikku, tetapi saya hanya milik orang yang dihalalkan Allah bagiku. Aku   orang yang merdeka dan tidak terikat dengan siapa pun dan aku tidak tertarik kepada siapa pun, karena saya jauh lebih tinggi dan terhormat dibanding mereka yang sengaja mengumbar auratnya supaya dinikmati oleh banyak orang.”
Wanita yang bertabarruj atau pamer aurat dan menampakkan keindahan tubuh di depan kaum laki-laki lain, akan mengundang perhatian laki-laki hidung belang dan serigala berbulu domba. Secara tidak langsung ia berkata, “Silahkan anda menikmati keindahan tubuhku dan kecantikan wajahku. Adakah orang yang mau mendekatiku? Adakah orang yang mau memandangiku? Adakah orang yang mau memberi senyuman kepadaku? Atau manakah orang yang berseloroh “Aduhai betapa cantiknya?” Mereka berebut menikmati keindahan tubuhnya dan kecantikan wajahnya, sehingga membuat laki-laki terfitnah, maka jadilah ia sasaran empuk laki-laki penggoda dan suka mempermainkan wanita.
Manakah di antara dua wanita di atas yang lebih merdeka? Jelas, wanita yang berhijab secara sempurna akan memaksa setiap laki-laki yang melihat menundukkan pandangan dan bersikap hormat. Mereka juga menyimpulkan, bahwa dia adalah wanita merdeka, bebas dan sejati, sebagaimana firman Allah Subhannahu wa Ta'ala ,
Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu.” (Al-Ahzab :59).
Wanita yang menampakkan aurat dan keindahan tubuh serta paras kecantikannya, laksana pengemis yang merengek-rengek untuk dikasihani. Hal itu jelas mengundang perhatian laki-laki yang hobi menggoda dan mempermainkan kaum wanita, sehing-ga mereka menjadi mangsa laki-laki bejat dan rusak tersebut.Dia ibarat binatang buruan yang datang sendiri ke perangkap sang pemburu. Akhirnya, ia menjadi wanita yang terhina, terbuang, tersisih dan kehilangan harga diri serta kesucian. Dan dia telah menjerumuskan dirinya dalam kehancuran dan malapetaka hidup.

Syarat-Syarat Hijab

Pertama; Hendaknya menutup seluruh tubuh dan tidak menampakkan anggota tubuh sedikit pun, selain yang dikecualikan karena Allah berfirman,
Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dada mereka dan janganlah menampakkan perhiasan mereka, kecuali yang biasa nampak.” (An-Nuur: 31)
Dan juga firman Allah Subhannahu wa Ta'ala,
“Wahai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin, “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang.” (Al Ahzab :59).

Ke dua; Hendaknya hijab tidak menarik perhatian pandangan laki-laki bukan mahram. Agar hijab tidak memancing pandangan kaum laki-laki, maka  harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
Hendaknya hijab terbuat dari kain yang tebal, tidak menampakkan warna kulittubuh (transfaran).
Hendaknya hijab tersebut longgar dan tidak menampakkan bentuk anggota tubuh.
Hendaknya hijab tersebut tidak berwarna-warni dan bermotif.
Hijab bukan merupakan pakaian kebanggaan dan kesombongan karena Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda,“Barangsiapa yang mengenakan pakaian kesombongan (kebanggaan) di dunia maka Allah akan mengenakan pakaian kehinaan nanti pada hari kiamat kemudian dibakar dengan Neraka.” (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah, dan hadits ini hasan).
Hendaknya hijab tersebut tidak diberi parfum atau wewangian berdasar-kan hadits dari Abu Musa Al-Asy’ary, dia berkata, Bahwa Rasulullah bersabda,“Siapa pun wanita yang mengenakan wewangian, lalu melewati segolongan  orang agar mereka mencium baunya, maka ia adalah wanita pezina” (H.R Abu Daud, Nasa’i dan Tirmidzi, dan hadits ini Hasan)

Ke tiga; Hendaknya pakaian atau hijab yang dikenakan tidak menyerupai pakaian laki-laki atau pakaian kaum wanita kafir, karena Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda, 
Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum maka dia termasuk bagian dari mereka.” (HR. Ahmad dan Abu Daud)
Dan Rasulullah mengutuk seorang laki-laki yang mengenakan pakaian wanita dan mengutuk seorang wanita yang mengenakan pakaian laki-laki. (H.R. Abu Dawud an-Nasa’i dan Ibnu Majah, dan hadits ini sahih).

Catatan :  Menutup wajah menurut syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani di dalam kitabnya Jilbab al-Mar’ah al-Muslimah Fil Kitab Was Sunnah, adalah sunnah, akan tetapi yang memakainya mendapat keutamaan. 
Semoga tulisan ini memberi manfaat bagi seluruh kaum muslimin, terutama para wanita muslimah agar lebih mantap/teguh dalam menjaga hijab mereka.


MENIKAHI WANITA YANG SEDANG HAMIL

Untuk menghindari aib maksiat hamil di luar nikah, terkadang orang justru sering menutupinya dengan maksiat lagi yang berlipat-lipat dan berkepanjangan. Bila seorang laki-laki menghamili wanita, dia menikahinya dalam keadaan si wanita sedang hamil atau meminjam orang untuk menikahi-nya dengan dalih untuk menutupi aib, nah apakah pernikahan yang mereka lakukan itu sah dan apakah anak yang mereka akui itu anak sah atau dia itu tidak memiliki ayah ? Mari kita simak pembahasannya  !!

Status Nikahnya :
Wanita yang hamil karena perbuatan zina tidak boleh dinikahkan, baik dengan laki-laki yang menghamilinya atau pun dengan laki-laki lain kecuali bila memenuhi dua syarat :
Pertama; Dia dan si laki-laki taubat dari perbuatan zinanya. Hal ini dikarenakan Allah Subhanahu wa Ta'ala telah mengharamkan menikah dengan wanita atau laki-laki yang berzina, Dia Subhanahu wa Ta'ala berfirman,
Artinya “Laki-laki yang berzina tidak mengawini, kecuali perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik dan perempuan yang berzina tidak dikawini, melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik dan yang demikian itu, diharamkan atas orang-orang yang mu’min.

Syaikh Al-Utsaimin berkata, “Kita mengambil dari ayat ini satu hukum yaitu haramnya menikahi wanita yang berzina dan haramnya menikahkan laki-laki yang berzina,  dengan arti, bahwa seseorang tidak boleh menikahi wanita itu dan si laki-laki itu tidak boleh bagi seseorang (wali) menikahkannya kepada putri-nya.

Bila seseorang telah mengetahui, bahwa pernikahan ini haram dilakukan namun dia memaksakan dan melang-garnya, maka pernikahannya tidak sah dan bila melakukan hubungan, maka hubungan itu adalah perzinah-an. Bila terjadi kehamilan, maka si anak tidak dinasabkan kepada laki-laki itu atau dengan kata lain, anak itu tidak memiliki bapak. Orang yang menghalalkan pernikahan semacam ini, padahal dia tahu bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala telah mengharamkannya, maka dia  dihukumi sebagai orang musyrik.   Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman,
Artinya, “Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan (sekutu) selain  Allah yang mensyari’atkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah?

Di dalam ayat ini Allah Subhanahu wa Ta'ala menjadikan orang-orang yang membuat  syari’at bagi hamba-hamba-Nya sebagai sekutu, berarti orang yang menghalalkan nikah dengan wanita pezina sebelum taubat adalah orang musyrik.
Namun, bila sudah bertaubat, maka halal menikahinya, tentunya bila syarat ke dua berikut terpenuhi.

Ke dua : Dia harus  beristibra’ (menu-nggu kosongnya rahim) dengan satu kali haidl, bila tidak hamil, dan bila ternyata hamil, maka sampai melahir-kan kandungannya.
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda :
Artinya, “Tidak boleh digauli (budak) yang sedang hamil, sampai ia melahir-kan dan (tidak boleh digauli) yang tidak hamil, sampai dia beristibra’ dengan satu kali haid.

Di dalam hadits di atas, Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam  melarang menggauli budak dari tawanan perang yang sedang hamil sampai melahirkan dan yang tidak hamil ditunggu satu kali haidl, padahal budak itu sudah menjadi miliknya.
Juga sabdanya Shallallaahu alaihi wa Sallam :
Artinya, “Tidak halal bagi orang yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, dia menuangkan air (maninya) pada semaian orang lain.

Mungkin sebagian orang mengata-kan, bahwa yang dirahim itu adalah anak yang terbentuk dari air mani si laki-laki yang menzinainya yang hendak menikahinya. Jawabnya adalah apa yang dikatakan oleh Al Imam Muhammad Ibnu Ibrahim Al Asyaikh , “Tidak boleh menikahi-nya sampai dia taubat dan selesai dari ‘iddahnya dengan melahirkan kandung-annya, karena perbedaan dua air (mani), najis dan suci, baik dan buruk dan karena bedanya status menggauli dari sisi halal dan haram.”

Ulama-ulama yang tergabung dalam Al-Lajnah Ad-Daimah menga-takan, “Dan bila dia (laki-laki yang menzinainya setelah dia taubat) ingin menikahinya, maka dia wajib menung-gu wanita itu beristibra’ dengan satu kali haid sebelum melangsungkan akad nikah dan bila ternyata dia hamil, maka tidak boleh melangsungkan akad nikah dengannya, kecuali setelah dia melahirkan kandungannya, berdasar-kan hadits Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam yang melarang seseorang menuangkan air (maninya) di persemaian orang lain.”

Bila seseorang nekad menikahkan putrinya yang telah berzina tanpa beristibra’ terlebih dahulu, sedangkan dia tahu bahwa pernikahan itu tidak boleh dan si laki-laki serta si wanita juga mengetahui bahwa itu adalah haram, maka pernikahannya itu tidak sah. Bila keduanya melakukan hubung-an badan maka itu adalah zina. Dia harus taubat dan pernikahannya harus diulangi, bila telah selesai istibra’ dengan satu kali haidh dari hubungan badan yang terakhir atau setelah melahirkan.

Status Anak Hasil Hubungan di Luar Nikah.
Semua madzhab yang empat (Madzhab Hanafi, Malikiy, Syafi’i dan Hambali) telah sepakat bahwa anak hasil zina itu tidak memiliki nasab dari pihak laki-laki, dalam arti dia itu tidak memiliki bapak, meskipun si laki-laki yang menzinahinya dan yang mena-burkan benih itu mengaku bahwa dia itu anaknya. Pengakuan ini tidak dianggap, karena anak tersebut hasil hubungan di luar nikah. Di dalam hal ini, sama saja baik si wanita yang dizinai itu bersuami atau pun tidak bersuami. Jadi anak itu tidak berbapak.
Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam :
Artinya “Anak itu bagi (pemilik) firasy dan bagi laki-laki pezina adalah batu (kerugian dan penyesalan).”
Firasy adalah tempat tidur dan di sini maksudnya adalah si istri yang pernah digauli suaminya atau budak wanita yang telah digauli tuannya, keduanya dinamakan firasy karena si suami atau si tuan menggaulinya atau tidur bersamanya. Sedangkan makna hadits tersebut yakni anak itu dinasab-kan kepada  pemilik firasy. Namun karena si pezina itu bukan suami maka anaknya tidak dinasabkan kepadanya dan dia hanya mendapatkan kekecewaan dan penyesalan saja.
 Dikatakan di dalam kitab Al-Mabsuth, “ Seorang laki-laki mengaku berzina dengan seorang wanita merdeka dan (dia mengakui) bahwa anak ini anak dari hasil zina dan si wanita membenarkannya, maka nasab (si anak itu) tidak terkait dengannya, berdasarkan sabda Rasulullah n :
Artinya “Anak itu bagi pemilik firasy, dan bagi laki-laki pezina adalah batu (kerugian dan penyesalan)”
 Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam telah menjadikan kerugian dan penyesalan bagi si laki-laki pezina, yaitu maksudnya tidak ada hak nasab bagi si laki-laki pezina, sedangkan penafian (peniadaan) nasab itu adalah murni hak Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Ibnu Abdil Barr berkata, Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda, “Dan bagi laki-laki pezina adalah batu (kerugian dan penyesalan)” Maka beliau menafikan (meniadakan) adanya nasab anak zina di dalam Islam.
Oleh karena itu anak hasil zina itu tidak dinasabkan kepada laki-laki yang berzina maka :
-          Anak itu tidak berbapak.
-          Anak itu tidak saling mewarisi dengan laki-laki itu.
-          Bila anak itu perempuan dan di kala dewasa ingin menikah, maka walinya adalah wali hakim, karena dia itu tidak memiliki wali.
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda,
Artinya “Maka sulthan (pihak yang berwenang) adalah wali bagi orang yang tidak memiliki wali”  
Satu masalah lagi yaitu bila si wanita yang dizinahi itu dinikahi sebelum beristibra’ dengan satu kali haidh, lalu digauli dan hamil terus melahirkan anak, atau dinikahi sewaktu hamil, kemudian setelah anak hasil perzinahan itu lahir, wanita itu hamil lagi dari pernikahan yang telah dijelaskan di muka bahwa pernikahan ini adalah haram atau tidak sah, maka bagaimana status anak yang baru terlahir itu ?
Bila si orang itu meyakini bahwa pernikahannya itu sah, baik karena taqlid kepada orang yang memboleh-kannya atau dia tidak mengetahui bahwa pernikahannya itu tidak sah, maka status anak yang terlahir akibat pernikahan itu adalah anaknya dan dinasabkan kepadanya, sebagaimana yang diisyaratkan oleh Ibnu Qudamah tentang pernikahan wanita di masa ‘iddahnya di saat mereka tidak mengetahui bahwa pernikahan itu tidak sah atau karena mereka tidak mengetahui bahwa wanita itu sedang dalam masa ‘iddahnya, maka anak yang terlahir itu tetap dinisbatkan kepada-nya padahal pernikahan di masa ‘iddah itu batal dengan ijma para ulama, berarti penetapan nasab hasil pernikahan di atas adalah lebih berhak.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah mengatakan hal serupa, beliau berkata, “Barangsiapa menggauli wanita dengan keadaan yang dia yakini pernikahan (yang sah), maka nasab (anak) diikutkan kepadanya, dan dengannya berkaitanlah masalah mushaharah (kekerabatan) dengan kesepakatan ulama sesuai yang saya ketahui, meskipun pada hakikatnya pernikahan itu batil di hadapan Allah dan Rasul-Nya, dan begitu juga setiap hubungan badan yang dia yakini tidak haram padahal sebenarnya haram, (maka nasabnya tetap diikutkan kepadanya).
Semoga orang yang keliru menya-dari kekeliruannya dan kembali taubat kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, sesungguhnya Dia Maha luas ampunannya dan Maha berat siksanya. (Abu Sulaiman). 


SIKAP MUSLIM TERHADAP HARI RAYA ORANG KAFIR

Sesungguhnya nikmat terbesar yang diberikan oleh Allah Subhannahu wa Ta'ala kepada hamba-Nya adalah nikmat Islam dan iman serta istiqomah di atas jalan yang lurus. Allah Subhannahu wa Ta'ala telah memberitahukan bahwa yang dimaksud jalan yang lurus adalah jalan yang ditempuh oleh hamba-hamba-Nya yang telah diberi nikmat dari kalangan para nabi, shiddiqin, syuhadaa dan sholihin (Qs. An Nisaa :69).

Jika diperhatikan dengan teliti, maka kita dapati bahwa musuh-musuh Islam sangat gigih  berusaha mema-damkan cahaya Islam, menjauhkan dan menyimpangkan ummat Islam dari jalan yang lurus, sehingga tidak lagi istiqomah.Hal ini diberitahukan sendiri oleh Allah Ta'ala di dalam firman-Nya, diantaranya, yang artinya: "Sebagian besar Ahli Kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman, karena dengki yang (timbul) dari diri mereka sendiri, setelah nyata bagi mereka kebenaran. Maka ma'afkanlah dan biarkanlah mereka, sampai Allah mendatangkan perintah-Nya. Sesung-guh-Nya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu." (QS. 2:109)
Firman Allah Subhannahu wa Ta'ala yang lain, artinya: Katakanlah: "Hai Ahli Kitab, mengapa kamu menghalang-halangi dari jalan Allah orang-orang yang telah beriman, kamu menghendakinya menjadi beng-kok, padahal kamu menyaksikan". Allah sekali-kali tidak lalai dari apa yang kamu kerjakan. (QS. 3:99)
Artinya : " Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menta'ati orang-orang yang kafir itu, niscaya mereka mengembalikan kamu kebelakang (kepada kekafiran), lalu jadilah kamu orang-orang yang rugi". (QS. 3:149)

Salah satu cara mereka untuk menjauhkan umat Islam dari agama (jalan yang lurus)yakni dengan menyeru dan mempublikasikan hari-hari besar mereka ke seluruh lapisan masyara-kat serta dibuat kesan seolah-oleh hal itu merupakan  hari besar yang sifatnya umum dan bisa diperingati oleh siapa saja. Oleh karena itu, Komisi Tetap Urusan Penelitian Ilmiyah dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi telah memberikan fatwa berkenaan dengan sikap yang seharusnya dipegang oleh setiap muslim terhadap hari-hari besar orang kafir.Secara garis besar fatwa yang dimaksud adalah :
Sesungguhnya kaum Yahudi dan Nashara menghubungkan hari-hari besar mereka dengan peristiwa-peritiwa yang terjadi dan menjadikannya sebagai harapan baru yang dapat memberikan keselamatan, dan ini sangat tampak di dalam perayaan milenium baru (tahun 2000 lalu), dan sebagian besar orang sangat sibuk memperangatinya, tak terkecuali sebagian saudara kita -kaum muslimin- yang terjebak di dalamnya. Padahal setiap muslim seharusnya menjauhi hari besar mereka dan tak perlu menghiraukannya.
 
Perayaan yang mereka adakan tidak lain adalah kebatilan semata yang dikemas sedemikian rupa, sehingga kelihatan menarik. Di dalamnya berisikan pesan ajakan kepada kekufuran, kesesatan dan kemungkaran secara syar'i seperti: Seruan ke arah persatuan agama dan persamaan antara Islam dengan agama lain. Juga tak dapat dihindari adanya simbul-simbul keagamaan mereka, baik berupa benda, ucapan ataupun perbuatan yang tujuannya bisa jadi untuk menampakkan syiar dan syariat Yahudi atau Nasrani yang telah terhapus dengan datangnya Islam atau kalau tidak agar orang menganggap baik terhadap syariat mereka, sehingga biasnya menyeret kepada kekufuran. Ini merupakan salah satu cara dan siasat untuk menjauhkan umat Islam dari tuntunan agamanya, sehingga akhirnya merasa asing dengan agamanya sendiri.
 
Telah jelas sekali dalil-dalil dari Al Quran, Sunnah dan atsar yang shahih tentang larangan meniru sikap dan perilaku orang kafir yang jelas-jelas itu merupakan ciri khas dan kekhususan dari agama mereka, termasuk di dalam hal ini adalah Ied atau hari besar mereka.Ied di sini mencakup segala sesuatu baik hari atau tempat yang diagung-agungkan secara rutin oleh orang kafir, tempat di situ mereka berkumpul untuk mengadakan acara keagamaan, termasuk juga di dalam hal ini adalah amalan-amalan yang mereka lakukan. Keseluruhan waktu dan tempat yang diagungkan oleh orang kafir yang tidak ada tuntunannya di dalam Islam, maka haram bagi setiap muslim untuk ikut mengagungkannya.
 
Larangan untuk meniru dan memeriahkan hari besar orang kafir selain karena adanya dalil yang jelas juga dikarenakan akan memberi dampak negatif, antara lain:
Orang-orang kafir itu akan merasa senang dan lega dikarenakan sikap mendukung umat Islam atas kebatilan yang mereka lakukan.
Dukungan dan peran serta secara lahir akan membawa pengaruh ke dalam batin yakni akan merusak akidah yang bersangkutan secara bertahap tanpa terasa.
Yang paling berbahaya ialah sikap mendukung dan ikut-ikutan terhadap hari raya mereka akan menumbuhkan rasa cinta dan ikatan batin terhadap orang kafir yang bisa menghapuskan keimanan.Ini sebagaimana yang difirmankan Allah Ta'ala, artinya: "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya o-rang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim". (QS. 5:51)
 
Dari uraian di atas, maka tidak diperbolehkan bagi setiap muslim yang mengakui Allah sebagai Rabb, Islam sebagai agama dan Muhammad sebagai nabi dan rasul, untuk ikut merayakan hari besar yang tidak ada asalnya di dalam Islam, tidak boleh menghadiri, bergabung dan membantu terselenggaranya acara tersebut.Karena hal ini termasuk dosa dan melanggar batasan Allah.Dia telah melarang kita untuk tolong-menolong di dalam dosa dan pelanggaran, sebagaimana firman Allah, artinya: "Dan tolong-menolonglah kamu di dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertaqwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya." (QS. 5:2)
 
Tidak diperbolehkan kaum muslimin memberikan respon di dalam bentuk apapun yang intinya ada unsur dukungan, membantu atau memeriahkan perayaan orang kafir, seperti : iklan dan himbauan; menulis ucapan pada jam dinding atau fandel; menyablon/membuat baju bertuliskan perayaan yang dimaksud; membuat cinderamata dan kenang-kenangan; membuat dan mengirimkan kartu ucapan selamat; membuat buku tulis;memberi keistimewaan seperti hadiah /diskon khusus di dalam perdagangan, ataupun(yang banyak terjadi) yaitu mengadakan lomba olah raga di dalam rangka memperingati hari raya mereka. Kesemua ini termasuk di dalam rangka membantu syiar mereka.
 
Kaum muslimin tidak diperbolehkan beranggapan bahwa hari raya orang kafir seperti tahun baru (masehi), atau milenium baru sebagai waktu penuh berkah(hari baik) yang tepat untuk memulai babak baru di dalam langkah hidup dan bekerja, di antaranya adalah seperti melakukan akad nikah,memulai bisnis, pembukaan proyek-proyek baru dan lain-lain. Keyakinan seperti ini adalah batil dan hari tersebut sama sekali tidak memiliki kelebihan dan ke-istimewaan di atas hari-hari yang lain.
 
Dilarang bagi umat Islam untuk mengucapkan selamat atas hari raya orang kafir, karena ini menunjukkan sikap rela terhadapnya di samping memberikan rasa gembira di hati mereka.Berkaitan dengan ini Ibnul Qayim rahimahullah pernah berkata, "Mengucapkan selamat terhadap syiar dan simbol khusus orang kafir sudah disepakati kaha-ramannya seperti memberi ucapan selamat atas hari raya mereka, puasa mereka dengan mengucapkan, "Selamat hari raya (dan yang semisalnya), meskipun pengucapnya tidak terjeru-mus ke dalam kekufuran, namun ia telah melakukan keharaman yang besar, karena sama saja kedudukannya dengan mengucapkan selamat atas sujudnya mereka kepada salib. Bahkan di hadapan Allah, hal ini lebih besar dosanya daripada orang yang memberi ucapan selamat kapada peminum khamar, pembunuh, pezina dan sebagainya. Dan banyak sekali orang Islam yang tidak memahami ajaran agamanya, akhirnya terjerumus ke dalam hal ini, ia tidak menyadari betapa besar keburukan yang telah ia lakukan. Dengan demikian, barang siapa memberi ucapan selamat atas kemaksiatan, kebid'ahan dan lebih-lebih kekufuran, maka ia akan berhadapan dengan murka Allah". Demikian ucapan beliau rahimahullah!
 
Setiap muslim harus merasa bangga dan mulia dengan hari rayanya sendiri termasuk di dalam hal ini adalah kalender dan penanggalan hijriyah yang telah disepakati oleh para shahabat Radhiallaahu anhu, sebisa mungkin kita pertahan kan penggunaannya, walau mungkin lingkungan belum mendukung. Kaum muslimin sepeninggal shahabat hingga sekarang (sudah 14 abad), selalu menggunakannya dan setiap pergantian tahun baru hijriyah ini, tidak perlu dengan mangadakan perayaan-perayaan tertentu.
Demikianlah sikap yang seharusnya dimiliki oleh setiap mukmin, hendaknya ia selalu menasehati dirinya sendiri dan berusaha sekuat tenaga menyelamatkan diri dari apa-apa yang menyebabkan kemurkaan Allah dan laknatNya. Hendaknya ia mengambil petunjuk hanya dari Allah dan menjadikan Dia sebagai penolong. 
(Disarikan dari: Fatwa Komisi Tetap untuk Penelitian Ilmiyah dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi tentang Perayaan Milenium Baru tahun 2000. Ketua: Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah Alu Syaikh, Anggota: Syaikh Abdullah bin Abdur Rahman Al-Ghadyan, Syaikh Bakr bin Abdullah Abu Zaid, Syakh Shalih bin Fauzan Al Fauzan. (Dept Ilmiah)

YANG SERING KITA DAPATI  DI DALAM
SHALAT JAMA’AH

Di dalam shalat berjama’ah, kita sering menjumpai berbagai pemandangan dan perilaku yang beraneka ragam. Di antaranya, ada yang terkesan mengganggu dan kurang membuat enak di antara para jama’ah. Tulisan di bawah merupakan kumpulan dari berbagai hal yang sering dijumpai di dalam shalat berjama’ah. Disusun berdasarkan pengalaman yang dialami sendiri oleh penulis dan dari hasil tanya jawab dengan beberapa orang  jama’ah.
Di antara yang pokok dan perlu untuk diketengahkan adalah sebagai berikut :

Ada sebagian orang yang berdiri di dalam shaf secara tidak tegak lurus, meliuk-liuk ke kanan dan ke kiri (gontai), kadang kaki kanan maju dan kadang kaki kiri layaknya orang yang tidak kuat berdiri. Jika ia orang yang sudah tua mungkin bisa dimaklumi, akan tetapi jika yang melakukan hal itu seorang yang masih gagah dan kedua kakinya pun kokoh, maka hal itu tidak sepantasnya. Biasanya orang yang demikian karena merasa malas dan berat dalam menunaikan shalat.
 
Ada di antara sebagian orang yang ketika shalat dimulai, langsung menerobos ke shaf awal atau mencari tempat tepat di belakang imam. Padahal shaf depan telah penuh dan ia datang belakangan sehingga menjadi saling berhimpitan dan membuat orang lain terganggu. Jika ia memang menginginkan shaf depan atau di belakang imam, maka seharusnya ia datang lebih awal.

Dan sebaliknya ada juga sebagian  orang yang datang ke masjid lebih awal, namun ia tidak segera menempati shaf depan tetapi malah mengam-bil tempat di bagian tengah atau belakang, ia biarkan shaf depan atau posisi belakang imam diambil orang lain, padahal ia merupakan tempat yang utama. Ini adalah kerugian, karena telah membiarkan sesuatu yang berharga lewat begitu saja tanpa mengambilnya serta menghalangi dirinya dari memperoleh kebaikan.
 
Sebagian orang juga ada yang berlebih-lebihan di dalam merapatkan shaf, yakni terus mendorongkan kakinya dengan kuat, padahal antara dia dan sebelahnya sudah saling merapat-kan kaki. Sehingga menjadikan orang yang berada di sebelahnya terganggu, tidak tenang dan tidak khusyu’ di dalam shalatnya. Sebaliknya, ada orang yang meremehkan masalah ini, sehingga membiarkan antara dia dengan orang di sebelahnya ada celah untuk syetan.

Ada sebagian juga yang bersema-ngat dalam menerapkan sunnah di dalam shalat, namun terkadang dengan cara terlarang yaitu mengganggu sesama muslim. Dan sudah maklum, bahwa menjauhi sesuatu yang terlarang lebih didahulukan daripada menjalankan yang mustahab (sunnah).

Sebagai contoh adalah seseorang yang merenggangkan kedua tangannya ketika sujud, sehingga sikunya mendorong bagian dada orang yang di sampingnya, atau duduk tawaruk (tahiyat akhir) dalam shaf yang sempit dan membiarkan badannya mendorong kepada orang yang di sebelahnya sehingga mengganggunya.

Ada juga di antara mereka yang tatkala berdiri dalam shalat dan bersedekap, sikunya di dada orang lain yang ada di sampingnya, apalagi dalam kondisi shaf yang rapat, tempat yang sempit dan berdesakan. Seharusnya ia bersikap lemah-lembut terhadap sesama muslim, sebisa mungkin merubah posisi dengan menyelaraskan kedua tangan yang bersedekap terhadap   orang yang berada di sampingnya.
Ada pula di antara jama’ah yang ketika mendapati imam sedang sujud atau duduk, ia tidak segera mengikuti apa yang sedang dilakukan imam tersebut. Akan tetapi, ia menunggu hingga imam berdiri untuk raka’at selanjutnya. Kesalahan ini sering sekali terjadi, padahal yang benar adalah hendaknya ia bersegera mengi-kuti imam masuk ke dalam jama’ah shalat, tanpa memandang apa yang sedang dilakukan imam. Mengenai hal ini, Nabi Shallallaahu alaihi wa Salam telah bersabda :
“Apabila kalian mendatangi shalat sedangkan kami sedang sujud, maka ikutlah sujud, dan janganlah kalian memperhitungkannya dengan sesuatu.”

Walaupun ia tidak mendapatkan raka’at tersebut (kecuali jika mendapatkan rukuk), namun ia mendapatkan pahala atas apa yang telah ia kerjakan itu.
Ada pula sebagian jama’ah yang ketika datang dan mendapati imam sedang rukuk, ia lalu berdehem, pura-pura batuk, atau berbicara dengan suara agak keras supaya imam mendengar lalu menunggunya (memanjangkan rukuknya). Hal ini jelas mengganggu orang-orang yang sedang shalat, dan membuat mereka tidak tenang (gelisah). Yang diperintahkan syari’at adalah hendaknya ia masuk shaf dalam keadaan tenang dan tidak terburu-buru, jika mendapatkan rukuk, maka alhamdulillah dan kalau ketinggalan, maka hendaknya ia menyempurnakan.

Di antara sebagian orang ada pula yang terburu-buru masuk shaf untuk mengejar rukuk, ia bertakbir dengan tujuan untuk rukuk, padahal seharusnya takbir itu adalah takbiratul ihram yang memang hanya dilakukan dalam posisi berdiri. Yang disyariatkan adalah hendaknya ia bertakbir dua kali, pertama takbiratul ihram dan ini merupakan rukun, sedang takbir kedua untuk rukuk yang dalam hal ini adalah mustahab (sunnah).
 
Ada juga orang yang bertakbir untuk mengejar rukuk, namun imam keburu mengangkat kepala. Maka berarti ia memulai rukuk ketika imam telah selesai mengerjakannya, dan ia menganggap, bahwa dirinya telah mendapatkan satu raka’at. Ini merupakan kesalahan dan ia tidak terhitung mendapatkan satu raka’at, sebab untuk mendapatkan satu raka’at seseorang harus mengucapkan minimalnya satu bacaan tasbih (subhana rabbiyal ‘adzim) secara tuma’ninah bersama rukuknya imam.
Terkadang pula kita mendapati  orang (makmum) yang mengeraskan bacaan shalat dalam shalat sirriyah, sehingga mengganggu orang yang berada di sebelahnya. Selayaknya dalam shalat jama’ah, seseorang jangan mengangkat suaranya hingga terdengar orang lain, cukuplah bacaan itu terdengar oleh dirinya sendiri. Termasuk dalam hal ini adalah seseorang yang membaca al-Fatihah dengan suara agak keras dalam shalat jahar setelah imam selesai membacanya. Sebaiknya, ia diam untuk mendengarkan bacaan imam atau membaca Al-Fatihah sekedar yang terdengar oleh dirinya sendiri. Juga orang yang melafalkan niat dengan suara yang terdengar orang lain, bahkan hal ini merupakan perkara bid’ah, karena niat itu tempatnya di hati dan Nabi serta para shahabat tidak pernah melafalkan niat.

Sebagian orang ada yang shalat di masjid dengan mengenakan pakaian kumal seadanya, pakaian kotor atau pakaian tidur. Padahal Allah Subhannahu wa Ta'ala telah berfirman dalam surat al-A’raf : 31.
“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan jangan berlebih-lebihan.” (QS. 7:31)

Jika seseorang akan masuk ke rumah seorang pejabat, atau mau berangkat ke kantor, maka tentu ia akan memilih pakaian yang bagus bahkan yang paling bagus. Maka ketika akan ke masjid tentu lebih utama lagi. Sebagian orang memang ada yang bekerja di tempat-tempat yang meng-haruskan pakaian mereka kotor (seperti bengkel, buruh, tani dan lain-lain, red), sehingga ketika shalat dengan baju kotor mereka beralasan karena kondisi pekerjaan yang mengharuskan demikian. Maka penulis menyarankan agar orang tersebut mengkhususkan satu pakaian yang bersih dan hanya dipakai waktu shalat saja.

Ada pula sebagian orang yang mendatangi masjid, padahal baru saja makan bawang merah atau bawang putih (dan yang semisalnya seperti petai, jengkol dan lain-lain, red), sehingga menebarkan aroma yang tidak sedap. Dalam sebuah hadits, Nabi n telah bersabda,
“Barang siapa yang makan bawang merah atau bawang putih, maka janganlah sekali-kali mendekati masjid kami.”

Sama halnya dengan orang yang menghisap rokok yang juga menebarkan bau tidak sedap sebagaimana bawang dan yang semisalnya. Para ulama sepakat bahwa rokok itu merusak dan berbahaya, serta menghisapnya adalah haram pada setiap waktu, bukan ketika mau shalat saja.

Ada pula di antara sebagian jama’ah  yang tidak perhatian terhadap lurusnya shaf dalam shalat. Maka kita melihat di antara mereka ada yang agak lebih maju atau lebih mundur di dalam shaf, dan tidak lurus dengan para jama’ah yang lain, padahal masjid-masjid sekarang pada umumnya telah membuat garis shaf atau tanda-tanda lain. Nabi Shallallaahu alaihi wa Salam telah memperingatkan hal itu dengan sabdanya :
“Janganlah kalian berbeda (berselisih) di dalam shaf, sebab hati kalian akan menjadi berselisih juga.”

Seharusnya setiap makmum berusaha meluruskan diri dengan melihat kanan kirinya, kemudian merapatkan pundak dan telapak kaki antara satu dengan yang lain.

Klasifikasi Orang Di Dalam Melaksanakan Shalat

1. Orang yang selalu Menjaga Shalat-nya.
Yaitu dengan menunaikannya secara baik dan benar serta berjama’ah di masjid. Ia segera memenuhi panggilan shalat ketika mendengar adzan, selalu berusaha berada di shaf terdepan di belakang imam. Di sela-sela menunggu imam, ia gunakan waktu untuk berdzikir, membaca Al-Qur’an hingga didirikan shalat. Orang yang melakukan ini akan mendapatkan pahala yang besar dan terbebas dari dua hal, yaitu dari api neraka dan dari nifaq, sebagaimana tersebut dalam hadits riwayat Imam at-Tirmidzi dari Anasz.
 
2. Orang yang Melakukan Shalat dengan Berjama’ah namun Sering atau selalu Terlambat.
Ia selalu ketinggalan takbiratul ihram, satu atau dua raka’at dan bahkan sering datang pada waktu tahiyat akhir. Bagi para salaf ketinggalan takbiratul ihram bukanlah masalah kecil, sehingga mereka sangat perhatian agar tidak ketinggalan di dalamnya.
 
3. Orang Melakukan Shalat Secara Berjama’ah karena Takut Orang Tua.
Mereka melakukan shalat dengan berjama’ah karena mencari ridha orang tuanya, sehingga tatkala orang tuanya tidak ada di rumah atau sedang bepergian, maka ia tidak lagi mau berjama’ah, lebih-lebih dalam shalat Shubuh.
 
4. Orang yang Tidak Pernah Shalat Berjama’ah di Masjid.
Ia mendatangi masjid hanya sekali dua kali saja atau ketika Hari Jum’at saja, mereka berdalil dengan pendapat sebagian orang yang mengatakan, bahwa shalat berjama’ah itu bukan sesuatu yang wajib. Padahal Nabi Shallallaahu alaihi wa Salam tidak memberikan rukhshah kepada seorang yang buta untuk shalat di rumah, maka selayaknya seorang muslim mendahulukan ucapan Nabinya. 

5. Orang Melakukan Shalat Secara Asal-asalan.
Yaitu tidak menyempurnakan rukuk, sujud serta rukun-rukun dan kewajiban yang lain. Dalam shalatnya ia tidak mengingat Allah kecuali sedikit sekali, bahkan mungkin hanya sekedar ikut-ikutan shalat dan gerak saja.

6. Orang  yang Melakukan Shalat sesuai Syarat dan Rukunnya, namun Ia Tidak Menghayati dan Mengerti.
Ia melakukan shalat dengan raga-nya secara baik, akan tetapi pikirannya mengembara dalam urusan dunia, hatinya pun tidak tertuju pada apa yang sedang ia kerjakan saat itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar